Studi: Hewan Juga Bisa Merasa Jijik dan Lebih Bersih dari Manusia

ADVERTISEMENT

Studi: Hewan Juga Bisa Merasa Jijik dan Lebih Bersih dari Manusia

Trisna Wulandari - detikEdu
Minggu, 12 Feb 2023 18:00 WIB
DVUR KRALOVE NAD LABEM, CZECH REPUBLIC - MARCH 19: Chimpanzees watch a live-stream on a screen set up in an enclosure at the Safari Park on March 19, 2021 in Dvur Kralove nad Labem, Czech Republic. The park has set up live-stream broadcasting from the zoo in Brno to enrich the daily life of their chimpanzees amid lockdown. The Safari Park launched the experimental project to give the chimpanzees something to watch to give them some stimulation while crowds are not allowed to visit the zoo due to the coronavirus pandemic. (Photo by Gabriel Kuchta/Getty Images)
Foto: Getty Images/Gabriel Kuchta
Jakarta -

Umumnya, hewan dianggap berperilaku lebih kotor dari manusia. Namun, sejumlah penelitian menemukan bahwa hewan bisa hewan juga bisa merasa jijik, peduli kebersihan, dan menjaga kesehatan lebih dari manusia.

Sementara itu, manusia dinilai cenderung menutupi dan menjauhi hal yang membuat jijik saja. Contoh, badan dan pakaian yang sudah bau diberi parfum atau deodoran. Lalu, rumah diberi penyegar ruangan ketimbang dibersihkan lebih sering mungkin, kata ahli entomologi (ilmu biologi serangga) Aram Mikaelyan dari North Carolina State University AS, dikutip dari tulisan Katherine J Wu di laman the Atlantic.

Para meneliti mengungkap, hewan rupanya lebih memilih untuk menjauh atau mengenyahkan hal-hal menjijikkan ketimbang menutupinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahli ekologi Dana Hawley dari Virginia Tech mengatakan, kendati belum semua diteliti, banyak hewan bisa merasa jijik pada hal-hal yang bisa memicu penyakit.

Apa saja hewan itu? Kenapa hewan merasa jijik? Bagaimana cara mereka menjaga kebersihan dan kesehatan diri? Simak penjelasannya berikut:

ADVERTISEMENT

Hewan Merasa Jijik pada Kotoran dan Sumber Penyakit

Penelitian Cecile Sarabian dkk mendapati bonobo, jenis simpanse kerdil, dengan kesal menolak potongan pisang yang diletakkan terlalu dekat dengan kotoran.

Rupanya, bonobo dapat mendeteksi bahaya kontaminasi parasit dan patogen dari kotoran ke pisang dengan mempelajari tanda-tanda multisensori, seperti bau busuk kotoran. Alhasil, bonobo tersebut enggan menyentuh dan menyecap pisang itu, seperti dikutip dari jurnal Philosophical Transactions B.

Sarabian dkk juga mendapati monyet ekor panjang tidak mau makan biji-bijian yang diletakkan di atas tumpukan kotoran bohongan. Bahkan, dalam sebuah eksperimen, monyet ekor panjang juga jijik saat menyentuh adonan lengket dan basah saat mencari buah-buahan sehingga enggan menjulurkan tangannya lagi.

Rasa jijik pada kotoran ini juga tampak pada kanguru. Hewan marsupialia ini menghindari petak-petak rumput yang kena ceceran kotoran.

Bahkan, kumbang kotoran (dung beetles) akan menghindari kotoran hewan karnivora. Penelitian Suzan Mansourian dkk dalam jurnal Current Biology mendapati, kumbang kotoran dapat mendeteksi senyawa kimia fenol, pertanda keberadaan bakteri patogen (penyebab penyakit) dari kotoran hewan karnivora.

Sementara itu, penelitian Sarabian lainnya mendapati bahwa foto serangga pembawa penyakit saja mampu membuat kera betina jijik. Dalam studinya, kera itu membalikkan badannya dan tidak mau lanjut berinteraksi sampai foto serangga tersebut dihilangkan. Kera juga mengernyitkan hidung, mata, dan mulut saat melihat foto itu.

"Ekspresi muka itu kemungkinan berfungsi mencegah serangga pembawa penyakit masuk ke mulut, hidung, dan matanya," kata Sarabian.

Hewan air pun bisa mendeteksi sumber penyakit dan menjauhinya demi keamanan diri. Contohnya, lobster karibia menjauhi sarang yang padat saat virus mematikan PaV1 merebak, seperti dilaporkan Mark J Bulter IV dkk di jurnal Plos One.

Bahkan, cacing gilig (nematoda) Caenorhabditis elegans yang besarnya kurang dari 1 mm saja menjauh dari sumber makanannya jika mendeteksi adanya kontaminasi mikroba jahat, seperti dijelaskan dalam penelitian Alexandra Anderson dan Rachel McMullan di jurnal Biological Sciences.

Hewan yang Toleran pada Rasa Jijik

Di sisi lain, peneliti juga mendapati bahwa sejumlah hewan mengabaikan tanda-tanda penyakit yang membuat jijik. Alasannya beragam, mulai dari menjaga pasangan, merawat keluarga, sampai penghematan makanan.

Contohnya, burung house finches (Haemorhous mexicanus) tetap berkawan dan bahkan kawin dengan betina yang kena infeksi bakteri mematikan pada mata, mycoplasmal conjunctivitis. Sementara itu, primata mandrill juga setia merawat anggota keluarganya yang terinfeksi.

Mirip dengan house finches, tikus betina juga kawin dengan pejantan sakit saat pejantan sehat susah ditemukan, meskipun terpaksa. Kelelawar vampir juga terpaksa berbagi darah dari mulut ke mulut saat musim wabah agar tidak cepat mati lemas.

Soal makanan, monyet ekor panjang, yang awalnya tidak mau makan biji-bijian yang sempat kotoran, mau tidak mau membersihkan kacang yang sudah terkontaminasi karena kaya energi dan lemak yang enak.

Ibu monyet ekor panjang dan simpanse juga tidak terlalu jijik dengan kotoran anaknya. Simpanse kadang ditemukan membersihkan pantat anaknya dari kotoran. detik.com/tag/monyet

"Di alam liar, tiap individu cenderung terinfeksi sesuatu. Makin berkawan banyak, makin banyak risiko infeksinya. Namun, kehidupan sosialnya bisa jadi lebih kaya juga," kata Martin Kavaliers, ahli neurobiologi dari University of Western Ontario.




(twu/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads