Masyarakat Lamaholot NTT: Sistem Kekerabatan, Kepercayaan, hingga Kehidupannya

Masyarakat Lamaholot NTT: Sistem Kekerabatan, Kepercayaan, hingga Kehidupannya

I Komang Murdana - detikBali
Sabtu, 27 Sep 2025 13:58 WIB
Ilustrasi masyarakat Lamaholot di NTT. (Foto: Dok. kemenparekraf.go.id)
Ilustrasi masyarakat Lamaholot di NTT. (Foto: Dok. kemenparekraf.go.id)
Flores Timur -

Lamaholot merupakan salah satu suku yang menghuni daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Suku Lamaholot tersebar di Pulau Flores bagian timur, Pulau Solor, Pulau Adonara, dan Pulau Lembata.

Masyarakat Lamaholot mendirikan perkampungan di kawasan perbukitan, lembah, dan pesisir pantai. Pemilihan lokasi ini tidak terlepas dari kebutuhan mereka untuk bertahan hidup. Mereka umumnya bercocok tanam dengan menggarap pegunungan atau perbukitan sebagai ladang pertanian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah dua sampai tiga tahun digarap, mereka akan meninggalkan ladang tersebut dan berpindah tempat untuk menggarap ladang lainnya. Mereka dipimpin oleh Ata Kebelen yang memiliki peran penting dalam menjalankan berbagai adat dan ritual.

Simak ulasan mengenai sistem kekerabatan, kepercayaan, hingga kehidupan masyarakat Lamaholot seperti dirangkum detikBali berikut ini:

ADVERTISEMENT

Pelapisan Sosial Masyarakat Lamaholot

Masyarakat Lamaholot memiliki dua sistem pelapisan dalam masyarakat, yaitu berdasarkan keturunan dan berdasarkan ekonomi. Pelapisan sosial berdasarkan keturunan memegang takhta tertinggi dalam masyarakat.

Hal ini bisa terjadi karena masyarakat beranggapan merekalah yang membuka lahan dan mempunyai kepemilikan lahan luas di daerah mereka. Kelompok ini dapat disebut sebagai Ata Kebelen atau penguasa di daerah itu.

Ata Kebelen memiliki hak dalam mengatur dan menyelenggarakan upacara adat. Selain itu, masyarakat Lamaholot juga berasal dari golongan bawah yang disebut Ata Ribu atau rakyat jelata.

Pelapisan sosial yang kedua adalah berdasarkan ekonomi atau kepemilikan uang. Bagi masyarakat Lamaholot, uang merupakan faktor penting untuk menentukan dari lapisan mana masyarakat tersebut berasal.

Masyarakat Lamaholot mengenal mengenal lapisan masyarakat berdasarkan status sosialnya. Status sosial itu di antaranya pegawai, pedagang, nelayan, buruh, dan petani.

Kekerabatan dalam Masyarakat Lamaholot

Anak yang terlahir sebagai Suku Lamaholot akan menganut garis keturunan ayah. Artinya, anak mereka akan menyandang nama klan dari ayahnya yang ditempatkan pada nama anaknya.

Suku Lamaholot juga mengenal istilah untuk kelompok kerabat mereka. Pada keluarga inti sebutan ina ana dapat diartikan dengan ayah, ibu, dan anak-anak.

Dalam konteks keluarga yang lebih luas, mereka juga menggunakan beberapa istilah seperti kaka arin/kakang arin diartikan sebagai kakak dan adik sekandung. Adapun istilah ina bine diartikan kepada kerabat dari saudara perempuan yang sudah menikah.

Sedangkan opu pain adalah sebutan untuk kerabat antara penerima dan pemberi gadis dalam perkawinan. Penerima gadis menyapa pemberi gadis dengan sebutan belake atau ina ama. Sedangkan, pemberi gadis menyapa penerima gadis dengan sebutan ana opu.

Agama dan Kepercayaan Lamaholot

Sebagian besar masyarakat Lamaholot beragama Katolik dan sisanya menganut Islam dan Kristen Protestan. Meski mereka sudah menganut sebuah agama, mereka tetap percaya dengan keberadaan leluhur.

Mereka meyakini bahwa roh halus memiliki andil besar dalam kehidupan bahkan bisa menyengsarakan mereka. Masyarakat Lamaholot pun memiliki tradisi memohon kepada leluhur agar selalu dilindungi.

Selain itu, mereka juga memiliki konsep yang disebut Rera Wulan Tana Ekan. Artinya, 'Dialah pencipta langit dan bumi, asal mula segala sesuatu, serta kekuatan hidup yang menjaga dan mengatur kelangsungan alam semesta'.

Kehidupan Masyarakat Lamaholot

Dalam kehidupan masyarakat Lamaholot, pekerjaan hanya diberikan kepada orang dewasa. Ketika sudah remaja, mereka mulai dilatih untuk membantu orang tua dengan cara bekerja sama. Dikenal pula istilah ola here untuk laki-laki dan neket tane untuk perempuan.

Gotong royong dalam masyarakat Lamaholot ada yang bersifat ikhlas tanpa balasan. Beberapa contoh pekerjaan yang dilakukan secara komunal seperti membangun rumah adat, gereja, atau sekolah tidak menuntut balasan karena untuk kepentingan umum.

Sementara itu, makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat Lamaholot tergantung pada musim. Pada musim hujan, mereka mengonsumsi sayur sebagai pengganti ikan. Sedangkan, saat musim kemarau, mereka mereka akan berburu ikan dan tidak mengenal sayur.

Masyarakat Lamaholot juga sangat menghargai waktu. Mereka selalu mengutamakan penggunaan waktu untuk pekerjaan pokok, terutama saat bekerja di kebun. Seseorang yang tidak menggunakan waktunya dengan baik, maka ia akan dianggap pemalas.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads