Eks Rektor Antara Meratapi Nasib di Penjara: Apa Salah Saya?

Eks Rektor Antara Meratapi Nasib di Penjara: Apa Salah Saya?

Aryo Mahendro - detikBali
Kamis, 04 Jan 2024 20:26 WIB
Terdakwa perkara dugaan korupsi SPI Unud I Nyoman Gde Antara di PN Tipikor Denpasar, Kamis (4/1/2024). (Aryo Mahendro/detikBali).
Foto: Terdakwa perkara dugaan korupsi SPI Unud I Nyoman Gde Antara di PN Tipikor Denpasar, Kamis (4/1/2024). (Aryo Mahendro/detikBali)
Denpasar -

Terdakwa perkara dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud), I Nyoman Gde Antara, mengaku sering meratapi nasib selama di penjara.

Antara masih tidak menerima statusnya sebagai terdakwa dalam perkara tersebut.

"Saya hampir tiga bulan dipenjara. Saya hampir setiap malam di penjara itu, (merenung) apa salah saya?" kata Antara seusai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Denpasar, Kamis (4/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Antara juga masih belum dapat menerima kenyataan dirinya kehilangan jabatan sebagai Rektor Unud. Dia merasa dikriminalisasi atas perkara dugaan korupsi SPI tersebut.

"Kenapa saya harus kehilangan jabatan rektor ketika sedang giat-giatnya memajukan Unud. Salah saya apa?" kata Antara.

ADVERTISEMENT

Dia lalu mengingat-ingat saat awal kasus dugaan korupsi Unud itu mencuat ke publik. Antara menceritakan banyak polisi bersenjata lengkap menggeledah beberapa ruangan di gedung Rektorat Unud, 24 Oktober 2022.

Antara mengaku masih bingung dan mempertanyakan apakah penggeledahan itu sudah sesuai prosedur. Dia menyamakan aksi penggeledahan itu seperti menggerebek sarang bandar narkoba.

"Kami diteriaki disuruh keluar. Kami dikumpulkan di ruangan tertentu. Kemudian semua dokumen diambil. Ini apa-apaan. Apakah penggeledahan itu sah," tuturnya.

Terkait sidang hari ini, Antara berkukuh bahwa penerapan SPI di Unud sudah melalui prosedur dan penggunaan yang benar. Selain itu, dia juga menganggap pemungutan SPI dari para calon mahasiswa tidak memerlukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai dasar hukum.

Namun, fakta berbeda dilontarkan Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) Ganefri yang hadir saat sidang sebagai saksi. Kesaksian Ganefri menjadi pembanding penerapan SPI di kampus yang berstatus PT-BLU (Perguruan Tinggi berstatus Badan Layanan Umum).

Ganefri bersaksi dasar hukum pemungutan atau penerapan SPI itu ada dua. Yakni, Permendikti Nomor 25 Tahun 2020 dan PMK.

"Aturan SPI itu PMK dan Permendikbuddikti 25 Tahun 2020," kata Ganefri.

Kemudian, Ganefri bersaksi bahwa besaran atau nominal SPI di kampusnya tidak sama antara program studi satu dengan yang lain. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan kemampuan finansial tiap calon mahasiswa.

"SPI di UNP itu diatur di dalam PMK. SPI itu tidak masuk tarif layanan. Karena dia tidak flat (rata). Karena memang harus sesuai kemampuan ekonomi calon mahasiswa," bebernya di hadapan majelis hakim.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads