Setiap bagian tubuh yang diciptakan Tuhan memang memiliki fungsinya masing-masing termasuk air liur. Para ilmuwan baru-baru ini menyatakan kegunaan air liur tak hanya untuk pelindung mulut dan gigi.
Ahli Biologi Oral, Professor Guy Carpenter dari King's College London menyatakan air liur bukan cairan biasa dilansir melalui laman Smithsonian Magazine, Rabu (25/1/2023).
Pendapat itu didukung dengan penelitian yang dilakukan baru-baru ini oleh para ilmuwan. Hasilnya ditemukan bila air liur memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai mediator dan penerjemah yang memengaruhi bagaimana makanan bergerak melalui mulut hingga memicu indera manusia.
Air liur juga membantu membentuk makanan mana yang ingin kita makan dan lebih jauh dari itu. Berikut beberapa fungsi baru dari air liur yang ditemukan para peneliti:
Fungsi Baru Air Liur
1. Mediator dan Penerjemah Rasa
Jianshe Chen, seorang ilmuwan makanan dari Universitas Zhejiang Gongshang di Hangzhou, China menjelaskan air liur berisi protein yang melumasi setiap suap makanan. Tak hanya itu, air liur juga memiliki enzim seperti amilase dan lipase untuk memulai proses pencernaan nantinya.
Pembahasan Chen dituangkan dalam karya Annual Review of Food Science and Technology di tahun 2022 yang menyatakan bila proses pelarutan komponen kimia perasa dilakukan oleh air liur. Akibatnya makanan dapat berinteraksi dengan indera pengecap.
Untuk itu saat seseorang makan, mereka sebenarnya tidak menikmati makanan itu sendiri, melainkan mencampurnya dengan air liur. Dengan demikian, mereka yang makan dapat merasakan molekul rasa manis, asam, asin dalam setiap gigitan.
Namun dengan catatan molekul makanan itu harus sampai pada indera perasa. Nah, agar itu terjadi makanan harus melewati lapisan air liur yang ada di lidah.
2. Mempengaruhi Aroma
Fungsi selanjutnya adalah air liur dapat memengaruhi aroma ketika makanan berada di mulut. Ketika mengunyah, beberapa molekul rasa dalam makanan ikut larut dalam air liur.
Tetapi molekul itu tidak dapat naik ke rongga hidung untuk dirasakan oleh indera pembau dan reseptor di sana. Akibatnya, komposisi air liur yakni protein yang disebut musin memiliki fungsinya.
Musin memberikan pengalaman rasa yang sangat berbeda bahkan dari makanan atau minuman yang sama.
Berbagai pernyataan tersebut, akhirnya dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan di Spanyol. Mereka melakukan pengukuran aliran air liur pada 10 sukarelawan dalam mengevaluasi anggur yang telah ditambahkan perasa buah.
Hasilnya, relawan yang menghasilkan lebih banyak air liur dinilai cenderung menilai rasa yang lebih kuat. Hal tersebut bisa terjadi karena mereka minum lebih sering daripada yang lain.
Dengan proses itu, mereka akan memaksa lebih banyak aroma yang masuk ke saluran hidung daripada yang tidak. Hal ini ternyata sudah terbukti bagi mereka para penggemar anggur yang bangga dengan kemampuan mereka untuk mendeteksi nuansa dan aroma dari setiap merek yang berbeda.
3. Membedakan Tekstur
Tak hanya lidah, air liur juga memainkan peran penting dalam persepsi tentang tekstur. Hal tersebut juga diketahui dalam penelitian peneliti Spanyol tentang anggur.
Anggur merah atau buah mentah dapat memberikan sensasi rasa kering yang terjadi di dalam mulut. Padahal anggur sebenarnya tidak membuat mulut kering.
Namun molekul yang disebut dengan tanin dalam anggur dapat menyebabkan protein yang ada di air liur mengendap sehingga tidak lagi melumasi anggur secara efektif ketika sampai di mulut.
4. Penerjemah Makanan Tinggi-Rendah Lemak
Ilmuwan pangan, Anwesha Sarkar dari Universitas Leeds, Inggris menjelaskan bila air liur juga membantu pemahaman antara makanan yang tinggi lemak dan rendah lemak. Hal tersebut dibuktikan menggunakan lidah mekanis yang dilapisi air liur buatan.
