Menengok Masjid Agung Albaitul Qadim di Kota Kupang, Dibangun pada 1806

Ragam Ramadan 2024

Menengok Masjid Agung Albaitul Qadim di Kota Kupang, Dibangun pada 1806

Yufengki Bria - detikBali
Selasa, 19 Mar 2024 16:01 WIB
Masjid Agung Albaitul Qadim, di Kota Kupang, NTT, Minggu (17/3/2024).
Masjid Agung Albaitul Qadim, di Kota Kupang, NTT, Minggu (17/3/2024). Foto: Yufengki Bria/detikBali
Kota Kupang - Masjid Agung Albaitul Qadim di Kelurahan Airmata, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi masjid tertua di Pulau Timor. Masjid tersebut mulai dibangun pada 1806 dan baru selesai pada 1812.

Masjid Agung Albaitul Qadim menjadi penanda masuknya umat muslim ke Pulau Timor. Masjid itu juga menjadi simbol pemersatu antarumat beragama di Pulau Timor karena lahan rumah ibadah tersebut dihibahkan langsung oleh Raja Timor.

Ketua Yayasan Masjid Agung Albaitul Qadim, Abdul Syukur Dapubeang, menceritakan berdirinya Masjid Agung Albaitul Qadim. Mulanya, sekitar 20 ulama yang dipimpin oleh Syaban bin Zannah tiba di Pulau Timor sebelum 1800.

Rombongan pendakwah itu tiba di kampung Fatubesi (Kelurahan Fatubesi), Kecamatan Kota Lama. Mereka membangun sebuah surau kecil. Namun, Belanda meminta agar bangunan itu dijadikan kompleks perumahan para pejabat Belanda.

Akhirnya, Abdul melanjutkan, surau itu dipindahkan ke Kelurahan Fontein, Kecamatan Kota Lama. Namun, Belanda menjadikan Fontein sebagai pusat pemerintahan Belanda.

Melihat perjuangan Syaban, Raja Timor meminta ulama tersebut untuk hadir di Desa Airmata (sekarang sudah jadi kelurahan). Raja Timor lalu menghibahkan 2 hektare tanah untuk pembangunan masjid.

Masjid itu mulai dibangun pada 1806. Awalnya, rumah Tuhan itu dibangun dengan ukuran 10x10 meter yang diarsiteki oleh Syaban sendiri.

Masjid Agung Albaitul Qadim, Kota Kupang, NTT, Minggu (17/3/2024). Masjid tersebut didirikan pada 1806.Masjid Agung Albaitul Qadim, Kota Kupang, NTT, Minggu (17/3/2024). Masjid tersebut didirikan pada 1806. Foto: Yufengki Bria/detikBali


Bentuk Masjid Agung Albaitul Qadim melambangkan persatuan karena ada berbagai suku di Kelurahan Airmata di antaranya Timor, Sabu, Rote, dan Jawa. Kemudian, barang peninggalan pada saat itu antara lain mimbar, mihrab, bedug beserta pemukulnya, hingga keranda.

"Beragamnya suku, sehingga Syaban bin Zannah melahirkan ide bentuk masjid dan atapnya ada maknanya tersendiri yaitu persatuan," tutur Abdul ketika ditemui detikBali di Kota Kupang, NTT, Minggu (17/3/2024).

Abdul menerangkan agar perjalanan dakwah Syaban tetap aman, Raja Timor membangun sebuah kekuatan agar melindunginya dari serangan Belanda dengan strategi tiga ring pertahanan. Ring pertama adalah pagar Sabu, ring dua adalah Termanu (Rote Ndao), dan ring tiga adalah Taibenu (Timor).

Ketiga ring itulah yang kemudian diberi nama Tirosa (Timor, Rote, dan Sabu) yang melambangkan persatuan antara ketiga suku tersebut. "Jadi nama Tirosa, itu sejak 1806 mulai terbentuk dari Kelurahan Aimata, karena untuk menghadang perlawanan Belanda," ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, Abdul melanjutkan, umat muslim terus bertambah dan pada 1984 bangunan Masjid Agung Albaitul Qadim ditambah menjadi dua lantai. Renovasi itu baru selesai pada 1994.

Kini Masid Agung Albaitul Qadim mampu menampung 500 jemaah. "Selama ini masjid baru direnovasi satu kali," beber Abdul.

Sosok Syaban bin Zannah

Abdul mengungkap Syaban bin Zannah adalah seorang ulama besar keturunan Al Farizih di Timur Tengah. Syaban melakukan perjalanan dakwah ke Indonesia, dimulai dari Palembang, Sumatera Selatan. Kemudian menelusuri Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur, hingga tiba di Kota Kupang.

Menurut Abdul, salah satu keturunan Syaban yang meninggal di Pulau Solor, sampai saat ini dikenal sebagai Sultan Menangah. Sedangkan, Syaban tak diketahui persis meninggal di mana.

"Karena kemungkinan besar, setelah melakukan dakwah di sini, dia (Syaban) pergi lagi ke tempat lain baru meninggal dunia," katanya.

Abdul menambahkan keturunan Syaban juga mencapai Timor Leste. Di Timor Leste, salah satu turunan Syaban yaitu marga Alkatiri.

"Sehingga, asal muasal peradaban muslim di Pulau Timor, dimulai dari Kelurahan Airmata dan masjid ini merupakan simbol pemersatu etnis di seluruh Pulau Timor," tuturnya.


(gsp/dpw)

Hide Ads