Bertahan Dengan Beras dan Doa: Kisah Mahasiswi Korban Erupsi Berjuang di Kupang

Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki

Bertahan Dengan Beras dan Doa: Kisah Mahasiswi Korban Erupsi Berjuang di Kupang

Yufengki Bria - detikBali
Rabu, 13 Nov 2024 22:36 WIB
Katarina Helena Wolor, saat ditemui detikBali, Rabu (13/11/2024).
Katarina Helena Wolor, saat ditemui detikBali, Rabu (13/11/2024). (Foto: Yufengki Bria/detikBali)
Kupang -

Rina, begitu sapaan akrab Katarina Helena Wolor, terlihat termenung ketika tiba di kosnya pada sore hari, Rabu (13/11/2024). Dengan wajah yang menunjukkan kelelahan, ia baru saja berjalan kaki sejauh 3 kilometer dari kampus Politani Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menuju tempat tinggalnya di RT 07, Dusun II, Desa Penfui Timur.

Katarina, mahasiswi asal Desa Nawakote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, kini harus menghadapi ujian berat setelah bencana erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang terjadi pada 4 November lalu. Bencana tersebut tidak hanya merusak tempat tinggalnya, tetapi juga menghancurkan lahan perkebunan keluarga yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.

Saat erupsi terjadi, Rina yang tengah berada di Kupang, tidak langsung mengetahui kondisi keluarga di desa. Semua anggota keluarganya terpaksa mengungsi untuk menghindari material vulkanik yang menyelimuti wilayah mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak ada satu pun harta benda yang bisa diselamatkan. Mereka hanya bisa membawa pakaian di badan, berlarian tanpa arah untuk mencari perlindungan.

Air mata Rina tak terbendung saat mengenang kenangan indah sebelum bencana datang. Lahan perkebunan yang dulunya subur dengan pohon kelapa dan kakao kini hancur tertimbun abu vulkanik.

"Saya hanya bisa berdoa agar keluarga saya dilindungi," ujar Rina dengan suara bergetar.

Warga berlari menjauhi erupsi dari kawah Gunung Lewotobi Laki-laki di Desa Pululera, Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (7/11/2024). Berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki pada 7 November 2024 pukul 10:48 WITA mencapai tinggi kolom abu sekitar 5.000 meter di atas puncak atau 6.584 m di atas permukaan laut. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.Warga berlari menjauhi erupsi dari kawah Gunung Lewotobi Laki-laki di Desa Pululera, Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (7/11/2024). Berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki pada 7 November 2024 pukul 10:48 WITA mencapai tinggi kolom abu sekitar 5.000 meter di atas puncak atau 6.584 m di atas permukaan laut. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom. Foto: ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA

Bagi Rina, selain kehilangan tempat tinggal dan harta benda, bencana ini juga membuatnya kesulitan untuk melanjutkan pendidikan. Orang tua dan enam kakak kandungnya selama ini adalah penopang biaya kuliah Rina.

Namun, setelah bencana, Rina kesulitan mendapat kiriman uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di kos. Bahkan, kebutuhan sehari-hari seperti sayur, sabun, dan fotokopi untuk kuliah pun sering kali terganggu. Biasanya, setiap dua pekan sekali, dia mendapat kiriman uang dari kampung.

"Sudah hampir tiga minggu ini, saya tidak mendapat kiriman uang dari orang tua," ungkapnya.

Selama di Kupang, Rina makan apa adanya. Terkadang dia hanya mengandalkan garam dan penyedap rasa. Beruntung stok berasnya masih tersedia beberapa kilogram.

Meski begitu, Rina beruntung masih bisa bertahan berkat bantuan teman-temannya. Ada yang memberinya sayur, bahkan sekadar sabun.

"Kalau untuk beras masih bisa saya bertahan hidup di sini. Terkadang makan tanpa sayur, saya tidak persoalkan intinya saya sehat dan keluarga juga begitu," ungkap Rina.

Selain itu, Rina juga mendapat kebaikan dari pemilik kosnya, yang memutuskan untuk menggratiskan biaya sewa selama tiga bulan.

"Saya sangat berterima kasih, di tengah kesulitan ini ada orang yang peduli. Kalau harap orang tua, pasti sangat sulit," ucapnya sambil tersenyum penuh rasa syukur.

Namun, tantangan belum selesai. Rina masih kesulitan menghubungi keluarganya di kampung halaman. Sinyal telepon di daerah mereka sering hilang, dan komunikasi pun terputus.

"Saya selalu berusaha menelepon, tapi sering gagal. Saya hanya bisa berharap mereka dalam keadaan baik-baik saja," ujarnya.




(dpw/dpw)

Hide Ads