Kisah ini diceritakan Alqamah bin Martsad sebagaimana ditulis oleh Imam Ibnul Jauzi dalam 'Uyun Al-Hikayat Min Qashash As-Shalihin wa Nawadir Az-Zahidin dan diterjemahkan oleh Abdul Hayyi Al-Kattani.
Pertama, Amir bin Abdillah. Ia adalah orang yang mendapat godaan iblis dengan wujud ular ketika dia salat. Ular tersebut akan masuk dari bagian bawah baju gamisnya, lalu keluar dari bagian atasnya. Namun, iblis tersebut tidak dapat menggodanya sedikit pun.
Amir mengaku malu kepada Allah jika ia sampai takut dengan selain-Nya. Ia pun menangis ketika maut akan menjemputnya. Kemudian, ada seseorang yang bertanya kepadanya apakah ia takut akan kematian sehingga membuatnya menangis.
Amir menjawab, "Mengapa saya tidak menangis? Siapa yang lebih patut menangis dibanding diriku? Demi Allah saya tidak akan menangis karena takut mati, juga bukan karena ingin mendapatkan dunia kalian, namun saya menangis karena akan meninggalkan kebiasaan berpuasa pada saat musim panas, dan salat malam di musim dingin yang sangat berat."
Ia pun sering berdoa dengan mengucap," Ya Allah, di dunia terdapat kesulitan dan kesedihan. Sementara di akhirat terdapat azab dan hisab, maka di manakah kesenangan dan kebahagiaan?"
Selanjutnya, Ar-Rabi' bin Khutsaim. Semasa hidupnya, ia menderita penyakit lumpuh, tapi tidak berobat. Ketika ditanya alasan di balik itu, ia menjawab:
"Saya tahu obat adalah sesuatu yang benar. Namun saya teringat kisah Aad dan Tsamud serta waktu-waktu di antara mereka yang banyak. Di tengah mereka terjadi kelaparan, di antara mereka terdapat dokter. Namun tetap saja tidak ada yang tersisa, baik yang mengobati maupun yang diobati!"
Kemudian, ada yang bertanya kepadanya mengenai kondisinya saat bangun. Ar-Rabi' menjawab, "Saya bangun dalam keadaan sebagai orang yang lemah dan penuh dosa, sambil memakan rezeki kita dan menunggu kematian kita."
Ia juga mengatakan apabila Abdullah bin Mas'ud melihatnya, dia membaca. "Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS Al Hajj: 37). Ketahuilah, sungguh apabila Muhammad SAW melihatmu, niscaya dia akan mencintaimu."
Beda halnya dengan Abu Muslim Al-Khaulani. Ia tidak pernah duduk bersama seseorang yang berbicara tentang suatu perkara yang berkaitan dengan dunia. Sebab, ketika ada orang yang mengatakan hal itu, ia akan pergi dari tempat tersebut.
Ia pernah mengatakan, "Saya sudah melihat garis akhir. Dan setiap orang yang akan berjalan akan melihat garis akhir. Dan seluruh akhir orang yang berjalan di dunia adalah kematian, dia menjadi orang yang mendahului atau didahului."
Sementara itu, Aswad bin Yazid adalah orang yang terkenal sangat gigih dalam beribadah. Dia berpuasa hingga tubuhnya menghijau dan menguning. Kemudian, Alqamah bin Martsad bertanya kepadanya, "Seberapa besar engkau menyiksa tubuhmu ini?"
Aswad menjawab, "Perkara yang dituju adalah sangat penting. Dan saya menginginkan agar tubuh ini selamat."
Aswad juga diketahui telah menunaikan ibadah haji sebanyak 80 kali. Saat sakaratul maut dia pun menangis. Lalu ada orang yang bertanya kepadanya mengapa dia menangis.
Dia kemudian menjawab, "Mengapa saya tidak menangis? Siapa yang lebih pantas untuk menangis dibanding saya? Demi Allah, seandainya saya mendapatkan ampunan dari Allah SWT, niscaya saya merasa sangat malu karena kekurangan dan kesalahan yang telah saya perbuat terhadap-Nya. Karena seorang lelaki saja, jika dia berbuat salah kepada orang lain, dengan kesalahan yang kecil, kemudian orang itu memaafkannya, dia tidak akan tetap merasa malu terhadapnya setelah itu."
Selanjutnya, Masruq bin Al-Ajda'. Menurut cerita istrinya, Masruq adalah orang yang mengerjakan salat hingga kedua kakinya bengkak karena terlalu lama berdiri.
Kemudian, saat sakaratul maut datang ia pun menangis. Lalu berkata, "Bagaimana mungkin saya tidak menangis, karena sebentar lagi akan datang waktunya saya tidak tahu kemana Allah akan memasukkan diriku? Di depanku terbentang dua jalan, dan saya tidak tahu apakah saya ke surga atau ke neraka?"
Keenam, Hasan Al-Bashri. Ia dikenal sebagai orang yang lebih sering bersedih seperti orang yang baru mendapatkan musibah besar. Bahkan, tidak ada orang lain yang melebihi kesedihannya.
Ia pun berkata, "Kita tertawa sementara kita tidak tahu barangkali Allah SWT telah melihat amal-amal ibadah kita, kemudian Dia berkata, 'Aku tidak menerima sedikit pun amal ibadah kalian!' Celakalah kalian anak Adam, apakah engkau mempunyai kekuatan untuk memerangi Allah?"
Hasan Al-Bashri juga mengaku sudah melihat banyak orang yang memperlakukan dunia dengan melihatnya tak lebih berharga dari tanah yang ia injak. Ia juga melihat orang-orang yang tidak memiliki persediaan makanan selain untuk makan hari itu saja.
Orang zuhud generasi pertama selanjutnya adalah Uwais Al-Qarani. Keluarganya menyangka dia orang gila. Hingga mereka pun memutuskan untuk membangunkan rumah untuknya dan bertahun-tahun tidak ada orang yang melihat wajahnya.
Setiap harinya, Uwais Al-Qarani makan biji kurma yang dibuang oleh orang-orang. Ketika sore hari, dia menjual biji kurma tersebut untuk keperluan sarapannya jika kondisinya bagus. Namun, jika biji yang ia kumpulkan buruk, ia memilih untuk menyimpannya untuk sarapan sendiri.
Uwais Al-Qarani begitu mulia. Disebutkan dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, "Dengan syafaatnya (Uwais Al-Qarani), masuk surga orang-orang yang banyaknya seperti suku Rabi'ah dan Mudhar."
Ia juga pernah memberikan wasiat kepada Haram bin Hayyan. Ia mengatakan, "Hai Ibnu Hayyan, Hayyan bapakmu sudah mati, dan engkau pun pasti akan mati juga. Kemungkinan engkau akan masuk surga dan bisa juga masuk neraka. Nenek moyangmu, Adam, juga telah mati. Juga ibumu, Hawa, telah mati."
Ia melanjutkan, "Hai Ibnu Hayyan, Nabiyullah Nuh telah mati. Juga Ibrahim khalilullah telah mati. Musa yang bergelar najiyullah juga telah mati. Dawud yang khalifah Allah juga telah mati. Serta Nabi Muhammad SAW telah mati. Juga Aku Bakar khalifah Rasulullah telah mati. Dan telah mati pula saudaraku Umar bin Al-Khattab."
Ia pun berwasiat agar berpegang pada Kitab Allah dan berbelasungkawa terhadap para Rasul dan orang-orang yang beriman yang saleh. Ia juga berpesan agar mengingat kematian selama masih hidup.
(kri/lus)