Pemprov Ungkap Kendala Penerbitan IPR 15 Blok Tambang di Lombok dan Sumbawa

Pemprov Ungkap Kendala Penerbitan IPR 15 Blok Tambang di Lombok dan Sumbawa

Ahmad Viqi - detikBali
Kamis, 09 Okt 2025 22:03 WIB
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB Samsudin. (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB Samsudin. (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) mempercepat proses penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk 15 blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Pulau Lombok dan Sumbawa. Saat ini, baru satu dari 16 blok tambang yang telah diterbit.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB Samsudin mengungkapkan ada beberapa kendala dalam penertiban IPR yang diajukan masing-masing koperasi tersebut. Menurutnya, penerbitan izin tambang oleh Pemprov NTB merupakan hal baru yang masih perlu disosialisasikan.

"Perlu informasi yang lebih detail. Walaupun regulasi awal itu sudah ada, tapi memang juga perlu ada penyesuaian melihat kondisi di NTB ini," kata Samsudin di Mataram, Kamis (9/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Samsudin mengatakan proses penerbitan IPR di NTB akan menjadi proyek percontohan atau pilot project di Indonesia. Adapun, blok tambang yang sudah diterbitkan perizinannya yakni di Bukit Lestari, Kabupaten Sumbawa. Pengajuan IPR itu diusulkan oleh Koperasi Salonong.

ADVERTISEMENT

"Kalau ingin percepatan, berarti semua prasarana harus dipenuhi," imbuh Samsudin.

Samsudin pun meminta 15 koperasi lainnya yang mengajukan penerbitan tambang di Lombok dan Sumbawa untuk benar-benar mengikuti regulasi. Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses penerbitan IPR.

"Berdasarkan regulasi, setiap blok WPR memiliki luas 25 hektare. Satu izin IPR nantinya akan diberikan maksimal 10 hektare untuk koperasi dan 5 hektare untuk perorangan," imbuhnya.

Samsudin juga mendorong proses pengajuan IPR agar dilakukan secara kolektif oleh koperasi. "Penentuan blok itu perlu komunikasi dengan pemilik lahan, pemerintah desa, kecamatan, dan seluruh perwakilan koperasi harus diundang," ujar dia.

Pemprov NTB, dia berujar, tidak ingin terburu-buru menerbitkan izin tanpa memastikan seluruh prasyarat dipenuhi. Hal itu juga untuk memastikan bahwa aktivitas pertambangan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan masalah hukum di kemudian hari.

Saat ini, Pemprov NTB tengah menyiapkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dan Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tambang Mineral. Samsudin menjelaskan peraturan daerah tersebut akan menjadi payung hukum terkait munculnya koperasi tambang di daerah.

"Dalam perda nanti akan ada tarif-tarif kontribusi dari kegiatan pertambangan itu," kata Samsudin.

Sebelumnya, Ketua Bapemperda Ali Usman Ahim mengaku sudah menerima draf usulan revisi dua perda tersebut. Usulan kedua perda itu diklaim untuk memaksimalkan potensi pendapatan daerah pada pengelolaan tambang rakyat seusai penerbitan 16 blok WPR di NTB.

"Kami setuju, semangatnya Pak Gubernur dan Kapolda NTB agar sumber daya mineral kita selamat, agar ini tidak diambil secara ilegal yang berakibat kerusakan lingkungan, bentangan ekologi, dan fungsi hutan kita," kala Ali di Mataram, Kamis (25/9/2025).

Ali menjelaskan revisi kedua perda tersebut juga bertujuan untuk menyelamatkan hilangnya potensi pendapatan pada blok-blok tambang yang selama ini tidak dikelola dengan baik. Pengelolaan tambang itu diharapkan bisa menambah fiskal NTB.

"Kami ingin lingkungan terjaga dan terawat. Fiskal juga bertambah," ujar Ali.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads