Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maxs UE Sanam, membeberkan penyakit african swine fever (ASF) atau demam babi masih menjadi PR besar dalam penanganan dan pencegahannya. Sebab, hingga saat ini pun belum ditemukan terapi maupun vaksinnya terhadap penyakit yang sudah menular secara global itu.
"Sejauh ini penyakit yang sulit diatasi adalah ASF karena belum ada vaksinnya. Ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus diatasi dan dicegah," ujar Maxs di sela-sela kegiatan International Conference On Animal And Human Medical Science, di Kota Kupang, NTT, Kamis (19/9/2024).
Baca juga: 550 Babi di Sikka NTT Mati karena ASF |
Guru Besar Mikrobiologi dan Parasitologi di Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan (FKKH) Undana, itu mengatakan selain ASF, penyakit rabies yang awalnya hanya terjadi di Pulau Flores, tapi sudah menyebar ke Pulau Timor hingga memakan banyaknya korban jiwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti rabies, saya ingat persis yang awal mulanya menyerang Kabupaten Flores Timur, tapi sekarang sudah mulai menyebar hingga di sini (Pulau Timor). Bahkan masih banyak lagi penyakit zoonosis yang sulit diatasi, di NTT paling banyak mengoleksi beragam penyakit hewan, baik yang menular maupun tidak," kata Maxs.
Menurutnya, Undana berupaya turut serta dalam penanganan, pencegahan dan pengobatan terhadap sejumlah penyakit menular yang menyerang ternak maupun manusia. Yakni, melalui pemberian vaksinasi, sosialisasi, pengobatan, dan edukasi.
"Kami juga kemudian mengembangkan laboratorium riset untuk mendiagnosis penyakit ASF dan sebagainya. Ini sangat penting karena pandemi COVID-19, itu sangat memberi pelajaran bagi kita semua untuk menyiapkan laboratorium yang bisa menyediakan PCR di NTT," jelasnya.
Maxs membeberkan sebelum konferensi internasional mengenai ilmu pengobatan hewan dan manusia di Undana hari ini, sudah dilakukan melalui seminar nasional hingga internasional. Menurutnya, Undana sudah mempunyai jaringan yang luas dengan sejumlah universitas di luar negeri.
"Intinya ini dilakukan oleh Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Undana, maka tipikalnya adalah kombinasi antara ilmu kedokteran manusia dan kedokteran hewan karena tema yang diangkat itu berhubungan dengan penyakit infektious yang berasal dari hewan dan bisa berdampak pada manusia," beber Maxs.
"Ini kan pertemuan yang menghadirkan para peneliti untuk melahirkan ide, networking, dan kolaborasi untuk melanjutkan programnya," sambung Maxs.
Ketua Panitia International Conference On Animal And Human Medical Science, Larry Richard Wellem Toha, menambahkan kegiatan tersebut menghadirkan para peneliti dari Jepang, Indonesia, dan Belanda untuk berkolaborasi dalam penanganan dan pencegahan penyakit. Sebab, semua penyakit infektious pada manusia hampir 75 persen bersumber dari hewan.
"Sehingga kolaborasi dalam setiap sektor sangat penting karena penyakit-penyakit baru yang selalu muncul, itu berasal dari negara berkembang yang masih minim fasilitas kesehatan, ekonomi, dan kemiskinan. Karena itu, semua sektor tidak boleh egois dan bekerja sendiri," terang Larry.
Menurut Larry, penyakit-penyakit seperti TBC, hepatitis, herpes, dan toxoplasma, itu bersumber dari hewan. Bila tidak ada kolaborasi dalam penanganan secara serius, maka membutuhkan biaya yang sangat besar apabila sudah menular ke manusia.
"Kami tekankan bahwa perlu adanya kolaborasi antar semua pihak dalam penanganan penyakit yang berkelanjutan," tandas Larry.
(hsa/gsp)