Pakar Unair Nilai Kenaikan Harga Rokok Bukan Solusi, Tapi...

ADVERTISEMENT

Pakar Unair Nilai Kenaikan Harga Rokok Bukan Solusi, Tapi...

Nikita Rosa - detikEdu
Kamis, 22 Des 2022 06:30 WIB
Petugas Bea Cukai memberikan penjelasan mengenai cukai saat Sosialisasi Ketentuan Dibidang Cukai di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (25/11/2022). Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Batang bersama Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tegal melakukan sosialisasi cukai untuk menekan peredaran cukai rokok ilegal yang bertujuan meningkatkan pendapatan daerah dalam menumbuhkan perekonomian nasional melalui industri tembakau dengan kampanye gempur rokok ilegal. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/YU
Kenaikan Harga Rokok. (Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)
Jakarta -

Pemerintah dalam laman resmi Kemenkeu dikutip Rabu (21/12) menyatakan akan menaikkan cukai rokok pada tahun 2023 dan 2024. Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa kenaikkan cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan mengungkap data bahwa pengeluaran untuk rokok lebih tinggi dari protein. Rokok juga disebut sebagai komponen pengeluaran terbesar kedua setelah beras bagi rumah tangga dalam golongan miskin.

Menanggapi fenomena ini, pakar sosiologi ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi memberikan tanggapannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prof Bagong menyebutkan, fenomena ini sebenarnya telah menjadi keprihatinan sejak lama.

"Memang menjadi masalah yang sering dikeluhkan, dimana uang yang seharusnya bisa untuk kebutuhan positif lain seperti memenuhi kebutuhan gizi keluarga, justru dialokasikan untuk membeli rokok," ucap Prof Bagong dalam laman Unair, Rabu (21/12/2022).

ADVERTISEMENT

Kedekatan Rokok dan Kemiskinan

Bagong mengungkapkan, rokok dan kemiskinan memiliki hubungan yang erat. Dalam keluarga miskin, menurutnya telah terjadi proses pembelajaran tentang budaya merokok. Akhirnya, pembelajaran ini menjadi kebiasaan yang didukung juga oleh zat-zat adiktif dalam kandungan rokok.

"Bahkan tingkatannya bisa makin berat, tidak hanya rokok putih namun akhirnya bisa meningkat pada rokok kretek," jelasnya.

Kebijakan Kenaikan Harga Rokok

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair itu menyatakan bahwa kenaikan harga rokok bukanlah solusi yang dapat menuntaskan masalah. Akan tetapi, menurutnya hal ini adalah salah satu keputusan yang baik.

"Karena akan membuat masyarakat miskin utamanya, berpikir ulang untuk memanfaatkan uang pembelian rokok untuk kepentingan yang lebih positif," sebutnya.

Prof Bagong menjelaskan kemungkinan perokok pada kalangan miskin akan mencari pengganti aktivitas selain merokok. Namun, guru besar bidang sosiologi ekonomi itu menyebutkan bahwa kebijakan ini harus dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk berhenti merokok.

Tingkatkan Kesadaran

Dosen senior FISIP Unair itu menjelaskan, inti dari permasalahan ini adalah cara mengubah perspektif masyarakat miskin terhadap aktivitas merokok. Selama ini, rokok sudah dianggap sebagai sebuah kebiasaan, sehingga sulit dihilangkan.

"Perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang bahaya yang ditanggung keluarga bila orang tua meneruskan kebiasaan merokoknya. Memang diperlukan berbagai upaya untuk menyadarkan," pungkasnya.




(nir/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads