Di tempat usahanya di Jalan Letjen Sutoyo, Bungurasih, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Ayok Susanto tengah membelah bambu dengan parangnya. Bambu tersebut hendak digunakan untuk bahan bayang atau amben.
Pria 48 tahun itu menyebut usaha jual beli bambu yang dirintisnya merupakan bisnis sampingan. Sebab, pekerjaan utamanya adalah sekuriti diler mobil Cahaya Abadi Mobil yang kantornya tepat berada di samping rumahnya.
"Sudah 21 tahun saya kerja jadi keamanan, kantornya itu sebelah rumah," ujar Ayok saat ditemui detikJatim di rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di halaman depan rumahnya itu lah, Ayok sehari-hari menjalankan bisnis jual-beli bambunya. Dengan dibantu seorang pegawainya, usahanya itu buka mulai pukul 07.00 WIB hingga 17.00 WIB.
Ayok lantas menuturkan awal mula merintis usaha bambu. Ia mengaku awalnya hanya ikut-ikutan tetangganya yang telah membuka usaha bambu lebih dulu.
Di sepanjang Jalan Letjen Sutoyo selama ini memang dikenal sebagai sentra usaha bambu di Sidoarjo dan Surabaya sejak dekade 1990. Saat itu, Ayok masih bekerja di Terminal Purabaya di Bungurasih.
Selama 4 tahun bekerja di terminal, ia kemudian melamar jadi sekuriti di kantor diler mobil sebelah rumahnya. Ia melihat potensi usaha bambu yang dijalankan tetangganya ternyata menjanjikan.
Ayok pun akhirnya ikut merintis usaha bambu sejak tahun 2000. Sedangkan untuk bambunya, Ayok mendatangkan dari Gresik. Adapun sistem pembeliannya dicicil. Pembayaran baru dilunasi jika bambu sudah ada yang laku.
"Kita punya channel sendiri di Gresik. Misalnya 1 truk itu 200 (potong) bambu, hargahya umpama Rp 5 juta, kita bayar Rp 3 juta dulu. Sisanya Rp 2 juta kalau bambu sudah laku dikit baru dilunasi," jelasnya.
Menurut Ayok, puncak usaha jual-beli bambu di Bungurasih terjadi pada rentang tahun 2000 hingga sekitar 2007. Saat itu, permintaan bambu sangat tinggi. Sebab selain banyak fungsinya, bambu juga digunakan untuk penyangga proyek bangunan.
Namun, setelah 2007, permintaan bambu untuk proyek mengalami penurunan. Penyebabnya karena bambu yang digunakan proyek mulai tergantikan scaffolding.
![]() |
"Awalnya scaffolding itu ya mahal. Tapi kemudian banyak yang usaha sewa scaffolding jadi agak turun permintaan bambu," tutur Ayok.
Meski ada penurunan, Ayok menyebut usaha bambu tetap ada pesanan. Dalam sebulan, ia masih bisa meraup omzet sekitar Rp 3 juta. Sedangkan saat ramai permintaan, ia bisa cuan hingga Rp 50 juta per bulan.
"Paling ramai Agustus, bambu banyak buat umbul-umbul, bendera, buat gapura," ujar bapak 2 anak itu.
Untuk harga bambu, lanjut Ayok, tergantung ukuran panjang-pendeknya bambu. Sepotong bambu lonjoran biasanya dijual dari harga Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu.
"Ada panjangnya 4 meter, 6 meter sampai 7 meter. Kalau yang panjang ya Rp 40 ribu. Jual bambunya juga per lonjor bukan borongan," terang suami Maysaroh itu.
Antok mengakui harga bambu saat ini memang tergolong mahal. Salah satu penyebabnya karena stok bambu kini terbatas, lain saat dahulu yang masih melimpah.
"Kadang yang kita ambil dari Gresik itu bukan hasil nebang di sana, tapi mereka juga sama-sama beli dari daerah lain terus dikirim ke sini. Karena sudah terbatas bambunya," tukas Ayok.
Untuk menyiasati sepinya pesanan, Ayok juga menjual berbagai kerajinan dari bambu. Antara lain amben yang dijual mulai harga Rp 250 ribu hingga Rp 400 tergantung ukuran.
Selain itu, Ayok juga kini juga menjual bendera yang bisa dijual musiman saat Agustus. Untuk tambahan modal ini, Ayok mengajukan pinjaman Kredit Pinjaman Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Unit Bungurasih.
Ayok menyebut KUR BRI memang paling ringan bunganya dibanding lainnya untuk modal usaha. "Tahun kemarin pinjamnya untuk modal bendera Rp 25 juta. Modalnya memang Rp 25 juta sampai Rp 50 juta," Ayok.
Mantri BRI Unit Bungurasih Waru, Gilar Maulana membenarkan Ayok merupakan nasabahnya. Ia menyebut KUR BRI banyak dimanfaatkan pedagang bambu untuk tambahan modal.
Terpisah, Mantri BRI Unit Bungurasih, Gilar Maulana menyebut Ayo merupakan nasabah lamanya. Ia membenarkan bahwa para pedagang bambu kerap mengajukan pinjaman KUR BRI untuk tambahan usaha. Salah satunya Ayok.
"Iya, waktu itu Pak Ayok ambil Rp 25 juta untuk modal jual bendera selain bambu," tanda Gilar.
(abq/iwd)