Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) mulai memetakkan akun pendengung (buzzer) menjelang Pemilu 2024. Bawaslu menemukan ribuan akun pendengung mulai menjamur di media sosial (medsos).
"Karena akun-akun buzzer atau akun bodong di media sosial itu sudah sangat menjamur ya, apalagi saat musim pemilu tahun ini ada ribuan akun," kata Tenaga Ahli Bawaslu RI, Arief Rachman Hakim, di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (22/11/2023).
Arief melibatkan tim Cyber Polri untuk memetakan akun pendengung yang diduga akan menyebarkan kampanye hitam maupun hoaks di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Menurut dia, untuk menelusuri akun bodong medsos sangat sukar sehingga memerluka waktu untuk mengungkapnya.
Bawaslu, Arief melanjutkan, sudah menindak beberapa akun buzzer yang sengaja menyebarkan kabar kibul di media sosial. Hal itu dilakukan sebelum kampanye dimulai pada 28 November mendatang.
"Ada beberapa yang sudah kami tindak," papar Arief.
Bawaslu NTB Ajak Para Komunitas Awasi Pemilu
Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu NTB Suhardi mengatakan untuk meminimalisasi pelanggaran pemilu Badan Pengawas mengajak para komunitas untuk ikut mengawasi pelaksanaan Pemilu 2024. Misalkan, komunitas nelayan, ojek, hingga mahasiswa.
Harapannya, mereka dapat memahami bentuk advokasi ketika menemukan pelanggaran pemilu di lapangan. Seluruh komunitas tersebut bakal ikut mengawasi ajang kontestasi serentak tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya dia menemukan ada dugaan pelanggaran, tahu ke mana dia harus melapor. Karena pengawasan tidak bisa hanya dilakukan oleh Bawaslu," ungkap Suhardi.
Suhardi menjelaskan sejumlah pelanggaran pemilu di NTB antara lain politik uang serta menggunakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Padahal, konflik lantaran SARA sangat sulit diselesaikan.
"Politik uang itu mungkin kalau dapat Rp 300 ribu, sebulan atau bahkan seminggu dampaknya bisa hilang. Tetapi kalau pembelahan di masyarakat menggunakan politik tadi (SARA) ini sampai hari ini masih kita rasakan," ujar Suhardi.
(gsp/iws)