Ramni menceritakan pada 2019 sempat mondar-mandir membawa berkas ke kantor desa untuk menanyakan bantuan RTG dari pemerintah. Karena tidak mendapatkan kejelasan hingga tahun 2023, Ramni akhirnya pasrah dan membiarkan rumah tersebut terbengkalai.
"Saya ke sana (ke kantor desa), katanya tidak dapat. Setelah itu saya bangun rumah sederhana dari bahan rumah yang rusak ini. Jadi bahan rumah rusak ini saya pakai buat dapur, kamar mandi, dan buat kamar pakai bahan-bahan yang ada ini," ujarnya sambil meratapi sisa puing rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wanita paruh baya yang memiliki sembilan cucu ini mengungkapkan rumah sementara yang didirikan di dekat rumah yang porak-poranda menelan biaya Rp 50 juta. Uang itu didapat dari hasil berkebun dan berjualan sayur-sayuran.
"Sekarang saya sendiri tidak punya suami sejak meninggal tahun 2019. Sambil berkebun saya jualan dulu untuk biaya sehari-hari," tutur Ramni.
Memasuki 2024, tepatnya pada Februari, Ramni pun bisa tersenyum. Dia terpilih sebagai penerima bantuan rumah tidak layak huni (RTLH) dari program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 119 tahun 2024.
"Alhamdulillah. Ini mungkin berkat doa kami selama ini. Walaupun dibangun rumah dengan ukuran yang berbeda tapi saya berterima kasih sudah dibantu," ungkapnya.
100 Rumah Belum Dapat Bantuan RTG di Genggelang
Kepala Desa Genggelang Dodi Alamudi mengungkapkan selain rumah Ramni, ada 100 rumah warga masuk kategori rusak berat belum mendapat bantuan RTG sejak 2018. Sebab, tidak terdata di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Ada 100 rumah belum dapat RTG di Menggala itu katanya belum masuk pendataan. Katanya sih datanya belum valid. Kok bisa?" kata Dodi mempertanyakan saat ditemui, Selasa (5/3/2024) lalu.
Dodi mengungkapkan ada banyak keluhan dari 100 rumah warga belum mendapatkan bantuan RTG mengeluhkan kondisi tersebut. Menurut Dodi, dari data yang dipegang pihak desa, ada 300 rumah masuk kategori rusak berat, sedang dan ringan akibat gempa 2018. Rumah warga yang masuk kategori rusak sedang dan ringan sudah mendapat RTG secara bertahap sejak 2019 hingga 2023.
"Yang rusak ringan kami masih andalkan bantuan dari pemda. Kalau dari pemerintah desa tidak bisa menganggarkan, karena biaya. Kan yang rusak ringan kisaran Rp 10 juta. Sesuai dengan kemampuan APBDes," terang Dodi.
Terpisah, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Genggelang, Johan, mengatakan banyaknya rumah warga korban gempa yang belum mendapatkan bantuan RTG menjadi catatan pemerintah desa. Menurutnya, salah satu upaya yang baru-baru ini dilakukan ialah dengan mengusulkan para korban mendapatkan bantuan pembangunan RTLH melalui program TMMD ke 119 tahun 2024 di Lombok Utara.
![]() |
Realisasi terakhir pemberian RTG kata Johan terjadi empat tahun lalu pada masa Bupati Najmul Akhyar. Ketika itu, Bupati Najmul memberikan dua RTG khusus warga Desa Genggelang. "Waktu itu tahun 2020. Sekarang tidak ada pembangunan di zaman Bupati Djohan Syamsu," ujarnya.
"Kondisi di lapangan banyak belum diselesaikan. Tidak mengerti juga sering mengusulkan hasilnya nihil semua," kata Johan mengeluh.
Dikatakan Johan, beberapa kali pihak Pemdes meminta KTP warga menjadi korban gempa. Namun realisasi RTG tidak kunjung diberikan oleh pemerintah daerah dan pusat. "Sekarang kan ada dua rumah yang harus dapat RTLH korban gempa di Desa Gegelang, termasuk Ibu Ramni," ungkapnya.
Menurut Johan, bantuan RTLH dari TNI melalui dana pusat yang dialokasikan ke daerah itu rupanya belum cukup membantu beban masyarakat. Sebanyak 100 rumah yang belum tersentuh bantuan dari pemerintah pusat bakal tetap diusulkan.
"Kekhawatiran kami ya pusat tidak lagi menganggarkan walaupun sebenarnya sudah kami usulkan, tetapi tidak ada tindak lanjut dari pemerintah," ucap Johan.
2.500 Rumah Tak Tersentuh di Lombok Utara
Wakil Bupati Lombok Utara Denny Karter Febrianto Ridawan mengatakan pasca gempa 2018 lalu ada 62 rumah mendapatkan bantuan RTG. Ada pun sumber dana RTG itu berasal dari dana siap pakai (DSP) yang digelontorkan pusat secara bertahap hingga 2022 lalu.
"Dari dana DSP itu ada 62 ribu sudah kami bangun. Tapi memang ada 2.500 belum diselesaikan di Lombok Utara," ujar Denny.
Ketua DPD Gerindra Lombok Utara itu mengatakan data 2.500 rumah warga yang belum mendapatkan RTG sudah diusulkan ke pusat pada tahun 2023. Pengusulan itu dilakukan melalui dana rehab rekon di BNPB. "Ya. Kami berdoa sama berharap juga karena ini anggaran dari BNPB Pusat tentu bagaimana pusat sesegera mungkin intervensi RTG yang belum selesai," kelit Denny.
Tindakan yang sudah dilakukan untuk memperjuangkan RTG kepada penyintas gempa Lombok lanjut Denny adalah memasukkan semua data rumah warga ke dalam dokumen rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana (R3P) ke BNPB. Menurutnya data R3P itu sudah masuk dan sudah divalidasi."Mudahan bisa dalam beberapa bulan ke depan. Saya juga akan memonitor langsung ke BNPB," ucapnya.
Banyaknya warga yang belum tersentuh bantuan RTG gempa 2018 sangat disesalkan Denny. Dia pun tidak menutup mata banyaknya warga yang bertahan selama 6 tahun tidur di rumah darurat yang dibangun secara mandiri.
"Jadi sebenarnya komitmen pusat sudah menyelesaikan 62 ribu rumah melalui dana DSP tetapi ada kekurangan dana DSP ketika masih menyisakan 2.500 rumah. Dan datanya sudah ada di BNPB. Sudah diverifikasi divalidasi. Baik di Pemda sampai ke pusat," ucapnya.
Denny berjanji dalam masa sisa waktu pemerintahannya yang akan berlangsung sampai September 2024, Pemkab Lombok Utara akan terus melakukan monitoring bantuan RTG untuk penyintas gempa Lombok ke pusat.
TNI bantu warga di halaman berikutnya