"Jadi modelnya lahan ini merupakan urunan dari masing-masing warga. Permodalan pembukaan wisata ini memang dari pihak perbankan, diberikan permodalan dari perbankan, dan teman-teman Pokdarwis yang kelola," kata Kepala Desa Kebon Ayu, Jumarsa, Minggu (7/8/2022) kepada detikBali.
Wisata kuliner ini menjual berbagai kuliner khas Lombok. Beberapa di antaranya kue lupis, serabi, banget ten-ten, sate bulayak, urap-urap, dan makanan khas lainnya. Pengunjung pun dapat melihat proses pembibitan melon dan jambu yang dilakukan petani setempat.
"Konsep awalnya memang bagaimana warga tidak belanja di warung kodek atau minimarket. Awalnya kita buka di pinggir jalan, kini kita buka terpusat di satu area lokasi. Ada lapaknya ada juga pembibitan melon dan jambu batu khas jawa," kata Jumarsa.
Konsep terpusat ini, kata Jumarsa, ternyata begitu menarik para pengunjung. Warga pun dapat merasakan manfaat ekonominya. Jika ingin berbelanja di lokasi ini, pengunjung harus membeli kupon belanja.
Menurutnya, konsep seperti ini merupakan pilot project pertama yang diterapkan di Lombok Barat. Area wisata kuliner itu diharapkan dapat meningkatkan sumber penghasilan para petani.
"Jadi kupon itulah yang dibeli seharga Rp 5.000. Nanti kalau sudah ada kupon, pengunjung bebas memilih kuliner dengan memberikan kupon ke pedagang. Jadinya tidak ada ada harga di atas harga kupon tersebut rata kan," kata Jumarsa.
Suratin (40) warga asal Desa Kebon Ayu yang menjual kuliner khas Lombok itu mengaku meraup omzet sebesar Rp 700 ribu per hari. Untuk membuka lapak di Wisata Kebon Ayu, ia harus mendaftar terlebih dahulu ke Pokdarwis Desa Kebon Ayu.
"Biasanya waktu ramai itu pada hari Minggu kadang sampai untung Rp 700 ribu. Biasanya kuliner paling laris itu seperti jajanan khas tadi seperti serabi, lupis dan sate. Semuanya serba Rp 5.000 kan," kata Suratin.
(iws/iws)