Menjelajah Ekowisata Nyambu Tabanan, Jangan Asal Sambil Lalu

Menjelajah Ekowisata Nyambu Tabanan, Jangan Asal Sambil Lalu

Chairul Amri Simabur - detikBali
Selasa, 10 Mei 2022 23:20 WIB
Kegiatan Susur Sawah, Susur Budaya, atau Susur Desa di Desa Ekowisata Nyambu sebelum pandemi COVID-19.
Kegiatan Susur Sawah, Susur Budaya, atau Susur Desa di Desa Ekowisata Nyambu sebelum pandemi COVID-19. (Foto : Chairul Amri Simabur)
Tabanan -

Sejumlah desa di Kabupaten Tabanan memposisikan diri sebagai desa wisata dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Desa Nyambu salah satunya.

Sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kediri. Sekitar 30 kilometer dari Bandara Internasional Ngurah Rai atau sekitar 20 kilometer dari Kota Denpasar.

Desa yang berbatasan dengan Kabupaten Badung ini mengukuhkan diri sebagai tempatnya ekowisata sejak 2015 lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keadaan atau lingkungan desa setempat menjadi obyek wisata utamanya. Mulai dari alamnya, kehidupan warganya, sampai dengan budayanya.

Konsep ekowisata ini diturunkan ke dalam beberapa paket wisata. Mulai Susur Sawah, Susur Budaya, hingga Susur Desa dengan bersepeda. Ini belum lagi dengan aktivitas wisata lainnya seperti melukis atau kuliner.

ADVERTISEMENT

Dalam Susur Sawah, pengunjung akan diajak menyusuri areal persawahan yang luasnya 67 persen dari luas wilayah Desa Nyambu.

Didampingi pemandu lokal berbahasa Inggris, pengunjung akan diajak jalan-jalan ke tengah sawah sembari mendengarkan penjelasan mengenai kegiatan dan rutinitas petani setempat.

Termasuk segala ritual atau upacara yang berkaitan dengan aktivitas pertanian.

Sedangkan untuk Susur Budaya, pengunjung akan diajak berjalan-jalan menyusuri puluhan tempat suci yang ada di wilayah Desa Nyambu.

Setidaknya ada 67 pura yang ada di desa tersebut. Baik yang berstatus Dang Kahyangan atau pura dari beberapa klan tertentu yang ada di Bali.

Selain pura, tempat suci lainnya yang bisa dikunjungi antara lain beberapa beji atau mata air yang tersebar di sepanjang dua sungai yang ada di Desa Nyambu; Sungai Tukad Yeh Sungi dan Yeh Uleman.

Ada yang mengalir sebagai pancuran atau rembesan pada tebing.

Kemudian Susur Desa, pengunjung akan diajak berkeliling desa menggunakan sepeda sembari melihat langsung aktivitas masyarakat setempat.

Terkadang melihat warga menjemur gabah. Melihat warga membuat jajanan. Dan aktivitas lainnya.

Tiga paket tour tersebut, tidak bisa dijalani hanya sekadar dengan datang begitu saja, kemudian melihat view atau pemandangan desa. Inilah yang membuat berkunjung ke Desa Ekowisata Nyambu tidak bisa sambil lalu.

"Kami selektif menerima tamu. Dalam artian, kami tidak menerima tamu asal datang saja sebentar terus pergi. Tamu yang datang ke sini harus yang ingin benar-benar mengetahui seluk beluk Desa Nyambu," jelas salah satu perintis Desa Ekowisata Nyambu Tabanan, I Wayan Gede Eka Sudiartha.

Ia menyebutkan, tiga paket wisata yang disedikan di Desa Ekowisata Nyambu setidaknya memerlukan waktu enam jam.

Karena sesuai namanya, Susur Sawah, Susur Budaya, hingga Susur Desa, pengunjung diajak untuk menyusuri pematang sawah, berjalan dari satu pura ke pura yang lainnya atau mata air yang disebut dengan beji, hingga mengelilingi desa dengan sarana sepeda.

"Artinya, pulang dari sini, tamu itu punya pengalaman berwisata. Bagaimana petani memulai bercocok tanam. Setelah padi itu tumbuh, apa saja upacaranya. Kami menyediakan wisata bernarasi. Sehingga perlu waktu minimal setengah hari.

Kalau asal lihat sawah, di Jatiluwih dan Tegalalang ada yang lebih bagus," imbuh mantan Ketua Pengelola Desa Wisata Ekologi Nyambu ini.

Dengan pengalaman itu, sambungnya, tamu yang datang punya pengalaman berwisata yang tidak seperti melancong pada umumnya. Tamu diajak untuk merasakan kehidupan di Desa Nyambu itu seperti apa.

Atau, tamu yang datang diajak melihat aktivitas pertanian di Bali bukan sekadar bercocok tanam semata, namun disertai juga dengan berbagai ritual dan upacara.

"Kehidupan di desa itu seperti apa. Oh ternyata padi itu dihasilkan dari keringat dan doa petani.

Makanya setelah berjalan, setelah mengetahuinya, dalam hal makan, mereka tidak akan ambil nasi dalam jumlah yang banyak. Mereka diajak untuk menghormati bulir nasi," tukasnya.

Karena itu, sebelum pandemi COVID-19 melanda Bali, aktitas wisata di Desa Nyambu dijadwalkan sedemikian rupa. Dalam sebulan, paling banyak tamu yang datang berjumlah 20 orang. "Selebihnya kami minta datang pada bulan berikutnya," sebutnya.

Selain itu, untuk bisa berkunjung ke Desa Ekowisata Nyambu harus reservasi tiga hari sebelum ke datangan. Sebab pihak pengelola juga perlu menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas kunjungan wisatawan. Terlebih mereka yang hendak menginap di rumah-rumah warga.

"Misalnya tamu itu ambil paket dua hari, dia menginap dengan warga desa. Makan ala desa. Mengetahui seluk beluk desa. Sejarah desa," jelasnya.

Belum lagi pengelola juga menyiapkan siapa yang akan memandu tamu yang akan datang. Di rumah warga siapa tamu itu akan menginap. Siapa yang akan menyediakan makan dan minumnya.

"Itu tadi mengapa harus reservasi tiga hari sebelum datang. Karena kami juga harus menyiapkan rumah warga sebagai home stay. Siapa yang memasak. Siapa yang menyediakan makan minum dan guidenya," tegasnya.

Tarif satu paket tur di Desa Ekowisata Nyambu dipasang 75 USD perorang. Reservasi bisa dilakukan melalui website Jaringan Ekowisata Desa dengan alamat jed.or.id.

"Biasanya satu paket itu, kalau datang jam 8 atau 9 pagi bisa sampai jam 3 sore. Habis dari sini, tamu biasanya akan pergi lihat sunset di Tanah Lot," pungkas Gede Eka. (*)




(dpra/dpra)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads