Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram mengganti baliho ucapan "Selamat Hari Pahlawan" di Lapangan Sangkareang, Kota Mataram. Hal itu lantaran baliho yang dipasang sebelumnya tak menyertakan foto pahlawan nasional asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yakni TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Informasi yang dihimpun detikBali menyebutkan Pemkot Mataram mengganti baliho tersebut setelah mendapatkan banyak protes pada Kamis malam (9/11/2023). Pada baliho ucapan "Selamat Hari Pahlawan" yang terbaru terdapat foto pahlawan nasional Zainuddin Madjid.
Salah seorang pejabat Humas Pemot Mataram yang enggan disebutkan namanya irit memberikan pernyataan terkait penggantian baliho yang terletak di sebelah kantor Wali Kota Mataram tersebut. "Soal itu (baliho) hanya miskomunikasi," katanya, Jumat (10/11/2023).
Sebelumnya, Pemkot Mataram dianggap tak menghargai Pahlawan Nasional Abdul Madjid karena tidak menyertakan fotonya di baliho ucapan "Selamat Hari Pahlawan".
Sejumlah grup WhatsApp ramai mengkritik baliho yang tak menyertakan foto Pahlawan Nasional yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada November 2017 itu.
"Apa karena lupa ditaruh atau memang ada unsur kesengajaan untuk tidak ditaruh foto Pahlawan Nasional, sang pendiri Organisasi Islam terbesar di NTB itu," kata Sekretaris Pengurus Wilayah Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan (HIMMAH) NTB Abdul Mukmin, Kamis malam.
Sosok TGKH Zainuddin Abdul Madjid
TGKH Zainuddin Abdul Madjid adalah ulama kharismatis asal Lombok, NTB. Tokoh yang dikenal juga dengan sebutan Tuan Guru Pancor ini adalah pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa keislaman berpengaruh di wilayah NTB. Dalam bahasa Indonesia, Nahdlatul Wathan berarti kebangkitan bangsa.
Abdul Madjid lahir di Kampung Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, pada 5 Agustus 1898. Dia wafat pada 21 Oktober 1997 pada usia 99 tahun.
Dilansir dari situs Nahdlatul Wathan, Tuan Guru Pancor mendapat pendidikan dari keluarga maupun Sekolah Rakyat Negara di Lombok. Pada usia 15 tahun, dia berangkat ke Makkah untuk menimba ilmu di Madrasah As-Saulatiyyah. Setelah menyelesaikan pendidikan, dia kembali ke Tanah Air pada 1934 dan mendirikan Pondok Pesantren Al-Mujahidin.
(gsp/iws)