Mikroorganisme dan Peran Strategisnya dalam Biorefineri

ADVERTISEMENT

Mikroorganisme dan Peran Strategisnya dalam Biorefineri

Ahmad Thontowi - detikEdu
Rabu, 18 Mei 2022 08:00 WIB
Ahmad Thontowi
Ahmad Thontowi
Ahmad Thontowi adalah seorang peneliti ahli madya di Badan Riset Inovasi Nasional. Bekerja di Pusat Riset Mikrobiologi Terapan, Ahmad Thontowi memiliki kepakaran dalam bidang bioteknologi, bioproses serta biokatalis.
Logo BRIN (Dok. @brin_Indonesia)
Foto: Logo BRIN (Dok. @brin_Indonesia)
Jakarta -

Kilang minyak atau oil refinery adalah industri yang mengolah minyak mentah menjadi produk yang bisa langsung digunakan maupun produk-produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Namun dalam perkembangannya ada tantangan dan masalah penggunaan minyak sebagai bahan baku industri.

Paling tidak ada dua hal masalah penting tersebut, yaitu ketersediaan bahan baku minyak bumi yang semakin berkurang dan masalah lingkungan. Kita mengetahui bersama bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, industri membutuhkan bahan baku yang aman dan berkelanjutan.

Dalam beberapa tahun ini terjadi permasalahan dunia terkait bahan baku minyak yang terus menurun produktivitasnya. Hal ini berdampak pada ketahanan enargi dan ketersediaan beberapa produk yang berbahan dasar minyak bumi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isu global lainnya adalah pencemaran lingkungan dan global climate change. Strategi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan upaya mengurangi emisi karbon dioksida (CO2). Upaya ini telah menjadi fokus utama saat ini dalam industri bahan kimia.

Di tengah permasalahan tersebut serta adanya tuntutan ekonomi berbasis hayati (bio-based economy), maka biorefineri memberikan alternatif yang menjanjikan. Pemanfaatan sumber daya hayati (biomassa tanaman, mikoorganisme, dan enzim) yang efisien dan berkelanjutan dapat ditingkatkan dengan menggunakan proses biorefineri secara terintegrasi.

ADVERTISEMENT

Selain itu, produk berbasis biorefineri (bioproduk) akan membentuk fondasi ekonomi berbasis hayati di masa depan. Tujuan akhir dari konsep ini adalah pemanfaatan biomassa secara efisien dan berkelanjutan untuk pemanfaatannya baik pangan maupun non-pangan.

Arthur Ragauskas berpendapat bahwa dengan terintegrasinya agroenergi dan teknologi manufaktur biorefineri mampu menawarkan potensi pengembangan bioenergi (energi berbasis hayati) dan biomaterial (material baru berbasis hayati) berkelanjutan yang akan mengarah pada paradigma manufaktur baru, yaitu dari oil refineri menuju biorefineri.

Hingga saat ini, sekitar 500 fasilitas biorefineri dioperasikan di seluruh dunia. Namun, lebih dari setengah biorefineri telah dipusatkan pada produksi biofuel termasuk bioethanol dan biodiesel. Produksi keduanya menggunakan bahan baku generasi pertama seperti substrat pakan murni, karbohidrat, minyak, dan lemak. Artinya, masih terbuka potensi pengembangan bioproduk lainnya selain biofuel.

Pengembangan biorefineri di Indonesia >>>

Bagaimanakah perkembangan biorefineri di Indonesia? Indonesia dengan sumber daya hayati-nya tentu sangat berpotensi bagi pengembangannya. Bahkan pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan implementasi ekonomi sirkular yang diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca Covid-19.

Langkah ini dilakukan dengan penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya hayati (Bapenas RI, 2021).

Pergeseran paradigma dari ekonomi berbasis minyak ke ekonomi berbasis sumber daya terbarukan (biorefineri) harus ditunjang dengan riset dan inovasi. Riset yang mampu mengintegrasikan potensi biomasa, sumber daya hayati lainnya, dan teknologi yang dibutuhkan bagi keberhasilan pengembangan bioproduk yang berkelanjutan.

