Sejarah Kabupaten Jembrana, Memiliki 20 Monumen Penting Wajib Dikunjungi

Sejarah Kabupaten Jembrana, Memiliki 20 Monumen Penting Wajib Dikunjungi

Hanna Patricia M. Lubis - detikBali
Minggu, 30 Jul 2023 23:00 WIB
Monumen Operasi Lintas Laut Jawa - Bali. Lokasinya tepat di pinggir Jalan Denpasar - Gilimanuk, di kawasan Hutan Cekik, Taman Nasional Bali Barat, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kebupaten Jembrana, Bali, Jumat, (27/5).
Monumen Operasi Lintas Laut Jawa - Bali. Lokasinya tepat di pinggir Jalan Denpasar - Gilimanuk, di kawasan Hutan Cekik, Taman Nasional Bali Barat, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kebupaten Jembrana, Bali, Jumat, (27/5). (Dok. detikBali)
Jembrana -

Bali memiliki luas 5.780 kilometer persegi (Km2) dengan delapan kabupaten yang seluruhnya memiliki sejarah menarik untuk dipelajari. Salah satunya Kabupaten Jembrana yang dulunya pernah menjadi kerajaan otonom oleh Raja Jembrana V.

Luas wilayah kabupaten Jembrana sekitar 841,7 Km2)ini menyimpan banyak sekali destinasi wisata seperti Pura Rambut Siwi, Pura Jati, Pura Majapahit, Pantai Baluk Rening, Pantai Delod Berawah, Perancak, dan Taman Nasional Bali Barat.

Lalu bagaimana sejarah terbentuknya Kabupaten Jembrana dari awal masa kerajaan? Yuk simak informasi lengkapnya yang dirangkum dari berbagai sumber berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Jembrana

Dikutip dari laman web Bappeda.jembranakab.go.id, berdasarkan bukti-bukti arkeologis dapat diinterpretasikan bahwa munculnya komunitas di Jembrana sejak 6000 tahun yang lalu. Dari perspektif semiotik, asal-usul nama tempat atau kawasan mengacu nama-nama fauna dan flora. Nama Jembrana tercipta dari kawasan hutan belantara yang pada saat itu diberi nama Jimbarwana yang dipercaya dihuni raja ular.

Cerita rakyat dan tradisi lisan (folklore) yang muncul telah memberi inspirasi di kalangan pembangun lembaga kekuasaan tradisional (raja dan kerajaan). Sifat-sifat mitologis dari penyebutan nama-nama tempat telah mentradisi melalui cerita turun-temurun di kalangan penduduk.

ADVERTISEMENT

Raja dan pengikutnya rakyat yang berasal dari etnik Bali Hindu maupun dari etnik non Bali yang beragama Islam telah membangun keraton sebagai pusat pemerintahan yang diberi nama Puri Gede Jembrana pada awal abad XVII oleh I Gusti Made Yasa (penguasa Brangbang).

Raja I yang memerintah di keraton (Puri) Gede Agung Jembrana adalah I Gusti Ngurah Jembrana. Selain keraton, diberikan pula rakyat pengikut (wadwa), busana kerajaan yang dilengkapi barang-barang pusaka berupa tombak dan tulup.

Demikian pula keris pusaka yang diberi nama 'Ki Tatas' untuk memperbesar kewibawaan kerajaan. Tercatat bahwa ada tiga orang raja yang berkuasa di pusat pemerintahan, yaitu di Keraton (Puri) Agung Jembrana.

Pada saat kekuasaan kerajaan dipegang oleh Raja Jembrana I Gusti Gede Seloka, Kraton (Puri) baru sebagai pusat pemerintahan dibangun. Kraton (Puri) yang dibangun itu diberi nama Puri Agung Negeri pada awal abad XIX.

Kemudian lebih dikenal dengan nama Puri Agung Negara. Patut diketahui bahwa raja-raja yang memerintah di Kerajaan Jembrana berikutnya pun memusatkan birokrasi pemerintahannya di Keraton (Puri) Agung Negara. Patut dicatat pula bahwa ada dua periode birokrasi pemerintahan yang berpusat di Keraton (Puri) Agung Negara.

