Sebanyak 10 kapal milik nelayan di pesisir Pantai Tablolong, Desa Tablolong, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), hancur dihantam banjir rob pada Selasa (4/2/2025) sore. Warga setempat terancam kehilangan mata pencaharian.
"Perahu nelayan yang rusak sekitar 10 unit karena dihantam gelombang tinggi kemarin," ujar Kanit 1 SAR Polairud Polda NTT, Ipda Joel Bolang, Rabu (5/2/2025).
Joel mengungkapkan, beberapa kapal nelayan tenggelam, pecah, dan patah menjadi dua bagian. Semua perahu itu tidak bisa diselamatkan saat banjir rob melanda kawasan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada beberapa saja yang masih aman, tapi ada yang rusak total dan tidak bisa dipergunakan lagi," ungkap Joel.
Salah seorang warga RT 04, Dusun 02, Desa Tablolong, Eddy Malaisay, mengatakan banjir rob terjadi secara tiba-tiba. Warga heran karena tidak ada angin dan hujan, tetapi gelombang tinggi datang menghantam.
"Kami semua heran dengan kejadian kemarin. Padahal tidak ada hujan maupun angin kencang, hanya gelombang saja yang datang tiba-tiba," kata Eddy.
Pria berusia 48 tahun itu mengaku beruntung karena gelombang masih bisa ditahan oleh tembok penahan. Eddy menyebut banjir rob kali ini lebih besar dibandingkan peristiwa serupa pada 2001, yang saat itu tidak menimbulkan kerusakan berarti.
"Pada 2001 itu gelombang tidak terlalu tinggi, tapi yang lebih parah itu yang kejadian kemarin karena gelombang tinggi seperti ukuran rumah," ungkap Eddy.
Dampak banjir rob mengakibatkan perahu motor milik Eddy hancur total. Perahu yang semula berlabuh di tengah laut terseret ke tepi pantai dalam kondisi rusak parah sekitar pukul 03.00 Wita dini hari.
Akibatnya, Eddy kehilangan mata pencarian sebagai nelayan. Ia mengaku tidak bisa melaut lagi karena tidak memiliki modal untuk membeli perahu motor baru yang harganya sekitar Rp 200 juta, ditambah perlengkapan mesin dan pukat.
"Saya hanya bisa selamatkan genset saja. Kalau mesin perahunya masih ada di sana (laut). Kerugiannya saya tidak bisa hitung, tetapi kalau perahu saja itu harganya sudah Rp 200 juta, belum lagi pukat dan lain-lain. Totalnya bisa Rp 500-600 juta. Ini pastinya saya tidak bisa melaut lagi karena tidak ada modal," pungkas Eddy.
(dpw/dpw)