DKPP Terima 16 Aduan Dugaan Pelanggaran Etik KPU-Bawaslu di NTB

DKPP Terima 16 Aduan Dugaan Pelanggaran Etik KPU-Bawaslu di NTB

Ahmad Viqi - detikBali
Sabtu, 08 Feb 2025 17:27 WIB
Anggota DKPP Muhammad Tio Aliansyah (tengah), Ketua KPU NTB Khuwailid (merah kiri), dan Ketua Bawaslu NTB Itratip (paling kanan) dalam acara di Mataram, Sabtu (8/2/2025). Foto: (Ahmad Viqi/detikBali).
Foto: Anggota DKPP Muhammad Tio Aliansyah (tengah), Ketua KPU NTB Khuwailid (merah kiri), dan Ketua Bawaslu NTB Itratip (paling kanan) dalam acara di Mataram, Sabtu (8/2/2025). (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menerima 16 pengaduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu pada Pileg dan Pilkada 2024 di Nusa Tenggara Barat (NTB). Seluruh aduan itu masih ditelah di DKPP.

Anggota DKPP Muhammad Tio Aliansyah menjelaskan pada Pemilu 2024, DKPP telah menerima 790 aduan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu di 38 provinsi di Indonesia. Khusus di Provinsi NTB, DKPP menerima 16 aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Data yang kami terima tahun 2024 itu ada 16 pengaduan. Aduan ini kami sedang melakukan telaah dan pemeriksaan," ujar Tio saat acara Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media di Mataram, Sabtu (8/2/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tio merinci 16 aduan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu di NTB, yaitu di Lombok Tengah dan Lombok Timur masing-masing empat pengaduan, Lombok Utara dan Dompu tiga pengaduan, serta Lombok Barat dan Sumbawa masing-masing satu pengaduan.

"Tahun 2025 ini ada dua pengaduan masuk. Satu pengaduan di Kabupaten Bima dan satu pengaduan di Kota Bima," ujar Tio.

Dia menjelaskan seluruh pengaduan yang diterima DKPP, termasuk 16 pengaduan dari NTB belum tentu masuk ke tahap pemeriksaan yang berlanjut ke tahap persidangan.

"Seluruh pengaduan yang masuk sebanyak 790 itu belum tentu masuk pemeriksaan dan persidangan. Jadi harus dilakukan tahapan-tahapan di DKPP," tegas Tio.

Tio mengatakan tahapan sebelum masuk ke materi pemeriksaan, aduan yang dilaporkan masyarakat harus dilakukan verifikasi administrasi dan verifikasi materi. Jika dua tahapan itu tidak memenuhi syarat, Tio melanjutkan, maka aduan tersebut dikembalikan kepada pengadu.

"Kami kembalikan. Hal ini untuk sortir bagimana keseriusan masyarakat ataupun peserta pemilu untuk mengadukan penyelenggara pemilu. Karena tugas DKPP berbeda dengan KPU maupun Bawaslu," urai Tio.

Dalam menerima aduan masyarakat, Tio berujar, DKPP bersifat pasif. DKPP diilarang mengomentari suatu dugaan pelanggaran ke masyarakat. Selain itu, DKPP juga dilarang menyuruh orang untuk melaporkan dugaan pelanggaran penyelenggara.

"Jadi tugas kami menerima aduan, melakukan pemeriksaan dan penyelidikan berdasarkan aduan," tegas Tio.

Sementara itu, Ketua KPU NTB Muhammad Khuwailid mengatakan ada dua objek etik yang bisa dilaporkan kepada penyelenggara pemilu. Dalam kode perilaku, penyelenggara pemilu dilarang melakukan by omission atau penyelenggara tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Kedua, penyelenggara dilarang melakukan by comission penyelenggara melakukan sesuatu tindakan secara langsung yang terhadap sesuatu tidak dilakukan.

"Dari bisa jadi penyelenggara itu tidak melakukan sesuatu. Misalnya pasal 135 A dalam UU Pemilu, Bawaslu memiliki kewenangan memutus pelanggaran administrasi yang bersifat terstruktural, sistematis, dan masif," beber Khuwailid.

"Contoh kemarin Bawaslu memberikan imbauan soal tahapan mutakhir data pemilih. Itu kami maknai sebagai langkah pencegahan. Jadi itu yang harus ditindaklanjuti oleh penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU," sambungnya.

Ketua Bawaslu NTB Itratip mengeklaim lembaganya telah melakukan kepatuhan etik selama melakukan pengawasan pemilu. Menurutnya, dalam indeks etik penyelenggara pada 2024, NTB masuk posisi tujuh besar dari 38 provinsi di Indonesia.

Itratip menerangkan posisi itu diraih karena Bawaslu aktif melakukan kerja-kerja pengawasan pemilu dengan melibatkan insan media selama tahapan Pileg, Pilpres, dan Pilkada Serentak 2024 di NTB.

"Indeks keterbukaan kami yang dikeluarkan oleh DKPP itu capai 87,73 persen. Kami masuk dalam penyelenggara sangat patuh," ujarnya.

Adapun indeks keterbukaan informasi berdasarkan survei persepsi 2024, Itratip melanjutkan, penyelenggara dan pengawasan pemilu di NTB berada di angka 80 persen.

"Artinya selama ada laporan kami selalu memberikan informasi perkembangan ke tengah publik. Sebisa mungkin kami dapat memberi informasi itu melalui media," tandasnya.




(hsa/hsa)

Hide Ads