Komunitas muslim di Banjar Tunggal Sari dan sekitarnya, Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan memiliki tradisi unik yang lekat dengan perayaan Idul Fitri. Begitu juga dalam perayaan Idul Fitri 1443 Hijriah. Seperti terpantau detikBali pada Senin (2/5/22). Tradisi ini disebut dengan Malaidinan atau sejenis dengan Kamratan pada beberapa komunitas Muslim lainnya di Bali.
Bedanya, di Malaidinan dilakukan tanpa diawali dengan buat jadwal ke tuan rumahnya dan berlangsung setelah salat Ied sekitar pukul 10.00 Wita sampai sore. Peserta tradisi ini kebanyakan anak-anak kecil. Mereka datang dari rumah ke rumah untuk bersilaturahmi sembari melantunkan takbir, tahlil, solawat, dan doa. Usai berdoa, momen yang dinanti-nantikan tiba.
Peserta Malaidinan bersiap untuk berebut jajanan, minuman, atau apapun yang disediakan tuan rumah yang didatangi. Terkadang juga uang. Selain pada Idul Fitri, tradisi yang sudah ada secara turun-temurun ini biasanya dilakukan saat Idul Adha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tradisi yang turun-menurun," jelas salah seorang guru Pesantren An Nur di Banjar Tunggal Sari, Ustaz Bukhari.
Menurutnya, istilah Malaidinan dimungkinkan muncul dari kalimat Minal Aidin Wal Faizin yang selama ini sering diucapkan ketika Idul Fitri atau Idul Adha.
"Dari kata Minal Aidin ini lama kelamaan menjadi Malaidinan yang mungkin muncul akibat penyebutan yang disederhanan masyarakat," sebutnya.
Namun ia menegaskan, tradisi ini pada intinya berakar pada tradisi Islami yakni silaturahim yang di Indonesia dikenal dengan sebutan halal bihalal.
"Intinya silaturahim," pungkasnya.
(nke/nke)