Jakarta -
Duka mendalam mewarnai negeri ini saat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengumumkan, kapal selam KRI Nanggala-402 tenggelam dan seluruh awaknya gugur Minggu (25/4/2021) lalu.
Tim pencari menemukan kapal yang dibeli dari Jerman pada 1981 tersebut berada di dasar laut dengan kedalaman 838 meter di utara Pulau Bali. KRI Nanggala-402 terlihat terbelah menjadi tiga bagian.
Bersama KRI Cakra-401, kapal selam yang dikomandani Letkol Laut (P) Heri Oktavian ini merupakan kapal selam ke-13 dan 14 yang pernah dimiliki TNI AL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara kapal selam pertama Indonesia juga dengan nama yang sama RI Tjakra dan RI Nanggala merupakan buatan Uni Soviet. Kapal-kapal ini bergabung dengan armada kapal perang Indonesia pada September 1959.
Setelah persetujuan pembelian kapal selam dicapai pada 1957, tahun berikutnya bakal awak kapal perang dikirim untuk belajar dan dididik di Gdynia, Polandia.
Lalu siapa perwira yang ditunjuk memimpin awak kapal selam yang baru dibeli itu?
Raden Pandji Poernomo yang saat itu berpangkat Mayor Laut ditunjuk memimpin rombongan prajurit untuk mengikuti pendidikan kapal selam di Polandia.
Kepala Staf Angkatan Laut saat itu Laksamana Madya Raden Soebijakto mempertimbangkan pengalaman RP Poernomo yang pernah mengenyam pendidikan perwira torpedo saat berlatih di atas kapal selam Belanda.
 Mayor Laut RP Poernomo pimpinan angkatan pertama spesialisasi kapal selam sedang mengikuti latihan berlayar diatas kapal selam Uni Soviet di laut Baltik, 1958 Foto: (Dispen ALRI) |
Putra RP Poernomo, Raditya Poernomo mengungkapkan ayahnya pernah disekolahkan di School voor Torpedo Officieren di Angkatan Laut Kerajaan atau Koninklijk Instituut voor de Marine (KIM) Den Helder, Belanda.
"Kemudian diteruskan Torpedo Control Course and Motor Boats Royal Navy Angkatan Laut Kerajaan Inggris, di Portsmouth dan Plymouth, United Kingdom pada 1952 sampai 1953," ujar Raditya pada detikEdu, Selasa (27/4/2021).
RP Poernomo adalah perwira kelahiran Surabaya, 18 Agustus 1926. Lulusan Sekolah Pelayaran Tinggi ini pada masa Perang Dunia II pernah menjadi Anak Buah Kapal Mualim Kapal Angkut Jepang MV Sakura Maru 26.
Saat proklamasi kemerdekaan RP Poernomo ikut berjuang membentuk BKR Laut atau pasukan "L" yang merupakan cikal bakal TNI AL di Modderlust, Ujung Surabaya. "Ayah juga ikut pertempuran Surabaya dan bergabung dengan BKR Laut," ujar Raditya.
RP Poernomo mendapatkan NRP : 83/P kemudian ditugaskan di Markas Tertinggi Angkatan Laut di Lawang, Jawa Timur. Setelah itu sejumlah pendidikan diikutinya seperti Pendidikan Latihan Opsir di Kalibakung Jawa Tengah dan Pendidikan Special Operations Kementerian Pertahanan RI di bawah pimpinan Mayor Laut RE.Martadinata, di Sarangan Jawa Timur.
Suami dari Aminarti ini lalu ditempatkan di kantor Delegasi RI di Jakarta sebagai perwira penghubung pada Central Joint Board yang saat itu diduduki Belanda.
Penugasannya di kapal perang diawali pada 1950 sebagai perwira artileri di RI Hang Tuah. RI Hang Tuah merupakan korvet pertama yang dimiliki Angkatan Laut RI. Posisinya kemudian berpindah menjadi Perwira Operasi Komando Daerah Maritim Djakarta. Setelah itu dikirim untuk belajar ke Belanda dan Inggris.
Sepulang pendidikan dari Eropa, RP Poernomo ditugaskan jadi Perwira Torpedo RI Gadjah Mada kapal perusak pertama milik Angkatan Laut. Dia juga pernah menjadi Kepala Divisi atau Instruktur Torpedo Senjata Bawah Air di AAL Surabaya dan Panglima Komando Daerah Maritim Surabaya.
Dengan segudang pengalaman RP Poernomo berurusan dengan torpedo, pimpinan AL tak ragu menunjuknya memimpin 112 calon awak kapal selam berangkat menuju Polandia pada 5 Agustus 1958.
Selanjutnya Mayor Laut R.P. Poernomo ditunjuk jadi komandan
KLIK SELANJUTNYA UNTUK MEMBACA
Setelah satu tahun berada di Polandia, calon awak kapal selam pertama kembali ke Indonesia dengan kapal RI Morotai. Sebulan kemudian dua kapal selam kelas Whiskey dari Uni Soviet tiba di dermaga Ujung Surabaya.
