×
Ad

7 Kata yang Hilang dari Piagam Jakarta, Apa Saja?

Nikita Rosa - detikEdu
Minggu, 30 Okt 2022 08:00 WIB
Apa 7 Kata yang Hilang dari Piagam Jakarta? (Foto: Dok. Istimewa)
Jakarta -

Pembentukan Piagam Jakarta tak lepas dari musyawarah para tokoh bangsa. Piagam jakarta sendiri adalah rumusan dasar negara Indonesia.

Piagam Jakarta, dirumuskan oleh panitia kecil bernama Panitia Sembilan. Anggota-anggota Panitia Sembilan yakni Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, A.A Maramis, Abikusno Tjokosujono, Abdul Kahar Muzakkir, Agus Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan Muhammad Yamin.

Berisi lima poin, naskah Piagam Jakarta beberapa kali melalui perubahan. Simak sejarahnya berikut.

Naskah Piagam Jakarta

Pada 22 Juni 1945, panitia sembilan mengadakan sebuah rapat untuk membahas rancangan dasar negara di kediaman Soekarno. Dalam rapat yang terjadi, banyak perbedaan pendapat dan paham antara para anggota Panitia Sembilan, terutama mengenai masalah agama dan negara.

Akhirnya ada kompromi politik dari rapat tersebut yang menghasilkan sebuah naskah rancangan pembukaan hukum dasar (pembukaan Undang-Undang dasar). "Mukadimah" merupakan kata yang diusulkan oleh Bung Karno untuk rancangan pembukaan undang-undang dasar. Kemudian Mr. Muhammad Yamin menamakannya sebagai Piagam Jakarta dikenal juga dengan istilah Jakarta Charter.

Secara garis besar, isi Piagam Jakarta sebagai rumusan dasar negara dari hasil rapat kesepakatan bersama pada 22 Juni 1945 adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Penolakan Pada Poin Pertama

Naskah Piagam Jakarta tersebut selanjutnya akan dibawa ke sidang kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 10-16 Juni 1945. Setelah sidang kedua dilaksanakan, BPUPKI dibubarkan lalu digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

PPKI diketuai oleh Sukarno, dan Wakilnya Drs. Moh. Hatta kemudian melanjutkan tugas dari BPUPKI mengenai rancangan hasil Undang-Undang Dasar. Walaupun sudah dirumuskan, rumusan tersebut masih menuai beberapa polemik.

Hatta dalam autobiografinya, Mohammad Hatta: Memoir (1979), menyebut seorang opsir Angkatan Laut Jepang (Kaigun) mendatanginya setelah naskah proklamasi dibacakan 17 Agustus 1945. Di Indonesia, Kaigun berkuasa di wilayah Indonesia timur ditambah Kalimantan.

Opsir tersebut memberitahukan wakil-wakil Protestan dan Katolik di Indonesia timur sangat keberatan dengan kalimat poin pertama Piagam Jakarta yakni:

'Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.'

Salah seorang anggota BPUPKI Ki Bagus Hadikusumo masih bersikukuh pada poin pertama Piagam Jakarta itu. Syafii Maarif dalam bukunya menyebut Soekarno sampai kewalahan menghadapi Ki Bagus yang bertahan dalam rumusan Piagam Jakarta. Sebelum sidang PPKI, Hatta kemudian meminta Teuku Muhammad Hasan wakil Aceh dalam PPKI untuk membujuk Ki Bagus.

Benedict Anderson dalam bukunya Revoloesi Pemoeda mengungkapkan, reputasi orang-orang Aceh sebagai penganut Islam yang gigih punya daya tawar tinggi untuk meluluhkan Ki Bagus untuk menerima penghapusan penyebutan Islam dalam Undang-undang Dasar 1945.

Hasan menekankan pentingnya kesatuan nasional. "Adalah sangat mutlak untuk tidak memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado, Ambon) masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha datang kembali, " tulis Ben.


Akhirnya dengan kompromi politik tersebut, naskah Piagam Jakarta berubah. 7 Kata dalam Piagam Jakarta dihilangkan. Kalimat pengiring Ketuhanan dalam poin pertama dihilangkan diganti atribut 'Yang Maha Esa'.



Simak Video "Video: Momen Puan Bacakan Ikrar Hari Kesaktian Pancasila 2025"

(nir/nwy)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork