Setelah satu tahun berada di Polandia, calon awak kapal selam pertama kembali ke Indonesia dengan kapal RI Morotai. Sebulan kemudian dua kapal selam kelas Whiskey dari Uni Soviet tiba di dermaga Ujung Surabaya.
Penyematan Hiu Kencana tanda Brevet Kapal Selam pertama kali kepada semua awak kapal selam yang baru tiba dari Polandia kemudian digelar pada 11 September 1959.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehari kemudian diadakan serah terima dua kapal selam dari pemerintah Uni Soviet pada pemerintah Indonesia yang diwakili Kepala Staf Angkatan Laut Kolonel Raden Eddy Martadinata. Kedua kapal selam itu diberi nama RI Tjakra-401 dan RI Nanggala-403.
Tanggal ini tiap tahun diperingati sebagai hari lahir Korps Hiu Kencana. Mayor RP Poernomo kemudian ditunjuk menjadi Komandan Divisi Kapal Selam selanjutnya Komandan Djenis Kapal Selam merangkap Komandan RI Tjakra. Sementara Mayor O.P Koesno menjadi Komandan RI Nanggala.
![]() |
Mayor RP Poernomo langsung membawa kapal-kapal selam ini unjuk gigi di depan Presiden Sukarno dalam Operasi Angkatan Tugas Gabungan 45 di Teluk Jakarta dalam rangka hari Angkatan Perang ke-14 pada 26 September 1959.
"Operasi ini merupakan latihan gabungan dari semua unsur tempur ALRI. Mendaratkan pasukan dari laut adalah suatu problem operasi yang sulit. Dibutuhkan seni operasi darat, laut dan udara," ujar RP Poernomo pada upacara peringatan 1 tahun Divisi Kapal Selam dari Buku Sewindu Komando Djenis Kapal Selam.
Menurut RP Poernomo kapal selam mempunyai peranan penting dalam kedua operasi ini seprti mengamankan alur lintas bagi kapal-kapal pendarat, mendaratkan pasukan khusus secara senyap dan menghancurkan kapal pendarat lawan di perbatasan, daerah cegat jauh dari pantai.
"Operasi ini sukses dan sekaligus memperkenalkan kepada masyarakat Jakarta, RI Tjakra dan RI Nanggala. Pers musuh gempar, kuatir akan kekuatan Indonesia yang smakin besar.Tapi rakyat bangga dan semakin percaya kepada ALRI," kata RP Poernomo.
Saat Sekolah Kapal Selam didirikan pada November 1959, RP Poernomo juga ditunjuk jadi komandan. Tugasnya otomatis terbagi antara memimpin kapal selam beroperasi di laut dan memimpin sekolah di Surabaya.
RP Poernomo pula yang menciptakan semboyan Wira Ananta Rudira yang berarti "Tabah Sampai Akhir." RP Poernomo mendapatkan satu kata yang dapat mewakili semua sifat korps kapal selam, yaitu tabah.
Makna tabah menurut Poernomo adalah tidak akan takut karena berani, tidak akan menyerah karena ulet, tidak akan terburu-buru karena sabar, tidak akan kehilangan karena tenang, dan tidak akan mundur karena teguh.
Sebagai komandan kapal selam RP Poernomo digambarkan anaknya sosok yang dingin dan hanya bicara seperlunya. "Bapak itu orangnya sangat tenang tapi juga sangat disiplin, terutama soal waktu," kata Raditya.
RP Poernomo kemudian menjabat Komandan Kesatuan Kapal Selam-15 saat operasi Trikora. Dia sempat juga memegang jabatan Kepala Staf Armada Republik Indonesia dan menjadi Panglima Armada Siaga semasa operasi Dwikora.
Sepulang dari pendidikan di Akademi Militer, The General Staff Academy, Moscow, Uni Soviet pada 1967 RP Poernomo ditunjuk menjadi Wakil Komandan Seskoal. RP Poernomo pensiun dari dinas ketentaraan pada 1975 dengan pangkat terakhir Laksamana Pertama.
Tenggelamnya KRI Nanggala-402 membuat jajaran alutsista strategis itu tersisa empat yakni KRI Cakra-401 dengan komandan Mayor Laut (P) Haran Al Ahsan Budi Setiawan, KRI Nagapasa-403 yang dikomandani Mayor Laut (P) Topan Agung Yuwono.
Kemudian kapal selam KRI Ardadedali-404 di bawah pimpinan Mayor Laut (P) Mohammad Akbar, dan KRI Alugoro-405 yang dikomandani Letkol Laut (P) Ahmad Noer Taufik.
(pal/nwy)