Kecurangan akademik di seluruh jenjang pendidikan tentunya adalah hal yang mengkhawatirkan. Namun, hal ini menjadi lebih mengkhawatirkan jika terjadi perguruan tinggi jenjang sarjana karena lulusannya akan memasuki dunia kerja.
Pada sebuah kecurangan akademik, tak jarang ada orang yang mengetahuinya tetapi memilih diam tidak melapor kepada dosen atau orang lain yang berwenang.
Situasi semacam itu memunculkan ide untuk Anna Armeini Rangkuti, mahasiswa doktoral Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) untuk menelitinya. Pasalnya, pelaporan oleh mahasiswa saksi bisa mencegah dan mengurangi terjadinya kecurangan.
Melalui disertasi doktoralnya, Anna mengangkat isu tersebut. Dia menilai hal ini perlu dikaji karena ada banyak mahasiswa yang menyaksikan kecurangan, tetapi tidak melaporkan.
"Kedua, adalah sensitivitas etis saksi kecurangan akademik yang mengabaikan dan menganggap peristiwa kecurangan adalah hal yang biasa akan terkikis secara bertahap," imbuhnya, dikutip dari rilis di laman UI.
Pengabaian atas kecurangan menurut Anna dapat membuat saksi menganggap bahwa hal ini bisa diterima, meski bisa makin parah dari waktu ke waktu.
Anna mengidentifikasi motif yang mendasari diamnya mahasiswa yang mengetahui atau menyaksikan kecurangan akademik. Dia menyusun analisisnya dalam penelitian berjudul "Mekanisme Pelemahan Silence Mahasiswa Saksi Kecurangan Melalui Peran Mediasi Seriousness of Academic Cheating dalam Perspektif Pengambilan Keputusan Etis".
Pada penelitiannya, Anna juga menerangkan mekanisme pelemahan silence (diam) berdasarkan perspektif pengambilan keputusan etis.
4 Motif Mahasiswa Enggan Lapor Kecurangan
Penelitian Anna berhasil mengidentifikasi empat motif utama diamnya mahasiswa saksi kecurangan akademik. Keempat motif itu adalah acquiescent atau karena merasa tidak berdaya mengubah situasi, prososial atau karena memiliki motif altruistik untuk membantu pelaku/menjaga nama baik institusi, oportunistik atau karena motif kepentingan pribadi dan tidak ingin repot dengan prosedur pelaporan kecurangan, serta defensif atau karena merasa takut dengan konsekuensi yang dihadapi apabila melapor.
Pada penelitian ini terungkap, motif proporsional dan defensif adalah yang paling dominan ketimbang dua motif lainnya.
Motif silence prososial dapat diartikan sebagai sisi empati mahasiswa yang menyaksikan kecurangan. Mahasiswa tersebut berempati kepada pelaku yang mungkin akan kesulitan apabila kecurangannya dilaporkan.
Di samping itu, motif silence prososial juga bisa dilihat dari sisi nilai budaya masyarakat kolektif di Indonesia. Kehidupan dalam budaya kolektif lebih mengutamakan keharmonisan dan solidaritas.
Bahkan, salah satu indikasi kesejahteraan psikologis individu dalam masyarakat kolektif adalah sikap dan perilaku yang mengutamakan kepentingan orang lain. Dalam hal ini tak terkecuali menolong orang lain supaya tidak kesulitan di berbagai sisi kehidupan.
Sementara, motif silence defensif ditunjukkan dengan rasa takut akan disingkirkan dari pergaulan serta akan dimusuhi mahasiswa lain jika melaporkan kecurangan akademik.
Kontribusi untuk Pihak-pihak di Pendidikan Tinggi
Penelitian dosen Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mempunyai kontribusi praktis untuk berbagai pihak yang berkaitan dengan pendidikan tinggi.
Pertama, peraturan tentang kecurangan akademik perlu mencantumkan tanggung jawab peran mahasiswa saksi secara eksplisit. Kedua, tersedianya sarana melapor yang memadai, aman, dan menjaga kerahasiaan identitas mahasiswa saksi kecurangan.
Ketiga, standardisasi regulasi yang berhubungan dengan kecurangan akademik di kelas-kelas perkuliahan serta antarfakultas. Standardisasi ini dimaksudkan supaya kesadaran kecurangan akademik, keseriusan kecurangan akademik, dan pelaporan semakin menguat dan memperbesar peluang pelaporan kecurangan.
"Terakhir, mengingat pentingnya peran persepsi keseriusan kecurangan akademik untuk melemahkan silence mahasiswa yang menyaksikan terjadinya kecurangan, maka pihak dosen pengajar dan institusi pendidikan disarankan untuk melakukan sosialisasi tentang beragam dampak serius kecurangan akademik bagi kehidupan individu, institusi, bahkan negara," tegas Anna.
Dia menekankan, kecurangan akademik adalah persoalan serius yang idealnya ditangani dengan serius oleh semua sivitas akademika.
Simak Video "Tingkatkan Kualitas Pemilu KPU Teken MoU dengan Forum Akademik"
[Gambas:Video 20detik]
(nah/nwk)