"Saya berharap hakim bisa memutuskan perkara saya dengan adil sesuai fakta persidangan karena saya tidak melihat korban (siswanya) mengalami luka saat kejadian tersebut," kata Akbar, Kamis malam (12/10/2023) kepada detikBali.
Menurut Akbar, pemukulan pada A di bagian leher menggunakan bambu, Rabu (26/10/2022) semata-mata untuk mendisplinkan muridnya itu. Sebab, siswa tersebut menolak diajak salat di musala sekolah.
Akbar sempat mencari A untuk meminta maaf. Lima kali guru honorer bergaji Rp 800 ribu itu juga mengajak berdamai, tapi ditolak.
Keluarga A mau berdamai jika Akbar membayar ganti rugi sebesar Rp 50 juta. Namun, guru pendidikan agama Islam itu tidak punya uang.
"Harapan saya mudahan tidak ada lagi kasus seperti ini," kata Akbar lirih.
Empat Saksi Dihadirkan
Kuasa hukum Akbar, Sorasa Endra Syaifuddin, mengatakan ada empat saksi yang dihadirkan dalam persidangan di PN Sumbawa. Mereka adalah guru dan siswa.
"Saksi yang dihadirkan kemarin orang yang mendengar dan melihat," tutur Sorasa.
Menurut Sorasa, perselisihan tersebut seharusnya selesai saat mediasi. Kasus berlanjut di meja hijau karena Akbar tak punya uang.
Rabu Depan Agenda Pembacaan Tuntutan
Juru Bicara PN Sumbawa, Saba'aro Zendrato, mengatakan agenda sidang ketiga pada Rabu (11/10/2023) adalah penyampaian keterangan dari empat saksi. Adapun, pada Rabu mendatang (18/10/2023) jaksa penuntut umum akan menyampaikan tuntutan pada Akbar.
"Rabu sidang pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum," tuturnya.
Akbar dijerat dengan Pasal 76C junto Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Guru Agama itu diancam empat tahun penjara.
(gsp/hsa)