Industri pariwisata terdampak kebijakan pelarangan study tour yang diberlakukan di berbagai daerah. Kondisi ini terungkap dalam diskusi di kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar) pada Rabu (14/5).
Keluhan disampaikan oleh seorang pengelola Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta, Sugeng Handoko. Dilansir detikTravel, Sugeng menyampaikan banyak desa wisata yang mengutamakan wisata edukasi terimbas pelarangan ini.
Desa wisata yang biasanya kedatangan rombongan pelajar otomatis sepi. Terutama desa wisata yang tidak memiliki objek wisata lain seperti wisata alam, penurunan jumlah pengunjungnya sangat signifikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Desa wisata itu punya dua karakter: desa wisata dia punya objek wisata. Contohnya kami di Nglanggeran, kami punya Gunung Api Purba, itu terdampak tapi tidak signifikan. Kalau di kami itu sekitar 40 hingga 45 persen, karena kami punya banyak opsi kegiatan, tidak hanya segmennya anak sekolah," jelasnya.
"Tapi ada juga desa wisata yang dia tidak memiliki objek wisata dan segmen utamanya adalah pelajar. Bahkan curhat ke saya itu turun sampai 70 hingga 75 persen," imbuhnya.
Sugeng menyayangkan adanya kebijakan tersebut. Menurutnya, banyak objek wisata yang justru bisa mendukung pendidikan. Apalagi ada desa wisata yang memiliki program live in seperti desanya. Para pelajar dapat berkunjung sekaligus merasakan kehidupan lokal.
Sugeng pun mendorong dibuatnya standar dan regulasi agar kegiatan study tour dapat memberikan manfaat secara menyeluruh bagi peserta didik. Dia berharap diskusi ini dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi pelaksanaan study tour ke depannya.
"Ini momentum untuk semuanya berbenah dan memiliki perhatian yang kuat untuk yang namanya wisata edukasi itu adalah sesuatu yang manfaatnya jauh lebih besar," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizky Handayani menjelaskan pihaknya tengah membuat pedoman study tour. Harapannya pedoman ini dapat diterapkan secara nasional. Dalam penyusunan pedoman, pihaknya berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
"Ya nanti itu memang dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah karena kan ada aspek edukasinya tentunya dari mereka. Kita dan pelibatan dari organisasi jadi saya ingin pedoman ini memang bisa berlaku nasional," ujar Rizky.
Sesuai dari arahan Menteri Pariwisata, pedoman ini ditargetkan rampung pada bulan September.
"Nanti sebenarnya kita coba buatkan permen (peraturan menteri) atau SKB (surat keputusan bersama) 2 menteri. Jadi pedoman itu saya laporkan itu di September selesai, memang Bu Menteri (Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana) minta akhir tahun ini harus ada kepmen (keputusan menteri) atau permen supaya lebih tinggi kan," jelasnya.
(des/des)