Masa periode awal terdapat birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional yang berlangsung sampai tahun 1855. Telah tercatat pada lembaran dokumen arsip pemerintahan Gubernemen bahwa kerajaan Jembrana yang otonom diduduki oleh Raja Jembrana V (Sri Padoeka Ratoe) I Goesti Poetoe Ngoerah Djembrana (1839 - 1855).

Ketika berlangsung pemerintahannya telah ditanda tangani piagam perjanjian persahabatan bilateral antara pihak pemerintah kerajaan dengan pihak pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Gubernemen) pada tanggal 30 Juni 1849.

Periode kedua selanjutnya digantikan oleh birokrasi modern, melalui tata pemerintahan daerah (Regentschap) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Karesidenan Banyuwangi. Pemerintahan daerah Regentschap yang dikepalai oleh seorang kepala pribumi (Regent) sebagai pejabat yang dimasukkan dalam struktur birokrasi Kolonial Modern Gubernemen yang berpusat di Batavia. Status pemerintahan daerah (Regentschap) berlangsung selama 26 tahun (1856 - 1882).

Masa Raja Jembrana ke VI yang dipimpin I Gusti Ngurah Made Pasekan (1855 sampai 1866), raja mengalami dua peralihan status yaitu sebagai Raja Jembrana (1855 sampai 1862) dan sebagai status Regent atau Bupati (1862 sampai 1866), kedudukan kerajaan berada di Puri Pacekan Jembrana.

Ketika reorganisasi pemerintahan di daerah diberlakukan berdasarkan Staatsblad Nomor 123 tahun 1882, maka untuk wilayah administratif Bali dan Lombok diberi status wilayah administratif Karesidenan tersendiri. Wilayah Keresidenan Bali dan Lombok dibagi lagi menjadi dua daerah (Afdeling) yaitu Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana berdasarkan Staatsblad Nomor 124 tahun 1882 dengan satu ibukota yaitu Singaraja.

Lalu daerah Afdeling Jembrana terbagi atas distrik-distrik yang pada waktu itu terdiri dari tiga distrik yaitu Distrik Negara, Distrik Jembrana, dan Distrik Mendoyo. Masing-masing distrik dikepalai oleh seorang Punggawa.

Selain distrik juga diberlakukan jabatan Perbekel, khusus yang mengepalai komunitas Islam dan komunitas Timur Asing sebagai kondisi daerah yang unik dari sudut interaksi dan integrasi antar etnik dan antar umat beragama.

Pada reorganisasi tahun 1882, telah ditetapkan dan disahkan nama satu ibukota untuk Karesidenan Bali dan Lombok, yaitu Singaraja, yang akan membawahi daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Akan tetapi, pada proses waktu selanjutnya memperhatikan munculnya aspirasi masyarakat di dua daerah afdeling (Buleleng dan Jembrana), maka pihak Gubernemen menanggapi positif.

Adanya tanggapan baik dari Gubernemen di Batavia dibuktikan dengan diterbitkannya sebuah Lembaran Negara (Staatsblad) tersendiri untuk melakukan pembenahan (Reorganisasi) tata pemerintahan daerah di daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Gubernemen dan segenap jajaran bawahan di Departemen Dalam Negeri (Binnenlandsch Bestuur) sangat memperhatikan dan mendukung sepenuhnya aspirasi masyarakat untuk menetapkan nama-nama ibukota Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana.

Gubernemen dalam pertimbangannya ingin mengakhiri kebiasaan yang menyebut nama Ibukota Afdeling Buleleng dan Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok dengan nama lebih dari satu. Semula (tahun 1882-1895) hanya diberlakukan satu nama ibukota, yaitu Singaraja untuk wilayah Karesidenan Bali dan Lombok yang membawahi daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana.

