Di era digital, masyarakat semakin mudah membagikan informasi di media sosial. Munculnya kemudahan ini diiringi tantangan yang kerap disebut dengan oversharing. Apa itu?
Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Tiara Diah Sosialita MPsi Psikolog menjelaskan, oversharing adalah kondisi ketika seseorang tidak bisa membatasi diri sendiri dalam membagikan informasi pribadinya kepada publik.
Informasi pribadi tersebut dapat berupa pencapaian, kekayaan, kesedihan, bahkan aib. Oversharing sendiri bisa dilakukan secara daring maupun luring.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun oversharing sudah menjadi hal yang dianggap wajar di masyarakat, tetapi hal ini perlu mendapat perhatian khusus. Dikarenakan ada konsekuensi yang besar dari oversharing itu sendiri," jelas Tiara dalam laman Unair, Senin (26/12/2022).
Alasan Oversharing
Menurut Tiara, orang memiliki beragam alasan untuk oversharing.
"Orang yang oversharing memiliki berbagai macam motif," terang Tiara.
Alasan tersebut misalnya memiliki trauma seperti diabaikan orang tua, perundungan, hingga tidak pernah diapresiasi. Selain itu, gangguan kecemasan dan kesepian juga bisa menimbulkan oversharing.
Jenis-jenis Oversharing
Pakar dalam bidang Kesehatan Mental Remaja itu memaparkan, ada dua jenis oversharing, yakni:
1. Oversharing Informasi Pribadi
Pertama yaitu oversharing terkait detail informasi pribadi. Misalnya foto, dokumen, hingga lokasi terkini.
2. Oversharing Emosi
Kedua yaitu oversharing terkait emosi termasuk aib diri sendiri.
Cara Mengatasi Oversharing
Terakhir, Tiara mengingatkan empat hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi oversharing, yaitu:
- Tidak reaktif dan berpikir sebelum bertindak
- Orang-orang yang impulsif diharapkan dapat menghindari media sosial ketika sedang dalam emosi negatif.
- Seseorang perlu menyelesaikan masalah dalam diri sendiri yang menjadi motif oversharing.
- Membuat interaksi luring dan me time
(nir/twu)