Hanya Ada Saat Galungan, Ayunan Bingin di Jembrana Jadi Favorit

Hanya Ada Saat Galungan, Ayunan Bingin di Jembrana Jadi Favorit

I Ketut Suardika - detikBali
Kamis, 09 Jun 2022 21:02 WIB
Permainan ayunan tradisional Banjar Nusasakti, Desa Nusasari, Kecamatan Melaya, Jembrana, Bali, Kamis (9/6/2022).
Permainan ayunan tradisional Banjar Nusasakti, Desa Nusasari, Kecamatan Melaya, Jembrana, Bali, Kamis (9/6/2022). Foto: I Ketut Suardika/detikBali
Jembrana -

Ayunan tradisional atau ayunan bingin, di Banjar Nusasakti, Desa Nusasari, Kecamatan Melaya, Jembrana, Bali, salah satu permainan yang menjadi favorit dan ditunggu-tunggu warga karena hanya dimainkan saat Galungan dan Kuningan. Hingga ada ungkapan, belum lengkap merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan, jika belum bermain ayunan bingin. Sempat lama berhenti, ayunan ini kembali beroperasi pada Hari Raya Galungan 2022.

"Katanya kalau tidak dapat ke sini, nggak Hari Raya Galungan," kata Kelian Adat Banjar Nusasakti, I Kadek Artawan, saat ditemui detikBali di lokasi, Kamis (9/6/2022).

Pengunjung yang datang, tidak hanya dari Desa Nusasari, tetapi juga dari desa-desa lain di Kecamatan Melaya. Ayunan tradisional ini diberi nama ayunan bingin, karena berada di bawah pohon beringin. Uniknya, ayunan bingin hanya ada setiap Hari Raya Galungan dan Kuningan, yaitu saat Galungan dan Umanis Galungan, kemudian buka lagi saat Kuningan dan Umanis Kuningan. Karena hanya dibuka saat-saat tertentu, pengunjung yang datang pun membeludak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hanya saat Hari Raya Galungan dan Kuningan. Selain hari itu tutup," jelasnya.

Ayunan tradisional ini hanya ada satu, berbentuk bulat dengan jumlah tempat duduk untuk 8 orang, baik dewasa maupun anak-anak. Untuk tarif tiketnya pun tergolong murah, hanya Rp5.000 untuk 10 kali putaran. "Tarif lima ribu rupiah untuk semua orang," ujarnya.

Ayunan dari bahan kayu ini digerakkan secara manual oleh dua orang dengan cara menginjak dan memutar tuas menggunakan kaki dan tangan secara bersamaan. Ketika ayunan itu berputar, akan keluar suara dari gesekan antar kayu. Bunyi inilah yang menjadi salah satu ciri khas dan paling dirindukan dari ayunan tradisional ini.

Kadek Artawan menceritakan, ayunan bingin dibuat sekitar tahun 1960-an. Berawal saat pembukaan lahan hutan untuk pemukiman desa. Kayu berukuran besar, selain digunakan untuk rumah, juga dibuat mainan oleh sekitar 20 orang anggota kelompok. "Semua penglingsir dulu awal membuat ayunan," ungkapnya.

Berjalan beberapa tahun, akhirnya banyak peminat yang datang. Bahkan bukan hanya orang yang ingin bermain ayunan, tapi para pedagang mulai berdatangan berjualan. Awalnya hanya sedikit, sekitar tahun 1970-an semakin ramai pengunjung.

Dalam perjalanannya, pernah terjadi masalah karena umur kayu yang sudah lama dan busuk, kemudian ada perbaikan. Saat perbaikan ada perubahan posisi ayunan, yang awalnya posisi menghadap utara dan selatan, setelah perbaikan posisinya menjadi timur dan barat. "Karena taksunya, pindah posisi pun tetap ramai," imbuhnya.

Ayunan tradisional ini juga sempat mengalami musibah kecelakaan. Ketika itu ada benturan antara tuas satu dengan lainnya. Namun, tidak sampai ada korban. "Mungkin waktu itu terlalu keras putarannya," kata Artawan.

Sejak saat itu, sambung Artawan, ayunan bingin sempat tidak aktif selama 7 tahun karena tidak bisa beroperasi. Meski begitu, para pedagang masih banyak datang berjualan setiap Hari Raya Galungan dan Kuningan. "Karena ayunan ini kan sudah banyak yang tahu, jadi ada saja yang datang walaupun tidak seramai sekarang ini," ungkapnya.

Karena keterbatasan anggaran dari kelompok, akhirnya ayunan bingin diserahkan ke banjar adat untuk dikelola, sehingga dibangkitkan kembali dengan dibuat tempat yang lebih permanen. Dan pada tahun 1989, mulai ramai kembali. Bahkan pedagang tidak hanya warga sekitar, para pedagang banyak yang datang dari Jawa. Pedagang biasanya datang sebelum Hari Raya Galungan untuk memesan tempat jualan. "Mereka cari tempat masing-masing, langsung ke lokasi," ujarnya.

Kadek Artawan menambahkan, sempat ada investor yang mau menawar tempat ini untuk dibeli, namun pihak banjar adat tidak mengizinkan. "Ada investor yang datang, entah mau dipakai apa saya kurang tahu. Yang jelas mungkin karena taksunya yang ramai," tukasnya.




(irb/irb)

Hide Ads