Tanjung Tangis, sebuah tanjung kecil di Desa Perancak, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali, menyimpan sejarah panjang penyebaran agama Islam di Pulau Dewata. Tanjung ini menjadi saksi bisu perjalanan haji masyarakat Jembrana sejak abad ke-17.
Salat satu tokoh masyarakat Loloan Eka Sabara mengatakan Tanjung Tangis menjadi pintu masuk pertama Islam di Jembrana. Pada 1669, pasukan Daeng Nachoda, seorang panglima perang kerajaan Gowa, mendarat di Tanjung Tangis. Daeng Nachoda kemudian turut serta menyebarkan agama Islam pertama di Jembrana.
Pada awal abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda mulai memberangkatkan jemaah haji dari Jembrana. Awal mula nama Tanjung Tangis ini adalah saat Syarif Tua Loloan atau Abdullah Bin Yahya Al Qadri diberikan tempat pemberangkatan dan kedatangan jemaah Haji oleh Raja Jembrana di ujung barat Muara Perancak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu, banyak jemaah haji yang akan berangkat maupun datang dari perjalanan haji. Banyak yang mengiringi baik dari sanak saudara maupun kerabat, banyak isak tangis warga yang mengantar ataupun menyambut kedatangan haji dari perjalanan jauh di tanjung ini," ujar Eka ditemui detikBali, Minggu (10/9/2023).
Hal inilah yang mendasari penamaan ujung Barat Muara Lerancak ini dikenal oleh masyarakat dengan nama 'Tanjung Tangis'. Nama ini diberikan karena banyaknya masyarakat yang menangis saat melepas atau menyambut jemaah haji yang akan melakukan perjalanan jauh dengan risiko antara hidup atau mati.
Pada masa itu, jemaah haji harus menempuh perjalanan laut selama berbulan-bulan bahkan setahun lamanya. Selain itu, mereka juga harus menghadapi ancaman bajak laut dan wabah penyakit mematikan.
"Zaman dulu banyak bajak laut artinya banyak kapal Belanda di Selat Malaka sering diserang oleh pembajak, sehingga banyak jemaah yang tidak kembali dengan selamat. Selain itu, di tengah laut banyak wabah penyakit yang sangat berbahaya menyerang jemaah haji, seperti kolera dan penyakit menular lainnya," ujar Eka.
Seiring berjalannya waktu, Tanjung Tangis tidak lagi menjadi tempat pemberangkatan dan kedatangan jamaah haji. Namun, tempat ini tetap menjadi saksi bisu perjalanan haji masyarakat Jembrana.
Selain itu, Tanjung Tangis juga merupakan tempat ritual bagi umat muslim di Jembrana. Ritual ini dikenal dengan nama 'nyapar' atau membersihkan diri. Ritual nyapar ini dilakukan untuk memohon perlindungan dari Allah SWT dan dijauhkan dari bala.
Di dekat Tanjung Tangis terdapat sebuah sumur yang dikenal dengan nama 'Sumur Bajo'. Sumur ini dianggap suci oleh umat Hindu dan muslim. Meskipun jarak sumur dengan laut sangat berdekatan, air dari dalam sumur ini tetap tawar dan sering kali dipakai untuk keperluan air suci atau tirta oleh umat Hindu.
"Air di Sumur Bajo dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit oleh masyarakat. Air ini juga sering digunakan untuk keperluan ritual keagamaan," imbuh Eka Sabara.
Tanjung Tangis kini menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jembrana. Tanjung Tangis juga menjadi simbol sejarah penyebaran agama Islam di Bali, khususnya Jembrana.
(nor/nor)