BKKBN menyebut angka stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2023 menurun 2,5 persen dibandingkan data tahun lalu. Adapun, jumlah balita di NTT yang mengalami stunting saat ini sebanyak 63.804 orang.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKKBN NTT Elsa Pongtuluran mengatakan angka stunting saat ini mencapai 15,2 persen. Meski jumlah balita stunting menurun, menurutnya angka tersebut belum sesuai dengan target Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT yaitu 12-10 persen.
"Tentunya ada pekerjaan besar dan penting yang harus kami lakukan. Bagaimana kami berupaya untuk mencegah agar tidak lagi terjadi calon-calon stunting baru ke depan," kata Elsa di Kota Kupang, NTT, Sabtu (28/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Elsa menjelaskan pencegahan stunting perlu dilakukan secara ketat melalui program pembangunan keluarga hingga keluarga berencana. Menuurutnya, seorang ibu harus terhindar dari empat hal, yaitu terlalu muda hamil dan melahirkan, terlalu tua hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan, serta terlalu sering hamil dan melahirkan.
"Jika kita cermati lebih dalam, maka stunting juga memiliki korelasi yang kuat dengan pendapatan keluarga dan jumlah tanggungan di dalam keluarga. Di mana keluarga memiliki pendapatan yang rendah tetapi mempunyai anak banyak sehingga kemampuan keluarga untuk memenuhi gizi keluarga dan sanitasi yang baik masih belum tercapai," jelasnya.
Dia menegaskan stunting tidak hanya terkait dengan masalah ekonomi rendah. Anak yang berasal dari keluarga mampu pun, kata Elsa, tetap berisiko mengalami stunting.
Elsa menekankan perlunya komitmen dan kolaborasi semua sektor untuk percepatan penurunan stunting. Termasuk keterlibatan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, media massa, hingga masyarakat sipil.
"Kami diberi mandat oleh Presiden Jokowi agar sasaran percepatan penurunan stunting dicapai melalui pelaksanaan lima pilar dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting," tandasnya.
(iws/iws)