Untuk itu dalam tulisan ini akan difokuskan pada kajian terkait aplikasi konsep biorefineri untuk menghasilkan bioproduk berkelanjutan dengan pendekatan bioteknologi.

International Energy Agency (IEA) mendefinisikan biorefineri sebagai proses pengolahan berkelanjutan dari biomasa menjadi berbagai bioproduk dan bioenergi yang dapat dikomersialkan. Produk yang memiliki potensi pasar antara lain makanan, pakan, bahan kimia, bahan, bahan bakar cair, energi, bahan mineral, karbon dioksida dan bioenergi.

Pengembangan biorefineri dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, biorefineri menggunakan bahan baku dengan kapasitas pemrosesan tetap untuk menghasilkan produk primer. Contoh pada fase ini adalah biodiesel dari minyak nabati, pabrik pulp dan kertas, dan produksi etanol dari biji jagung.

Pada fase ke II proses biokilang masih menggunakan satu bahan baku, tetapi mampu menghasilkan berbagai produk. Sebagai contoh pada fase ini adalah produksi berbagai bahan kimia dari pati dan produksi berbagai turunan karbohidrat dan bioetanol dari biji-bijian serealia.

Pada fase III proses biokilang dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan baku, teknologi pemrosesan dan menghasilkan berbagai jenis produk. Pada fase ini digolongkan dalam empat katagori yaitu 1. Biorefineri tanaman utuh, 2. Biorefinery hijau, 3. Biorefinery Lignoselulosa, 4. Biorefinery dengan konsep dua platform.

Ketiga fase biorefineri tersebut mempunyai kesamaan, yaitu pemanfaatan biomassa dan penggunaan mikroba sebagai pabrik penghasil bioproduk (the microbial cell factory/MFC).

MFC berperan dalam proses hidrolisis biomasa menjadi gula sederhana dengan menghasilkan enzim/biokatalis, dan konversi gula-gula sederhana menjadi bioproduk. Pembahasan terkait MFC akan dipaparkan pada bahasan selanjutnya.

Biomasa tanaman mengandung lignoselulosa. Indonesia merupakan negara yang berlimpah dari jenis dan jumlah akan bahan lignoselulosa. Masing-masing jenis biomasa dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam konversi menjadi bioproduk, biofuel dan biomaterial lainnya.

Komponen utama bahan lignoselulosa adalah karbohidrat, termasuk selulosa dan hemiselulosa, serta lignin. Agar dapat menggunakan setiap komponen secara efektif, struktur harus diubah atau dibongkar.

Biomassa memiliki potensi besar dan dapat diubah lebih lanjut menjadi bahan fungsional untuk produk antara dan produk akhir. Tergantung pada aplikasinya, produk biologis yang berasal dari biomassa lignoselulosa dapat digunakan dalam berbagai aplikasi.

Pemanfaatan sumber daya hayati harus memperhatikan potensi yang ada di masing-masing negara. Ini akan memungkinkan penggunaan biomassa secara ekonomis dan ramah lingkungan. Bahkan saat ini telah banyak dikembangkan biomasa zero waste untuk dimanfaatkan dalam menghasilkan bioproduk.

Komponen utama bahan lignoselulosa adalah karbohidrat, termasuk selulosa dan hemiselulosa, serta lignin. Agar dapat menggunakan setiap komponen secara efektif, struktur harus diubah atau dibongkar.

Biomassa memiliki potensi besar dan dapat diubah lebih lanjut menjadi bahan fungsional untuk produk antara dan produk akhir. Tergantung pada aplikasinya, produk biologis yang berasal dari biomassa lignoselulosa dapat digunakan dalam berbagai aplikasi.

Pemanfaatan sumber daya hayati harus memperhatikan potensi yang ada di masing-masing negara. Ini akan memungkinkan penggunaan biomassa secara ekonomis dan ramah lingkungan. Bahkan saat ini telah banyak dikembangkan biomasa zero waste untuk dimanfaatkan dalam menghasilkan bioproduk.



Simak Video "Video Nyobain Animalium BRIN!"
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads