Melalui Forum Rektor Indonesia (29/10/2022), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa sebenarnya isu pendidikan ada empat. Isu pertama adalah kuantitas atau coverage, yakni jumlah atau besaran pendidikan yang disediakan.
"Kedua adalah akses karena besaran jumlah belum tentu menjamin semuanya mendapatkan akses," ujar Menko PMK dalam forum tersebut yang juga disiarkan dalam kanal YouTube Universitas Airlangga (Unair).
Muhadjir menyampaikan, kuantitas dan akses sangat penting, terutama untuk mengejar angka partisipasi. Terlebih, menurutnya Human Development Index dari Bank Dunia mengukur coverage dan akses, angka partisipasi, lamanya belajar di sekolah, juga kemelekhurufan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Mendikbud 2016-2019 itu menekankan bahwa tanggung jawab pemerintah adalah tidak boleh membiarkan ketimpangan pendidikan yang ada di Jawa dan di luar Jawa.
"Ketika lihat siswa-siswa yang ada di kota-kota di Jawa sudah pakai sepatu dan pegang gadget, kalo kita ke wilayah pinggiran yang jauh dari sini masih banyak yang tidak pakai sepatu dan masih keluar ingus seperti siswa-siswa tahun 60-an. Begitu lebarnya ketimpangan itu," jelas Muhadjir.
Isu Pendidikan Ketiga dan Keempat
Selanjutnya, isu pendidikan yang ketiga adalah kualitas. Menko PMK menerangkan, ketika kualitas pendidikan sudah terbangun dengan baik, maka jika akan melakukan pemerataan melalui akses, pemerataannya akan berkualitas pula.
"Kalau kita menyiapkan besaran pendidikan, kuantitasnya juga berkualitas, karena itu kualitas ini juga harus dilakukan terus menerus," kata dia.
Sementara, isu pendidikan yang terakhir adalah relevansi atau kesesuaian. Menurutnya ada dua jenis relevansi dunia pendidikan, yaitu untuk memenuhi lapangan kerja dan memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat atau social demand.
Terkait isu relevansi, Muhadjir mengingatkan para rektor perguruan tinggi untuk mencermati Perpres 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi.
Dia menambahkan, lulusan SLTA per tahun ada sekitar 3.600.000 siswa, tetapi tidak seluruhnya bisa masuk ke jenjang pendidikan tinggi.
"Yang bisa masuk ke dunia perguruan tinggi hanya 37 persen, mohon dikoreksi," tuturnya.
Kemudian, para mahasiswa yang lulus perguruan tinggi yang akan masuk ke dunia kerja per tahunnya sekitar 1.300.000 orang.
"Artinya berarti pemerintah menyiapkan lapangan kerja paling tidak per tahun harus tersedia lapangan kerja baru sekitar 3 juta," ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Muhadjir menegaskan, isu relevansi dalam pendidikan di Indonesia perlu ikut menjadi perhatian para rektor perguruan tinggi.
"Kalau sampai kita gagal mengantar usia produktif ini masuk ke dunia kerja, maka kita akan gagal memanen (yang) namanya bonus demografi itu," terangnya.
(nah/nwy)