Bali yang sering disebut dengan Pulau Dewata ini menyimpan keunikan di dalam budaya, tradisi, dan juga seni yang masih dilestarikan hingga sekarang. Selain itu, Pulau Bali juga memiliki tempat wisata sekaligus edukasi yang wajib kamu kunjungi saat liburan di sana.
Bagi kamu yang ingin liburan sambil belajar sejarah, Museum Semarajaya merupakan museum yang memiliki koleksi peninggalan sejarah perang Puputan Klungkung. Penasaran, di mana lokasi museum ini dan bagaimana sejarahnya? Yuk simak bersama-sama.
Sejarah Museum Semarajaya
Dikutip dari situs iheritage.id, Museum Semarajaya adalah museum yang didirikan untuk mengenang peristiwa bersejarah perang Puputan Klungkung. Peristiwa Puputan Klungkung terjadi pada tanggal 28 April 1908 yang melibatkan masyarakat Bali dengan prajurit Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian ini menewaskan beberapa tokoh penting di Bali salah satunya yaitu Ida I Dewa Agung Gede Jambe yang naik tahta ke Kerajaan Klungkung pada tahun 1904. Museum ini memajang artefak peninggalan Kerajaan Klungkung seperti peralatan upacara, peralatan rumah tangga, senjata tradisional dan juga hasil karya seni lainnya.
Museum Semarajaya diresmikan pada tanggal 28 April 1992 oleh Bapak Rudini selaku Menteri Dalam Negeri. Museum ini dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung dan dirawat oleh Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Klungkung.
Museum Semarajaya dibangun di gedung bekas sekolah MULO (Sekolah Menengah Zaman Belanda) yang setelahnya digunakan sebagai SMP Negeri 1 Klungkung yang terletak di Kompleks Kertha Gosa/Taman Gili, Pemedal Agung sebagai pintu bekas Kerajaan Klungkung. Bangunan museum bergaya Belanda ini menyatu dengan gaya tradisional khas Bali.
Lokasi Museum Semarajaya
Lokasi Museum Semarajaya terletak di Jl. Untung Surapati No. 3, Semarapura Kelod, Kec. Klungkung, Kabupaten Klungkung, Bali 80761.
Daya Tarik Museum Semarajaya untuk Wisata Edukasi
Dikutip dari e-paper berjudul Kabupaten Klungkung oleh Anak Agung Istri Dessy Sri Wangi, di dalam Museum Semarajaya dipamerkan barang-barang dari zaman prasejarah sampai benda-benda yang digunakan selama perang puputan Klungkung. Di dalam museum, terdapat artefak yang digunakan dahulu kala sebagai perlengkapan upacara adat oleh raja-raja Klungkung serta koleksi foto-foto dokumentasi silsilah raja-raja di Klungkung.
Koleksi benda-benda peninggalan sejarah ditempatkan dalam 3 ruangan, ruangan pertama menyimpan artefak prasejarah, ruangan kedua menyimpan artefak sejarah, dan ruangan ketiga menyimpan artefak seni atau kerajinan khas daerah Klungkung.
Tidak lengkap rasanya jika tidak membahas perang Puputan Klungkung yang memiliki hubungan dengan Museum Semarajaya. Dikutip dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Klungkung (klungkungkab.go.id), pendiri Kerajaan Klungkung bernama Ida I Dewa Agung Jambe pada tahun 1686 merupakan penerus Dinasti Gelgel, Kerajaan Gelgel di Bali dan lahirlah pemerintahan Dalem Waturenggong, di mana kesejahteraan rakyat berhasil dicapai.
Pada tahun 1650, terjadi pemberontakan oleh seorang Perdana Menteri Kerajaan bernama I Gusti Agung Maruti yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Gelgel pada saat itu yang diperintah oleh Dalem Dimade. Gusti Agung Maruti kemudian mengambil alih kerajaan tersebut dari tangan Dalem Dimade, yaitu raja terakhir yang memerintah Kerajaan Gelgel, Dalem Dimade berhasil menyelamatkan diri dengan mengungsi ke Desa Guliang di wilayah Kerajaan Bangli.
Putra dari Dalem Dimade, yakni Ida I Dewa Agung Jambe berhasil merebut kembali Kerajaan Gelgel dan di sanalah Gelgel dinamai dengan Klungkung. Dewa Agung Jambe memiliki istana dekat Klungkung kemudian dinamakan dengan Semarapura atau Semarajaya.
Pada masa pemerintahan Raja Klungkung yaitu Ida I Dewa Agung Gede Jambe tepatnya pada tanggal 28 April 1908, terjadi suatu peristiwa yang menggemparkan di Kerajaan Klungkung. Serdadu Belanda di bawah Komando Jenderal M. B. Rost Van Tonningen telah melakukan serangan terhadap Kerajaan Klungkung.
Raja Ida I Dewa Agung Jambe disertai para Bahundanda (Pembesar Kerajaan) dan rakyatnya yang setia berupaya melakukan perlawanan terhadap serangan pasukan Belanda tersebut gugur di medan Puputan. Guna memulihkan situasi di Kerajaan Klungkung, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk mengangkat seorang tokoh menjadi raja, yaitu Ida I Dewa Agung Gede Oka Geg yang dilakukan pada bulan Juli 1929.
Maka dari situlah Museum Semarajaya dibangun untuk mengenang para pahlawan di Bali yang telah gugur di dalam medan perang. Ibu kota kabupaten Kota Klungkung pun diubah menjadi Kota Semarapura pada tanggal 28 April 1992 oleh Menteri Dalam Negeri Rudini, dan selanjutnya setiap tanggal 28 April ditetapkan sebagai Hari Puputan Klungkung dan HUT Kota Semarapura yang bertepatan juga dengan peresmian Monumen Puputan Klungkung.
Demikianlah bagaimana sejarah Museum Semarajaya terbentuk, semoga bisa membantu detikers untuk mengenal lebih sejarah tentang museum ini dan juga sejarah perang Puputan Klungkung.
(khq/fds)