Dahsyatnya erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 3 November 2024 tidak hanya memporak-porandakan bangunan rumah warga. Namun, juga merusak lahan perkebunan dan pertanian warga. Walhasil, sejumlah mahasiswa asal desa-desa di kaki Gunung Lewotobi terancam putus kuliah.
Anastasia Puka, warga Desa Hokeng Jaya, mengungkapkan saat ini putri semata wayangnya sedang kuliah di Kabupaten Ende, NTT. Erupsi Lewotobi sempat membuatnya putrinya itu patah arang karena orang tuanya kehilangan penghasilan.
"Kemarin (saat bencana) itu dia lari pulang dari Ende, dia mati-matian tidak mau kuliah lagi. Karena biaya kami dapat dari mana? Saya bilang tunggu saja, mungkin ada bantuan dari pemerintah," kata Anastasia saat diwawancarai detikBali di posko pengungsian Desa Bokang, Kecamatan Titehena, Rabu (20/11/2024) sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anastasia membeberkan penghasilan utama keluarganya dan warga lain di desanya adalah dari kebun kelapa dan kakao. Akan tetapi, lontaran batu panas dan abu vulkanik Lewotobi Laki-laki meluluhlantakkan kebunnya.
"Kelapa hangus dan hancur semua," ujarnya pasrah.
Hal serupa juga diungkapkan Hendrikus Hengky Mukin, warga Desa Klatanlo. Erupsi Lewotobi Laki-laki menyebabkan lahan pertaniannya seluas dua hektare rusak.
"Ada dua hektare. Ada kelapa 50 pohon dan kakao 700 pohon," ungkap Hendrikus.
Praktis, saat ini Hendrikus kehilangan penghasilan. Padahal, anaknya sedang kuliah di Jakarta. Hendrikus akhirnya harus mengandalkan tabungan untuk membiayai uang makan dan kos-kosan anaknya di ibu kota. Walhasil, uang cadangannya lama-lama terkikis.
"Sejak kami berada di sini belum ada pemasukan. Biasanya mengandalkan hasil komoditas (perkebunan)," kata Hendrikus sedih.
Sementara itu, di lokasi pengungsian di Desa Kobasoma, warga kekurangan air bersih untuk mencuci dan masak. Mereka terpaksa harus ke kali di Desa Konga untuk mandi dan cuci pakaian. Tampak ibu-ibu dan orang tua sedang mencuci pakaian.
"Kami kekurangan air bersih untuk mandi dan cuci dan masak," ujar Ina Lerek, warga Desa Hokeng Jaya yang mengungsi ke Kobasoma.
Mahasiswi di Kupang Kesulitan di Kos-kosan
Katarina Helena Wolor, mahasiswi Politani Kupang asal Desa Nawakote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, kini harus menghadapi ujian berat setelah bencana erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki. Bencana tersebut tidak hanya merusak tempat tinggalnya, tetapi juga menghancurkan lahan perkebunan keluarga yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.
Saat erupsi terjadi, Rina yang tengah berada di Kupang, tidak langsung mengetahui kondisi keluarga di desa. Semua anggota keluarganya terpaksa mengungsi untuk menghindari material vulkanik yang menyelimuti wilayah mereka.
Tidak ada satu pun harta benda yang bisa diselamatkan. Mereka hanya bisa membawa pakaian di badan, berlarian tanpa arah untuk mencari perlindungan.
Air mata Rina tak terbendung saat mengenang kenangan indah sebelum bencana datang. Lahan perkebunan yang dulunya subur dengan pohon kelapa dan kakao kini hancur tertimbun abu vulkanik.
"Saya hanya bisa berdoa agar keluarga saya dilindungi," ujar Rina dengan suara bergetar.
Bagi Rina, selain kehilangan tempat tinggal dan harta benda, bencana ini juga membuatnya kesulitan untuk melanjutkan pendidikan. Orang tua dan enam kakak kandungnya selama ini adalah penopang biaya kuliah Rina.
Namun, setelah bencana, Rina kesulitan mendapat kiriman uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di kos. Bahkan, kebutuhan sehari-hari seperti sayur, sabun, dan fotokopi untuk kuliah pun sering kali terganggu. Biasanya, setiap dua pekan sekali, dia mendapat kiriman uang dari kampung.
"Sudah hampir tiga minggu ini, saya tidak mendapat kiriman uang dari orang tua," ungkapnya.
Kini, Rina sudah mendapatkan sejumlah bantuan. Bahkan, pemilik kos untuk sementara membebaskan biaya kos.
Keuskupan Labuan Bajo Kirim Rp 175 Juta-2 Ton Beras
Gereja Katolik Keuskupan Labuan Bajo melalui Posko Caritas Keuskupan Labuan di Manggarai Barat, NTT, menyalurkan bantuan Rp 175 juta, sembako, dan pakaian untuk terdampak erupsi gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, NTT. Bantuan tahap pertama dikirim melalui jalur darat ke Flores Timur, Rabu.
Adapu, Posko Caritas dibentuk Keuskupan Labuan Bajo pada 8 November 2024 untuk menggalang bantuan bagi terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.
"Posko juga akan memberikan dukungan berupa uang dengan rincian untuk Posko Caritas Larantuka Rp 75 juta, untuk Biara SSPS wilayah bagian timur Rp 50 juta dan untuk Seminari Hokeng Rp 50 juta," kata Koordinator Posko Caritas Keuskupan Labuan Bajo Romo Yuvensius Rugi, Rabu.
Bantuan lain yang dikirim pada tahap pertama ini yakni dua ton beras, 80 dus mi instan, 50 dus air mineral, minyak goreng, satu karung masker, dan lima dus sabun mandi. Ada juga pakaian 28 karung.
"Semua diantar ke Posko Caritas Larantuka (di Flores Timur)," ujar Yuven.
Ia menjelaskan bantuan itu dikumpulkan dari umat. Tak hanya umat Keuskupan Labuan Bajo tapi juga umat di Jawa hingga luar negeri.
"Tidak hanya umat atau masyarakat Manggarai Barat, tetapi juga kenalan yang ada di Jawa dan Jakarta. Mereka menyalurkan kasih mereka melalui Caritas Keuskupan Labuan Bajo," kata Yuven.
"Dari luar negeri juga turut berdonasi seperti dari Swiss ada kelompok yang peduli dengan situasi di Lewotobi Larantuka. Mereka telah menyalurkan kasih juga via Posko Caritas Keuskupan Labuan Bajo," sambungnya.
(hsa/gsp)