Sewaktu masih bocah, saya pernah mengira Tuhan adalah sesosok pria tua dengan rambut beruban yang sedang membuka kedua tangannya. Ia saya temukan dalam lembaran sebuah majalah religi. Tentu saja saya keliru, entah siapa pria yang nampang di majalah itu.
Rupanya saya tidak sendiri. Seseorang di Twitter pernah mengaku mengira Tuhan adalah orang yang ada di balik buku Iqra--buku panduan belajar mengaji paling popular hingga sekarang. Dari sini kita tahu, cerita masa kecil kebanyakan orang ialah gambaran naif dari embrio keimanan. Semua orang, pada awalnya, memang belum mengenal Tuhan-nya.
Inilah yang mungkin bisa disebut sebagai 'persentuhan pertama manusia ketika berkenalan dengan Tuhannya'. Manusia pertama-tama akan selalu membayangkan Tuhan seperti dirinya. Sesuatu yang jelas menjadi haram dalam hukum tauhid Islam yang konservatif. Tapi keimanan bukan sesuatu yang bisa ditumbuhkan dengan cara instan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak banyak orang yang mau mengakui fase awal manusia dalam mencari buah keimanannya ini. Tetapi ada orang yang berani menegaskan itu sebagai pengalaman spiritual yang lumrah bagi setiap manusia. Orang itu adalah Reza Aslan, penulis buku 'Tuhan: Sebuah Sejarah Manusia' (selanjutnya disebut buku Tuhan). Buku Tuhan adalah buku sejarah yang mengisahkan tentang bagaimana manusia selalu berhasrat untuk mencitrakan Tuhan dengan hal-hal yang manusiawi. Ternyata ini tak terlepas dari budaya manusia.
Dalam buku Tuhan, Reza juga bercerita soal pengalaman spiritualnya saat masih bocah. Ia mengira Tuhan seperti seorang pria yang lebih tua ketimbang ayahnya. Bertahun-tahun kemudian, ia sadar tentang kenaifannya itu. Pengalaman ini menjadi pijakan bagi Reza untuk menjelajah lebih jauh demi mengenal Tuhan.
Kita diajak untuk menengok jejak-jejak nenek moyang kita pada dinding gua-gua purba. Kehendak manusia untuk bertuhan sudah ada sejak zaman purba itu. Inilah ekspresi religius manusia yang paling awal. Coretan-coretan di dinding gua menjadi 'kitab suci' awal dalam perjalanan umat manusia dalam mengenali Tuhannya. Pencarian tersebut pada akhirnya mengantarkan kita kepada apa yang kini disebut sebagai agama.
Zaman berganti. Fajar zaman pencerahan telah menyingsing. Perdebatan tentang asal-usul agama pun memasuki era ketika semua jawaban mestinya bisa dijawab dengan penelitian ilmiah. Periode ini juga bertepatan dengan era Charles Darwin dan teori evolusinya. Teori evolusi telah begitu menghegemoni. Reza lantas mengajak kita mencoba mencari tahu asal-usul agama lewat teori evolusi Darwin. Dan menyorongkan hipotesis bahwa agama ada karena keuntungan adaptif, agama ada untuk membuat manusia terus bertahan hidup sampai sekarang.
Reza Aslan mencoba mengelaborasi kaitan agama dan keuntungan adaptif dengan gagasan dari Edward Burnett Tylor hingga Sigmund Freud. Teori--apalagi tentang tema berat soal ketuhanan dan agama--memang bukan sesuatu yang lezat untuk dilahap oleh otak. Tapi Reza mampu memaparkan tema-tema ini dengan enteng saja.
***
Sejauh pembacaan saya, buku Tuhan ditulis dengan narasi yang begitu renyah. Reza seolah tahu apa yang diperlukan pembaca awam seperti saya. Meskipun temanya cukup sophiscated, tapi pembahasannya dituturkan dengan gaya yang berlapis-lapis.
Buku ini juga mengingatkan saya pada buku Sejarah Tuhan karya Karen Amstrong yang telah menjadi literatur klasik dalam kajian tentang agama dan ketuhanan. Kendati demikian, setidaknya menurut saya, buku Tuhan yang ditulis Reza Aslan adalah buku yang lebih mangkus dan sangkil dalam menjelaskan riwayat kebertuhanan manusia.
Jika Anda dirundung tanya tentang misteri Tuhan, buku Tuhan bisa jadi teman duduk yang baik. Setelah membaca buku ini, saya tak bisa menjamin pengalaman kebertuhanan Anda tidak berubah.
Judul Buku : Tuhan, Sebuah Sejarah Manusia
Penulis : Reza Aslan
Halaman: 314 halaman
Penerjemah: M Iqbal Suma
Penerbit : Globalindo
Cetakan Pertama : 2021
(rdp/erd)