Ia juga menggunakan cara untuk mensimulasikan apa yang terjadi saat makanan bergerak melalui mulut dan bagaimana bisa mempengaruhi pengalaman sensorik saat makan.
Ketika diberikan dua yogurt yang berbeda, versi yang rendah lemak akan terasa lebih kering di mulut. Awalnya akan terlihat seperti krim yang kekurangan tekstur karena kekurangan lemak saat bercampur dengan air liur.
Lemak susu dan makanan tinggi lemak yang bergabung dengan air liur dapat membuat lapisan di permukaan mulut yang dapat menutupi astringency alias rasa asam atau pahit yang samar dan menambah rasa kaya pada yogurt.
Dalam penutupan penelitiannya, Anwesha menyatakan dengan mengetahui interaksi antara air liur, makanan dan mulut dapat mengarahkan pada desain makanan sehat. Ia membayangkan pengembangan makanan yang cukup mengandung gula.
Nantinya makanan itu akan dibantu oleh pelarutan air liur untuk memberikan rasa manis tetapi tetap memiliki konsentrasi dan tingkat kalori yang lebih rendah. Bahkan dengan menggunakan konseptual yang serupa dapat mengurangi lemak dalam makanan agar lebih sehat.
Kelemahan Pemahaman Interaksi Air Liur
Dengan penemuan berbagai fungsi baru air liur, menambah pemahaman interaksi antara makanan, mulut dan air liur. Namun sayangnya, pengembangan makanan dengan konsep tersebut tidaklah mudah.
Alasannya, karena air liur dan persepsi seseorang berbeda-beda antar individu dan bervariasi sepanjang hari. Pada umumnya, air liur mengalir perlahan di pagi hari dan bisa terkumpul lebih banyak di sore hari.
Perbedaan juga ditemukan dalam komponen air liur di setiap individunya termasuk jumlah dalam protein tertentu. Untuk itu seseorang bisa merasakan atau tidak adanya rangsangan dalam aroma yang menggoda hanya dengan air liur.
Pernyataan itu dibuktikan oleh Ahli Biokimia Oral, Elsa Lamy dari Universitas Evora, di Portugal. Ia melakukan penelitian menggunakan sukarelawan yang mencium aroma sepotong roti selama empat menit.
Tim memantau perubahan air liur mereka. Hasilnya, dua jenis protein yakni amilase dan cystatins aktif dan dikaitkan dengan kepekaan serta persepsi rasa. Kedua protein itu meningkat setelah terpapar roti.
Tak hanya itu, mereka juga melakukan dengan makanan lain seperti vanilla dan lemon. Hasilnya ditemukan perubahan kadar protein air liur bergantung pada makanan yang disajikan.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ann-Marie Torregrossa, seorang ahli saraf perilaku dari Universitas Buffalo, Amerika Serikat. Bedanya ia menggunakan penelitian dengan memberikan makan tikus dengan makanan yang mengandung aditif rasa pahit.
Hasilnya, ada peningkatan dalam beberapa kategori protein dan tikus menjadi lebih mungkin menerima rasa pahit. Ia juga mencoba mentransfer air liur tikus yang terbiasa makan makanan pahit ke mulut tikus yang tak terbiasa.
Akhirnya ditemukan tikus yang tak terbiasa, menolak makanan pahit. Ann-Marie Torregrossa mengatakan dia dan timnya belum menemukan dengan tepat protein yang bertanggung jawab atas toleransi ini.
Mereka perlu mengetahui protein mana yang terlebih sebelum dapat menilai bagaimana respon terhadap rasa pahit diubah dari mulut dan otak.
Kesimpulan
Namun tentu saja tikus bukanlah manusia meskipun ditemukan sebuah petunjuk bahwa air liur tikus serupa dengan persepsi rasa pada manusia dengan penggambaran yang rumit.
Jika pola ini bisa diuraikan akan ada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana air liur memengaruhi rasa hingga komposisi air liur. Data ini kemudian bisa digunakan sebagai preferensi makanan sehat di masa mendatang.
Simak Video "Menyaksikan Pentas Teater Sejarah Akulturasi Kuliner Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]
(nwk/nwk)