Takwa Artifisial dan Toleransi

ADVERTISEMENT

Kolom Ramadan

Takwa Artifisial dan Toleransi

Abbas - detikEdu
Rabu, 27 Apr 2022 06:02 WIB
Abbas, Pengurus NUCare-Lazis Nahdlatul Ulama United Kingdom
Foto: Dokumen pribadi Abbas
Jakarta -

Puasa adalah ibadah rahasia yang perintah pelaksanaanya bermuara pada maqam takwa. Dalam KBBI online takwa didefenisikan sebagai i) terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, ii) keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya dan iii) kesalehan hidup.

Tiga serangkai defenisi yang kemiripannya sangat dekat dan tak dapat dipisahkan, karena pada dasarnya orang yang sudah insaf tergambar dalam ketaatannya pada perintah serta menjauhi larangan dan kesimpulan umum pada manusia yang melakoninya adalah orang yang saleh.

Sementara riwayat yang mashur untuk menggambarkan makna kata takwa selalu merujuk pada sebuah diskusi antara khalifah Umar bin Khattab ra dengan sahabatnya Ubay bin Ka'ab ra. Dalam diskusi kedua sahabat nabi tersebut, tergambarkan hakikat takwa sebagai sikap penuh kewaspadaan atau hati-hati dalam menjalani hidup. Mereka berdua mengibaratkan seseorang yang berjalan pada jalan setapak yang penuh duri, menjadi sangat penting baginya untuk melalui jalan setapak penuh duri tersebut dilakukan dengan ekstra hati-hati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika kehidupan setiap manusia dianalogikan seperti riuhnya lalu lintas di jalan raya, maka ketakwaan menjadi penting bagi setiap pengendara untuk memastikan dirinya tidak mengalami kecelakaan atau mencelakai orang lain. Dan, karena sifat manusia yang mudah lalai dan lupa, maka sepanjang perjalanan dilengkapi dengan rambu-rambu lalu-lintas untuk mengingatkan setiap pengendara akan bahaya yang mengintai setiap detik. Demikian halnya dalam hidup manusia, setiap saat godaan akan menghampiri untuk menggelincirkan manusia dari jalur kesalehan hidupnya. Sehingga rambu itupun sangat diperlukan. Beruntungnya, itu sering ditemukan dalam bulan ini.

Pada beberapa tempat dalam Alquran, juga terdapat beberapa penjelasan tentang karakter yang dimiliki oleh orang bertakwa, di antaranya pada surah Ali-Imran ayat 134 dan 135 yang merinci beberapa karakter dari orang yang bertakwa. Dua hal dari rincian tersebut adalah mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. Sudahkah kita mensifati dua karakter ini jelang berakhirnya bulan Ramadhan? Ataukah ketakwaan yang kita tampilkan selama ini, tidak lebih dari sekedar simbol, pseudo, atau bahkan artifisial saja? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing-masing.

ADVERTISEMENT

Takwa, Kadar Iman dan Perbedaan


Menilik beberapa ayat Alquran yang ujungnya adalah takwa, umumnya diawali dengan seruan kepada orang-orang yang beriman untuk melaksanakan suatu perintah. Demikian pula perintah puasa dalam surah Al-baqarah ayat 183. Sementara kadar keimanan hamba Tuhan terbagi atas beberapa keadaan yang secara umum sering kita dengar dengan kalimat dapat bertambah atau dapat berkurang.

Gambarannya di dalam alam semesta mungkin kurang lebih mirip dengan semua unsur atom kaitannya dengan konfigurasi elektronnya. Sejumlah atom, cenderung untuk melepaskan elektron, sebagian yang lainnya memiliki sifat sebaliknya dan mayoritas yang lainnya selalu dalam kondisi yang stabil (tetap).

Kadar keimanan seorang manusia tak dapat diterka oleh manusia yang lain. Sama rahasianya dengan ibadah puasa yang dijalankannya. Sifat iman yang abstrak ini mengajarkan kita untuk menerima bahwa kadar keimanan yang kita miliki tak harus selalu sama dengan orang lain. Dan tidak ada persoalan dengan hal itu. Sikap toleran pada aplikasi keimanan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang berbeda pun menjadi hal yang normal, karena perbedaan pendapat dianggap sebagai rahmat dari Tuhan. Bahkan sikap toleran sangat dianjurkan untuk diberikan tidak hanya kepada sesama muslim, tetapi juga dengan umat yang memiliki keyakinan berbeda.

Telah menjadi tolerankah kita, setelah melalui dua per tiga Ramadhan? Mampukah kita menerima perbedaan pendapat dalam menjalankan syariat agama yang kita anut? Relakah kita dengan pendapat dan pemikiran saudara kita yang tak sehaluan? Atau jangan-jangan kita masih kanak-kanak yang enggan menerima dan mengakui ada paham yang berbeda dalam ajaran yang sama yang kita anut. Atau semua yang tampak sangat sejuk dan damai hanya artifisial saja. Ibarat ranjau yang terpendam dalam tanah. Terlihat sangat aman karena pemicunya tidak tersentuh. Masih tersisa sepertiga Ramadhan untuk bersama merefleksikan hal tersebut.

Akan sangat elok hasilnya, jika ramadhan dengan drill selama 30 hari siang dan malam (puasa dan tarawih) mampu menebalkan sikap toleransi yang kita miliki, sebagai bagian dari karakter orang yang bertakwa. Latihan dalam kondisi ekstrim (sangat berbeda) selama berpuasa satu bulan penuh hendaknya menjadikan kita semakin awas (hati-hati) pada setiap tindakan yang diambil. Khususnya jika tindakan tersebut berkaitan dengan orang lain. Bukankah dalam kitab shahih Bukhari Rasulullah Saw., telah mengajarkan bahwa seorang muslim yang baik adalah mereka yang mampu menjaga lisan dan tangannya sehingga tidak mencelakai saudaranya.

Meraih takwa mungkin tidak selalu dengan banyak melihat keluar. Sebagai kombinasi sejumlah atom di dalam semesta, setiap individu eloknya melihat ke dalam diri masing-masing (refleksi). Agar dapat memahami struktur elektron yang dimiliki.

Adakah konfigurasinya cenderung untuk menerima elektron atau harus membagi kelebihan elektron miliknya. Muaranya tentu saja adalah kondisi atom-atom yang stabil atau lingkungan (masyarakat) yang harmonis.

Senada dengan proses reaksi pada perpindahan elektron suatu atom yang selalu melibatkan energi dan panas (kalor) untuk mencapai kondisi stabil, pun dalam mengupayakan masyarakat yang aman dan damai, dibutuhkan energi yang besar dalam bentuk upaya (kerja keras) bersama dan seringkali timbul gesekan (suasana panas) dalam proses pelaksanaannya.

Namun demikian, pada kedua proses tersebut tidak mensyaratkan adanya kegaduhan. Apalagi hingga menimbulkan korban yang mencederai pihak tertentu. Anda boleh tidak sepaham dengan kami. Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga kita menjadi hamba yang takwa.

Abbas

Penulis adalah PhD Student di Chemical Engineering Loughborough University UK

Pengurus NUCare-Lazis Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)




(erd/erd)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads