Koordinator Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar Dwi Hartanto menjelaskan fenomena waterspout yang terjadi karena awan kumulonimbus dan meminta warga untuk berhati-hati.
"Ya warga harap berhati-hati, jangan mendekat ke pusaran tersebut," kata Dwi Hartanto kepada wartawan.
Meski dianggap sebagai puting beliung, namun fenomena waterspout sebenarnya berbeda, lho. Lantas apa itu waterspout?
Pengertian Waterspout
Melansir laman BMKG, waterspout merupakan fenomena alam yang identik dengan fenomena puting beliung tetapi terjadi di atas permukaan air yang luas. Fenomena waterspout terbentuk dari sistem awan cumulonimbus (CB). Namun demikian, tidak semua awan CB dapat menimbulkan fenomena waterspout.
Terbentuknya waterspout oleh awan CB tergantung pada kondisi labilitas atmosfer. Keberadaan awan CB juga dapat mengindikasi adanya potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang.
Ciri-Ciri Fenomena Waterspout
Adapun dalam penjelasan BMKG, ciri-ciri atau karakteristik waterspout adalah sebagai berikut:
- Kejadiannya bersifat lokal
- Terjadi dalam periode waktu yang singkat, umumnya sekitar kurang lebih 10 menit
- Lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, dan terkadang menjelang malam hari
- Hanya muncul dari sistem awan Cumulonimbus (CB), tetapi tidak semua awan CB dapat menimbulkan fenomena waterspout
- Kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali di tempat yang sama dalam waktu yang dekat
Sejarah Munculnya Waterspout Pertama
Fenomena alam waterspout ini bukanlah hal baru, sebelumnya di Indonesia pernah terjadi pada awal tahun 2021, yakni di waduk Gajah Mungkur, Wonogiri serta pada Juni 2021 di Banyuwangi, Jawa Timur
Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa fenomena ini telah terjadi sejak lama bahkan membawa misteri dan ketakutan.
Dikutip dari Marine Insight, catatan mengenai fenomena waterspout tertua terjadi pada 24 Agustus 1456 di wilayah laut dekat Ancona, Italia.
Catatan lain tentang fenomena waterspout terjadi pada 1555 yang menyebabkan kerusakan di Grand Harbour Valetta, Malta. Tidak hanya itu, waterspout juga mengakibatkan adanya korban jiwa mencapai ratusan dan menenggelamkan empat galangan kapal.
Bedanya dengan Puting Beliung
Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer-BRIN, Erma Yulihastin menjelaskan perbedaan waterspout dengan puting beliung pada umumnya.
Dijelaskan Erma bahwa fenomena waterspout hanya terjadi ketika ada kontak angin dengan air. Skala angin waterspout tergolong mikro, sehingga fenomena ini umumnya hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lain-lain.
Sedangkan puting beliung, menurut ahli tornado keturunan Jepang Tetsuya Fujita dari Universitas Chicago memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Skala Fujita-2).
"Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam," tuturErma dikutip dari situs resmi LAPAN.
Menurut Erma, fenomena waterspout yang dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat sangat jarang ditemui. Namun, waterspout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.
Hal itu dikarenakan kelembapan atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas.
(faz/pay)