Penyematan Hiu Kencana tanda Brevet Kapal Selam pertama kali kepada semua awak kapal selam yang baru tiba dari Polandia kemudian digelar pada 11 September 1959.
Sehari kemudian diadakan serah terima dua kapal selam dari pemerintah Uni Soviet pada pemerintah Indonesia yang diwakili Kepala Staf Angkatan Laut Kolonel Raden Eddy Martadinata. Kedua kapal selam itu diberi nama RI Tjakra-401 dan RI Nanggala-403.
Tanggal ini tiap tahun diperingati sebagai hari lahir Korps Hiu Kencana. Mayor RP Poernomo kemudian ditunjuk menjadi Komandan Divisi Kapal Selam selanjutnya Komandan Djenis Kapal Selam merangkap Komandan RI Tjakra. Sementara Mayor O.P Koesno menjadi Komandan RI Nanggala.
 Saat bersejarah upacara penyerahan dua kapal selam ALRI dari pemerintah Uni Soviet kepada Pemerintah Indonesia, yaitu RI Tjakra dengan komandan Mayor R.P.Poernomo (tanda tangan) dan RI Nanggala dengan komandan Mayor OP Koesno, 12 September 1959, Surabaya. Hari yang bersejarah ini kemudian diperingati sebagai hari lahir Korps Hiu Kencana. Foto: Dispen ALRI |
Mayor RP Poernomo langsung membawa kapal-kapal selam ini unjuk gigi di depan Presiden Sukarno dalam Operasi Angkatan Tugas Gabungan 45 di Teluk Jakarta dalam rangka hari Angkatan Perang ke-14 pada 26 September 1959.
"Operasi ini merupakan latihan gabungan dari semua unsur tempur ALRI. Mendaratkan pasukan dari laut adalah suatu problem operasi yang sulit. Dibutuhkan seni operasi darat, laut dan udara," ujar RP Poernomo pada upacara peringatan 1 tahun Divisi Kapal Selam dari Buku Sewindu Komando Djenis Kapal Selam.
Menurut RP Poernomo kapal selam mempunyai peranan penting dalam kedua operasi ini seprti mengamankan alur lintas bagi kapal-kapal pendarat, mendaratkan pasukan khusus secara senyap dan menghancurkan kapal pendarat lawan di perbatasan, daerah cegat jauh dari pantai.
"Operasi ini sukses dan sekaligus memperkenalkan kepada masyarakat Jakarta, RI Tjakra dan RI Nanggala. Pers musuh gempar, kuatir akan kekuatan Indonesia yang smakin besar.Tapi rakyat bangga dan semakin percaya kepada ALRI," kata RP Poernomo.
Saat Sekolah Kapal Selam didirikan pada November 1959, RP Poernomo juga ditunjuk jadi komandan. Tugasnya otomatis terbagi antara memimpin kapal selam beroperasi di laut dan memimpin sekolah di Surabaya.
RP Poernomo pula yang menciptakan semboyan Wira Ananta Rudira yang berarti "Tabah Sampai Akhir." RP Poernomo mendapatkan satu kata yang dapat mewakili semua sifat korps kapal selam, yaitu tabah.
Makna tabah menurut Poernomo adalah tidak akan takut karena berani, tidak akan menyerah karena ulet, tidak akan terburu-buru karena sabar, tidak akan kehilangan karena tenang, dan tidak akan mundur karena teguh.
Sebagai komandan kapal selam RP Poernomo digambarkan anaknya sosok yang dingin dan hanya bicara seperlunya. "Bapak itu orangnya sangat tenang tapi juga sangat disiplin, terutama soal waktu," kata Raditya.
RP Poernomo kemudian menjabat Komandan Kesatuan Kapal Selam-15 saat operasi Trikora. Dia sempat juga memegang jabatan Kepala Staf Armada Republik Indonesia dan menjadi Panglima Armada Siaga semasa operasi Dwikora.
Sepulang dari pendidikan di Akademi Militer, The General Staff Academy, Moscow, Uni Soviet pada 1967 RP Poernomo ditunjuk menjadi Wakil Komandan Seskoal. RP Poernomo pensiun dari dinas ketentaraan pada 1975 dengan pangkat terakhir Laksamana Pertama.
Tenggelamnya KRI Nanggala-402 membuat jajaran alutsista strategis itu tersisa empat yakni KRI Cakra-401 dengan komandan Mayor Laut (P) Haran Al Ahsan Budi Setiawan, KRI Nagapasa-403 yang dikomandani Mayor Laut (P) Topan Agung Yuwono.
Kemudian kapal selam KRI Ardadedali-404 di bawah pimpinan Mayor Laut (P) Mohammad Akbar, dan KRI Alugoro-405 yang dikomandani Letkol Laut (P) Ahmad Noer Taufik.