Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki tari tradisional bernama Tari Likurai. Tari Likurai adalah tari yang digunakan untuk menyambut para pahlawan yang yang menang dalam peperangan.
Seiring perkembangan zaman tarian ini juga dipertunjukan dalam upacara adat, festival budaya, hingga menyambut tamu kehormatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tarian Likurai merupakan tarian warisan nenek moyang yang diminati oleh masyarakat Malaka. Tidak heran jika tarian ini masih lestari dan eksis hingga sekarang. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai Tarian Likurai, berikut ulasan lengkap dari sejarah hingga proses pertunjukannya.
Informasi ini dirangkum dari penelitian yang dilakukan oleh Seran, C., & Bere, A. (2024) yang berjudul Upaya Pewarisan Tradisi Tarian Likurai Sebagai Salah Satu Bentuk Kearifan Lokal di Kabupaten Malaka.
Sejarah Likurai
Dahulu di Malaka terdapat tradisi penggal kepala musuh pada saat berperang. Tradisi ini menjadi sebuah simbol kemenangan bahwa mereka sudah berhasil mengalahkan lawan. Maka dari itu, diciptakanlah Tari Likurai sebagai bentuk rasa syukur dalam acara penyambutan para pahlawan atas kemenangan yang didapat dan pulang dengan selamat.
Di sisi lain juga terdapat sejarah yang berkembang bahwa Tari Likurai berasal dari Krahu rai tolus kniba rai tolus yang didirikan oleh ibu bernama Aek Ri'ak Bibiku. Diceritakan pada saat itu masyarakat sedang mengadakan sebuah acara untuk menyambut ketua adat yang berada di rumah suku Kotleten Sulit. Untuk memeriahkan acara penyambutan itu ditampilkan Tarian Likurai yang diusulkan oleh Aek Ri'ak Bibiku.
Meskipun memiliki dua versi cerita sejarah yang berbeda, Tarian Likurai tetap memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai tarian penyambutan.
Jenis Gerakan Likurai
Dalam Tarian Likurai terdapat tiga jenis gerakan, setiap gerakan selalu mengekspresikan perasaan yang ingin disampaikan. Berikut penjelasan dari ketiga jenis gerakan tersebut:
Jenis gerakan Weseywehali adalah gerakan hentakan kaki yang cepat di ikuti gerakan badan yang meliuk-liuk dengan diiringi tabuhan gendang. Gerakan itu memiliki makna bahwa siapapun dia, baik dari golongan orang miskin atau kaya selalu akan diterima.
Jenis gerakan Tebe Re merupakan gerakan hentakan kaki dari kanan ke kiri yang dilakukan dengan cepat. Makna dari gerakan ini selalu mewakili tema acara yang dibawakan. Selain itu, juga bermakna selalu terbuka saat ada tamu yang berkunjung.
Jenis gerakan Be Tae Be Tae Toba Lutuhun adalah gerakan menundukan kepala saat menari sebagai bentuk penghormatan kepada tamu terhormat.
Formasi Gerakan Likurai
Selain memiliki jenis gerakan, Tari Likurai juga memiliki formasi gerakan yang sering ditampilkan saat acara penyambutan tamu. Mulai dari formasi lingkaran, formasi setengah lingkaran, formasi segitiga, formasi garis lurus, formasi garis sejajar dan formasi berbentuk V.
Setiap formasi yang ditampilkan memiliki maksud tersendiri seperti rasa persatuan, kerendahan hati, keseimbangan dalam hidup hingga mencerminkan sebuah relasi manusia dengan manusia, alam dan Tuhan.
Pertunjukan Likurai
Pertunjukan Likurai di tampilkan oleh sepuluh orang penari wanita dan dua penari laki-laki. Para penari ini akan menggunakan kostum adat malaka yang sangat lengkap. Kostum yang biasa digunakan adalah kain adat malaka, kalung adat (morten) untuk para wanita, kalung lempeng untuk pria, gelang perak, selendang hingga konde susuit.
Meskipun Likurai dilakukan oleh penari pria dan wanita, gerakan yang mereka lakukan tidaklah sama. Para wanita melakukan gerakan tari yang didominasi dengan gerakan tangan sambil memukul gendang dengan diikuti gerakan kaki kekiri dan kekanan sesuai irama gendang.
Sedangkan perani pria akan melakukan gerakan tari dengan pedang dan diikuti dengan gerakan kaki menghentak sesuai irama. Selain itu, penari pria juga melakukan gerakan menunduk dan berputar-putar. Tarian ini hanya diiringi suara gendang dan giring-giring yang dipasang di kaki penari.
(nor/nor)