Kasus Akbar Sorasa, guru honorer di SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dipidanakan siswanya berinisial A mendapat perhatian dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Kasus tersebut bisa diselesaikan dengan cara restorative justice (RJ) meski sudah masuk ke tahap pengadilan.
"Terkait dengan kasus pidana guru honorer di KSB itu bisa diselesaikan melalui RJ," kata Wakil Kejaksaan Tinggi (Wakajati) NTB Abdul Qohar saat ditemui di kantornya, Mataram, Selasa (24/10/2023).
Pemberian RJ untuk Akbar pada prinsipnya harus memenuhi syarat yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 12 Tahun 2020. Di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun; dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta.
Pun syarat yang dimaksud oleh Qohar adalah antara orang tua A dan Akbar sudah melakukan perdamaian melalui musyawarah dan mediasi. "Jadi harus damai dulu, kemudian diundang musyawarah dan dimediasi. Ketika itu memenuhi syarat barulah bisa berdamai," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Qohar mengaku alasan kasus itu tetap berlanjut ke meja hijau karena belum ada proses perdamaian di antara orang tua A dan Akbar. "Saya tidak tahu pasti kenapa kasus itu tetap berlanjut ya. Tapi yang pasti ketika syarat tadi terpenuhi bisa diberikan RJ. Kalau tidak memenuhi ya tetap berlanjut," pungkas Qohar.
Sebelumnya, Akbar Sarosa dipolisikan wali murid karena memukul siswa berinisial A yang tak tau salat. Pemukulan itu dilakukan pada Rabu, 26 Oktober 2022.
Kejadian itu bermula saat Akbar meminta salah satu siswa untuk melaksanakan salat di musala namun ditolak. Karena penolakan itu, Akbar memukul siswa tersebut di leher menggunakan bambu.
Setelah melakukan aksi pemukulan itu, Akbar sempat mencari A untuk meminta maaf. Akbar juga sudah lima kali meminta damai, namun orang tua murid itu ngotot untuk membawa masalah ini ke jalur hukum. Pihak sekolah juga sudah memediasi sebanyak tiga kali.
Kasus pemukulan itu pun terus berlanjut. Akbar sudah menjalani dua kali sidang di Pengadilan Negeri Sumbawa. Akbar didakwa melanggar Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak.
(nor/dpw)