Putusan MK Tak Ubah Peta Politik di Jembrana

PILKADA BALI

Kenali Kandidat

Putusan MK Tak Ubah Peta Politik di Jembrana

I Wayan Sui Suadnyana, I Putu Adi Budiastrawan - detikBali
Jumat, 23 Agu 2024 21:27 WIB
Ketua KPU Jembrana, I Ketut Adi Sanjaya beberapa waktu lalu. (I Putu Adi Budiastrawan/detikBali)
Foto: Ketua KPU Jembrana, I Ketut Adi Sanjaya beberapa waktu lalu. (I Putu Adi Budiastrawan/detikBali)
Jembrana -

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan pasangan bupati dan wakil bupati tampaknya tidak mengubah peta politik di Jembrana, Bali. Partai-partai gabungan non-parlemen tetap tidak dapat mengajukan pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati secara mandiri maupun gabungan.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jembrana, dari total 18 partai politik peserta Pemilu 2024, hanya enam yang berhasil meraih kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jembrana. Sementara 12 partai lainnya gagal mendapatkan kursi.

Meskipun ada putusan terbaru mengenai ambang batas suara bagi partai non-parlemen, kondisi ini tetap tidak memungkinkan mereka mengajukan calon sendiri. Sebab, gabungan partai non-parlemen belum menyentuh 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Jembrana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kumulatif suara sah dari 12 partai non-parlemen hanya mencapai 14.528 suara. Jumlah ini masih jauh dari syarat minimal yang baru, yakni 10 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Jembrana. Dengan DPT Jembrana sebanyak 243.797 jiwa, minimal suara sah yang dibutuhkan adalah sekitar 24 ribu suara," ungkap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jembrana, I Ketut Adi Sanjaya. saat dikonfirmasi detikBali melalui telepon, Jumat (23/8/2024).

"Kalau digabungkan semua suara sah partai politik non-parlemen di Kabupaten Jembrana, itu belum cukup untuk memenuhi batas minimal suara sah," ujar Adi.

ADVERTISEMENT

Satu-satunya partai yang dapat mengajukan pasangan calon secara mandiri tanpa perlu berkoalisi adalah PDIP yang memiliki 70.519 suara sah. Partai lain, meskipun berada di parlemen, tetap harus berkoalisi untuk memenuhi syarat minimal 20 persen kursi di DPRD Jembrana atau minimal 25 persen suara sah.

Adi Sanjaya juga menjelaskan pihaknya sampai saat ini masih menunggu juknis keputusan MK, sehingga pihaknya saat ini masih berpedoman pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 karena peraturan baru belum keluar menyikapi putusan MK.

"Intinya, kami tetap menunggu keputusan atau juknis dari KPU RI nantinya. Jika ada perubahan, segera kita informasikan kepada partai politik," pungkas Adi.

Sebelumnya, MK mengubah pasal di UU Pilkada dan memungkinkan partai politik mengusung calon kepala daerah tanpa syarat kursi di DPRD. Keputusan ini mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Buruh dan Partai Gelora. Putusan MK ini dinilai menguntungkan partai-partai yang tak memiliki kursi di DPRD.

Dilansir dari detikNews, putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

Adapun bunyi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu ialah:

Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.

"Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus-menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," ucap hakim MK Enny Nurbaningsih.

"Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," sambungnya.

MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.

"Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016," ucapnya.

Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.

MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.




(hsa/hsa)

Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara
Hide Ads