Laut Pecah Rekor Suhu Terpanas, Apa Bahayanya?

ADVERTISEMENT

Laut Pecah Rekor Suhu Terpanas, Apa Bahayanya?

Nikita Rosa - detikEdu
Sabtu, 14 Jan 2023 17:00 WIB
Residents watch the waves during a breaking swell in Saint-Leu, in the south of the French island of Reunion, Indian Ocean, on June 29, 2022, after a wave-submergence alert was declared. (Photo by Richard BOUHET / AFP) (Photo by RICHARD BOUHET/AFP via Getty Images)
Foto: AFP via Getty Images/RICHARD BOUHET
Jakarta -

Suhu laut mencapai angka tertinggi dalam sejarah. Data ilmuwan menyatakan laut sekarang menyerap 10 zettajoule (ZJ) lebih banyak daripada tahun 2021.

Data ini didapatkan dari data pada tahun 2022. Tim ilmuwan internasional mengukur suhu laut tahunan dan mendapati suhu telah menembus rekor sebelumnya.

Rekor ini didasarkan pada dua garis waktu internasional dari data panas laut sejak tahun 1950-an. Satu dilakukan oleh peneliti pemerintah di Amerika Serikat dan yang lainnya dilakukan oleh peneliti pemerintah di China.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua kumpulan data menunjukkan bahwa perairan laut yang mencapai kedalaman 2.000 meter sekarang menyerap panas 10 zettajoule (ZJ) lebih banyak daripada tahun 2021. Itu seratus kali lebih banyak energi daripada tagihan listrik dunia setiap tahun. Lautan juga memasuki tujuh tahun berturut-turut dengan suhu terpanas.

Air diketahui sangat baik dalam menyerap energi panas dalam jumlah besar tanpa menaikkan suhu dengan cepat. Terlebih lagi, lautan mengandung banyak air. Tetapi menyimpan 10 ZJ di bank samudera bukan tanpa konsekuensi.

ADVERTISEMENT

Di Bumi, lautan menyerap 90 persen kelebihan panas di atmosfer kita. Efeknya mengubah kerapatan, dinamika, dan struktur laut secara mendasar.

Perbedaan Salinitas Laut Adalah Tanda Bahaya

Saat ini, perbedaan salinitas laut telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa. Sebagai informasi, salinitas adalah kadar garam yang terlarut dalam air.

Di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia Timur, para ilmuwan mengatakan air laut menjadi air tawar. Tetapi di Samudera Atlantik garis tengah, Laut Mediterania, dan Samudera Hindia Barat, air laut menjadi jauh lebih asin.

"Daerah asin menjadi lebih asin, dan daerah air tawar menjadi lebih tawar, sehingga intensitas siklus hidrologi terus meningkat," jelas ilmuwan iklim Lijing Cheng dari Chinese Academy of Sciences dikutip dari Live Science, Jumat (13/1/2023)..

Singkatnya, lapisan air laut tidak bercampur seperti dulu dan ini dapat mengganggu sirkulasi panas, karbon, dan oksigen dari atmosfer.

Pengurangan pencampuran air ini bisa memicu peristiwa yang dikenal sebagai 'Blob', genangan air hangat yang luas dan terus-menerus di barat laut Pasifik yang mulai beredar pada tahun 2013. Blob dapat menghancurkan kehidupan burung dan laut selama bertahun-tahun yang akan datang.

Kaitan Lautan dengan Atmosfer

Lautan dan atmosfer saling berhubungan erat. Air yang lebih hangat atau lebih asin dapat mempengaruhi pola cuaca global dan kenaikan permukaan laut.

Jika air yang lebih hangat dan air yang lebih asin semakin sulit tercampur di lautan, ada risiko lautan tidak dapat menyerap karbon sebanyak dulu. Akibatnya, gas rumah kaca akan terkonsentrasi di atmosfer dan menyebabkan efek iklim yang parah.

Perairan asin di Bumi telah disebut sebagai rompi antipeluru melawan krisis iklim terburuk. Namun sejak 1980-an, para peneliti telah menemukan peningkatan tiga sampai empat kali lipat dalam tingkat pemanasan laut. Pada tahun 2022, tingkat stratifikasi yang diukur di perairan laut termasuk di antara tujuh besar yang tercatat.

"Sampai kita mencapai emisi nol bersih, pemanasan itu akan terus berlanjut, dan kita akan terus memecahkan rekor kandungan panas lautan, seperti yang kita lakukan tahun ini," kata ilmuwan iklim Michael Mann dari University of Pennsylvania.

"Kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang lautan adalah dasar tindakan untuk memerangi perubahan iklim," pungkasnya.




(nir/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads