Tangis Pemilik Warung di Pantai Tanjung Aan Pecah Saat Lapak Digusur

Lombok Tengah

Tangis Pemilik Warung di Pantai Tanjung Aan Pecah Saat Lapak Digusur

Sui Suadnyana, Edi Suryansyah, M Zahiruddin - detikBali
Selasa, 15 Jul 2025 20:50 WIB
Kartini, pemilik warung di Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, yang tak kuat menahan tangis saat hendak digusur. (Edi Suryansyah/detikBali)
Kartini, pemilik warung di Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, yang tak kuat menahan tangis saat hendak digusur. (Edi Suryansyah/detikBali)
Lombok Tengah - Tangis warga pecah saat warung atau lapak jualan mereka di Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), digusur. Kartini, salah satu pemilik warung, tak kuat menahan isak tangis saat barang-barang dagangannya hendak diangkat keluar oleh aparat.

"Kami tidak dianggap di sini menjadi warga Indonesia di sini, KTP yang kami punya itu sia-sia," kata Kartini sembari mengusap air matanya di hadapan aparat keamanan dan awak media, Selasa (15/7/2025).

Kartini menilai ITDC seharusnya terlebih dahulu membuka ruang dialog dengan masyarakat untuk mendengar keinginan warga. Padahal, dia berujar, warga sejak awal meminta agar tidak digusur karena pembangunan hotel yang dilakukan investor belum dimulai.

"Kami hanya berjualan di sepadan pantai, tetapi pemerintah mengambil alih semuanya untuk kami. Katanya untuk kesejahteraan rakyat, pembangunan di belakang belum ada, ribuan hektare masih kosong, tetapi kenapa kami yang didahulukan," ujar Kartini.

Pemilik Warung Aloha itu kini tengah dalam kebingungan yang serius. Pasalnya, ia mempekerjakan sebanyak 60 karyawan di warung miliknya. Puluhan karyawan itu kini terpaksa menganggur setelah Warung Aloha digusur.

"Karyawan yang 60 orang ini mau dikemanakan, misalnya kami bodo-bodo tidak bertahan, apa yang akan kami makan ke depan, berapa lagi kredit pinjaman yang harus kami ajukan ke Bank, siapa yang akan menanggung kredit motor dan kredit lain kami ini," keluh Kartini.

Sebelumnya, penggusuran lapak warung milik warga di Pantai Tanjung Aan memanas. Ketegangan terjadi karena salah satu pedagang menolak membongkar bangunannya.

Penggusuran dimulai sekitar pukul 09.00 Wita. Sebanyak 700 personel gabungan dikerahkan, terdiri dari aparat kepolisian, TNI, Satpol PP, Vanguard hingga Badan Keamanan Desa (BKD) setempat.

Situasi memanas ketika salah satu pemilik warung enggan pindah. Ia menilai penertiban itu dilakukan sepihak oleh ITDC selaku pemegang hak pengelolaan lahan (HPL) di kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika.

Mahasiswa Tolak Penggusuran

Mahasiswa berbagai kampus di Mataram menggelar aksi penolakan penggusuran warga di Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Selasa (15/7/2025). (M. Zahiruddin/detikBali)Foto: Mahasiswa berbagai kampus di Mataram menggelar aksi penolakan penggusuran warga di Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Selasa (15/7/2025). (M. Zahiruddin/detikBali)

Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Mataram menolak penggusuran di Pantai Tanjung Ann. Mereka berorasi di Jalan Majapahit, Mataram.

Koordinator aksi, Ahmad Badawi, mengatakan aksi ini merupakan aksi respons cepat terhadap penggusuran warga di Tanjung Aan sejak pagi.

"Telah terjadi Penggusuran yang dimulai pukul 08.00 Wita tadi pagi hingga sekarang, dilakukan oleh pihak Vanguard tanpa dasar hukum yang jelas, bersama Dinas Pariwisata Lombok Tengah, serta personel TNI dan Polri," ucap Badawi dalam orasinya, Selasa (15/7/2025).

Badawi mengatakan aksi ini ditujukan untuk memberitahukan kepada masyarakat Mataram terkait adanya penggusuran secara paksa terhadap warga di Pantai Tanjung Aan.

Aksi respons cepat ini, jelas Badawi, akan dilanjutkan sambil motoran sampai ke lokasi penggusuran di Pantai Tanjung Aan. Hal tersebut dilakukan supaya masyarakat lain membuka mata terhadap penggusuran yang menimpa masyarakat di Pantai Tanjung Aan.

"Kawan-kawan (mahasiswa) lainnya sudah jalan ke lokasi, ada juga yang sudah di lokasi penggusuran untuk membantu warga," tutur Badawi.

Sementara itu massa aksi lain, Pijai, mengatakan bukan hanya mahasiswa yang harus membuka mata terhadap penggusuran tersebut, tetapi seluruh masyarakat. Sebab, penggusuran seperti itu sudah sering dilakukan di seluruh Indonesia.

"Bisa-bisa di antara kita akan menjadi korban selanjutnya. Sampai kita menjadi korban (penggusuran) selanjutnya, baru kita akan merasakan apa yang dirasakan warga Tanjung Aan," terang Pijai.


(iws/iws)

Hide Ads