Sejak disetujui dan untuk kemudian, ditetapkanlah nama-nama ibukota daerah tersendiri terhadap Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana di Karesidenan Bali dan Lombok. Berdasarkan Staatsblad Van Nederlandsch - Indie Nomor 175 Tahun 1895, sampai seterusnya ditetapkanlah Singaraja dan Negara sebagai ibukota dari masing-masing Afdeling.

Maka, sejak 15 Agustus 1895 berakhirlah nama satu ibukota: Singaraja sebagai ibukota Karesidenan Bali dan Lombok yang membawahi daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak itu pula dimulailah nama-nama ibukota: Singaraja untuk Karesidenan Bali dan Lombok dan daerah bagiannya di Afdeling Buleleng, serta Negara untuk daerah bagian Afdeling Jembrana.

Munculnya nama-nama Jembrana dan Negara hingga sekarang, memiliki arti tersendiri dari perspektif historis. Nama-nama yang diwarisi itu telah dipahatkan pada lembaran sejarah di Daerah Jembrana sejak digunakan sebagai nama Keraton (Puri) yaitu Puri Gede / Agung Jembrana dan Puri Agung Negeri Negara.

Hal tersebut menjadikan Keraton atau Puri adalah pusat birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional, maka dapat dikatakan bahwa Jembrana dan Negara merupakan Kraton-kraton (Puri) yang dibangun pada permulaan abad XVIII dan permulaan abad XIX adalah tipe kota-kota kerajaan yang bercorak Hinduistik. Jembrana sebagai sebuah kerajaan yang ikut mengisi lembaran sejarah delapan kerajaan (asta negara) di Bali.

Sejak 1 Juli 1938, daerah (Afdeling, regentschap) Jembrana dan juga daerah-daerah afdeling (Onder-afdeling, regentschap) lainnya di Bali ditetapkan sebagai daerah-daerah swapraja (Zelfbestuur Landschappen) yang masing-masing dikepalai oleh Zelfbestuurder (Raja). Raja di Swapraja Jembrana (Anak Agoeng Bagoes Negara) dan raja-raja di swapraja lainnya di seluruh Bali terlebih dahulu telah menyatakan kesetiaannya terhadap pemerintah Gubernemen.

Anak Agung Bagoes Negara memegang tampuk pemerintahan di swapraja Jembrana secara terus-menerus selama 29 tahun meskipun terjadi perubahan tata negara dalam sistem pemerintahan. Kepemimpinannya di Jembrana berlangsung paling lama dibandingkan dengan kepemimpinan yang dipegang oleh pejabat-pejabat selanjutnya.

Kepemimpinan Anak Agung Bagoes menghasilkan dua nama yaitu Jembrana dengan ibukotanya Negara senantiasa terpateri dalam lembaran sejarah pemerintah di Jembrana. Baik dalam periode Pendudukan Jepang (1943-1945), periode Republik Indonesia yang hanya beberapa bulan (1946-1950), maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Indonesia Timur (1946-1950), maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (1950-1958).

Monumen Penting di Jembrana

Jembrana juga memiliki 20 monumen sejarah yang wajib kamu kunjungi, di antaranya:

1. Monumen Operasi Lintas Laut
2. Monumen Candikusuma
3. Monumen Perang Sangkur
4. Monumen Peh
5. Monumen Peristiwa Serangan Umum
6. Monumen DPRI
7. Monumen Taman Makam Pahlawan
8. Monumen Pendaratan Pasukan resimen Sunda Kecil I Gusti Ngurah Rai
9. Monumen Pangkung Jukung
10. Monumen Nusamara
11. Monumen Munduk Pegat
12. Monumen Perang Laut
13. Monumen Pangkung Medaan
14. Monumen Cebunguran
15. Monumen Sari Kuning
16. Monumen Puri Raja Jembrana
17. Monumen Pahlawan I Gusti Ngurah Dwinda
18. Monumen I Gusti Sugianyar
19. Monumen Pahlawan I Nyoman Nengga
20. Monumen Perjuangan Desa Gelat Batuagung

Nah, itu dia sejarah Jembrana dan monumen penting yang ada di Kabupaten tersebut. Semoga membantu dan bermanfaat Detikers!




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads