Sebanyak 331 ribu keluarga di Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk risiko stunting (KRS). Hal itu diungkapkan Menteri/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji.
"Data di NTT saat ini ada 769 ribu keluarga, terdiri dari 331 ribu keluarga risiko stunting (KRS) yang sangat membutuhkan campur tangan pemerintah," kata Wihaji saat menerima kunjungan Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, di Jakarta, Rabu, (19/03/2025).
Selain itu, sekitar 81.984 yang KRS masuk dalam kemiskinan ekstrem. Ada pula sebanyak 157 keluarga yang tidak memiliki jamban. Kemudian, keluarga yang tidak memiliki air minum utama yang layak ada sebanyak 103 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wihaji juga menyinggung bonus demografi Indonesia itu yang mencapai 70,72%. Artinya, orang Indonesia yang produktif hari ini umur 14,65 tahun. Jumlah itu dinilai lumayan banyak.
"Kalau ada 10 orang, berarti ada 6 atau 7 yang produktif, untuk apa? Sebenarnya yang 7 atau 6 orang yang produktif ini diharapkan bisa mendapatkan available job atau dapat pekerjaan," ungkap Wihaji.
"Ini PR, tetapi prinsip yang disebut dengan bonus itu sebenarnya tadi bahwa 7 dari 10 orang Indonesia itu produktif, pertanyaannya adalah apakah karena produktif itu dapat pekerjaan atau justru belum ada pekerjaan," tambah Wihaji.
Namun, Wihaji menyoroti mereka yang masuk usia produktif tersebut telah mendapatkan pekerjaan atau tidak. Usia produktif yang harus mendapatkan pekerjaan itu juga menjadi tantangan di NTT.
"Saya kira tantangan di NTT juga termasuk ini, ternyata mungkin dari 70% itu bisa juga, hanya 30% yang mendapat pekerjaan yang 40% belum mendapatkan available job atau pekerjaan," ucap Wihaji.
(iws/iws)