10 Mumi Buaya Ditemukan di Mesir dari 2.500 Tahun Lalu, Begini Studinya

10 Mumi Buaya Ditemukan di Mesir dari 2.500 Tahun Lalu, Begini Studinya

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 23 Jan 2023 20:00 WIB
Mumi buaya di Qubbat al-Hawa, Aswan, Mesir.
Mumi buaya dari zaman sebelum Ptolemaic di Mesir, sekitar 2.500 tahun lalu. Foto: Copyright De Cupere et al. (2023)
Jakarta -

10 Mumi buaya dari 2.500 tahun lalu ditemukan di makam Qubbat al-Hawa, Aswan, dekat Sungai Nil, Mesir. Sekilas, mumi-mumi ini tampak seperti buaya yang sedang berenang di lumpur.

Mumi-mumi tersebut tidak sengaja ditemukan peneliti Bea De Cupere dkk yang semula diajak tim ahli Egyptologi Alenjandro Serrano dari University of Jaen, Spanyol. Rencananya, mereka akan meneliti temuan 7 makam kuno kecil di bawah area pembuangan sampah era Byzantium.

Mumi buaya di Qubbat al-Hawa, Aswan, Mesir.Mumi buaya di Qubbat al-Hawa, Aswan, Mesir. Foto: Copyright De Cupere et al. (2023)

Di bawah satu makan, terdapat mumi 5 buaya dan 5 kepala buaya di Qubbat al-Hawa tersebut. Mereka memperkirakan mumi buaya tersebut merupakan persembahan bagi Dewa Sobek.

Sobek adalah dewa Mesir yang disebut berkaitan dengan buaya Nil dan Afrika Barat, kadang digambarkan berbadan orang dan berkepala buaya. Sobek diperkirakan menguasai kekuatan firaun, pertahanan militer, keamanan, dan kesuburan.

Dalam budaya Mesir, buaya tidak hanya berkaitan dengan dewa, tetapi juga menjadi bahan makanan. Lemak buaya juga digunakan sebagai obat nyeri badan hingga kebotakan, dikutip dari New York Times.

Bea De Cupere, ahli arkeozoologi dari Royal Belgian Institute of Natural Science, menuturkan bahwa ini penelitian mumi buaya pertama yang tidak dibalut berlapis-lapis kain linen dan resin.

Dengan demikian, timnya bisa mengamati langsung permukaan mumi di lokasi penggalian tanpa dibawa ke alat pindai CT-scan dulu. Seperti apa temuannya?

Mumi Buaya dari 2.500 Tahun Lalu

Jenis Mumifikasi Tua

De Cupere dkk mendapati, cara mumifikasi dan bentuk mumi buaya ini sama sekali baru dari mumi-mumi buaya yang pernah ditemukan.

Resin diperkirakan tidak digunakan dalam mumifikasi hewan ini. Bersama buaya ini, ditemukan daun palem (Hyphanene cf. thebaica) yang diperkirakan menjadi pembalut mumi bersama kain linen, lengkap dengan tali pengikatnya, dikutip dari tulisan De Cupere dkk di jurnal Plos One Januari 2023.

Linen dan daun palem digunakan setelah buaya-buaya dikeringkan. Namun, belum diketahui pasti cara pengeringan alami yang digunakan.

Dengan tidak adanya jejak resin, bangkai buaya tersebut diperkirakan kering alami dengan dikubur di tanah berpasir yang panas.

"Dari periode Ptolemaic seterusnya, orang-orang di sana menggunakan resin dalam jumlah yang banyak (untuk mumifikasi)," kata De Cupere.

Rentan Putus di Proses Pemakaman

Dari proses pengeringan dan mumifikasi tersebut, buaya tersebut berada di kondisi rentan rusak dan putus saat dibawa dari lokasi pengeringan ke tempat penguburan di Qubbat al-Hawa.

Bagian mulut mumi buaya dengan taring dan warna kulit masih teridentifikasi.Bagian mulut mumi buaya dengan taring dan warna kulit masih teridentifikasi. Foto: Copyright De Cupere et al. (2023)

Saat ditemukan di penggalian, mumi buaya ini juga sudah tidak dilapisi kain linen. Hanya potongan-potongan selebar 5 cm, diperkirakan karena dimakan serangga.

Berdasarkan cara penyiapan, mumi buaya ini diperkirakan berasal dari era sebelum Ptolemaic, peradaban Yunani kuno di Mesir pada Periode Helenistik yang berdiri pada tahun 350-30 sebelum Masehi (SM).

Buaya yang Dijadikan Mumi

Fitur fisik mumi buaya tersebut mengindikasikan bahwa hewan yang digunakan dalam mumifikasi ini adalah Crocodylus niloticus dan Crocodylus suchus yang panjangnya sekitar 1,8 - 3,5 meter.

Uniknya, Salima Ikram, ahli Egyptologi dari American University in Cairo, menuturkan bahwa C. niloticus merupakan buaya buas yang lebih berbahaya berbahaya buat manusia ketimbang C. suchus.

"Informasi (jenis buaya) ini berguna untuk mengetahui seperti apa pemahaman orang Mesir kuno tentang perbedaan kedua buaya ini, dan kenapa mereka mau berinteraksi dengan keduanya. Sebab, niloticus bisa memakan kita, sementara suchus bisa berenang dengan kita di kolam yang sama tanpa mengganggu," pungkasnya.



Simak Video " Mumi Bocah Lelaki Ini Punya Puluhan Jimat Tak Biasa"
[Gambas:Video 20detik]
(twu/faz)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia