Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menemukan takjil mengandung boraks di Kota Mataram. Temuan itu berdasarkan hasil inspeksi pengawasan makanan selama Ramadan di beberapa sentral takjil di Kota Mataram.
Kepala BBPOM Mataram Yosef Dwi Irwan membeberkan ada empat lokasi sentra takjil yang diambil sampelnya. Yaitu, di Lapangan Pagutan Kota Maya, Jalan Panji Tilar, Sentral Tembolak Kota Mataram, dan di depan Taman Budaya NTB Jalan Majapahit, Mataram.
"Ada 82 sampel jajan takjil telah dilakukan uji cepat terhadap kandungan formalin, boraks, rhodamin B dan methanil yellow," ujar Yosef seusai melakukan pengawasan di Sentral Takjil di Lapangan Pagutan, Kota Mataram, Senin sore (18/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa makanan dan minuman yang diambil sampelnya antara lain, pempek, cilok, bakso, gula kapas, kerupuk, terasi, siomay, kurma, es campur, cantik manis, dan tahu. Dari 82 sampel yang dilakukan uji, sebanyak 79 sampel memenuhi syarat dan tiga sampel kerupuk tempe tidak memenuhi syarat dan mengandung boraks.
"Kami buatkan surat pernyataan. Kami juga telusuri bersama dengan Dinas Kesehatan untuk melacak di mana produsennya," kata Yosef.
Selain itu, BBPOM juga memberikan surat peringatan kepada penjual bahan makanan kerupuk tempe yang mengandung boraks untuk tidak lagi menjualnya.
"Ini produk lokal. Kami nanti akan datang ke produsen dan meminta tidak menggunakan soda dalam pembuatan kerupuk tempe ini," ucap Yosef.
Menurutnya, penggunaan boraks dalam makanan sangat bahaya bagi tubuh manusia. Jika dikonsumsi secara terus-menerus akan berdampak pada rusaknya organ vital manusia.
"Seperti hati dan ginjal. Bisa berdampak dalam jangka panjang penurunan fungsi kesehatan hati dan ginjal. Inilah yang menyebabkan kanker," tutur Yosef.
Biasanya, jika mengkonsumsi boraks dalam jumlah yang cukup banyak akan menimbulkan reaksi mual dan muntah. Hal itulah yang bisa berdampak pada serangan penyakit kanker.
Namun demikian, daya pengaruh mengkonsumsi boraks bagi tubuh manusia ada yang timbul langsung dan ada yang timbul dalam jangka waktu panjang sampai 10 tahun.
"Jadi, dampaknya variatif bisa menurunkan kualitas kesehatan organ secara langsung jika kandungannya banyak dan ada yang tidak dirasakan secara langsung yang berdampak dalam jangka panjang," pungkas Yosef.
(hsa/nor)











































