Gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), terbakar sejak Jumat (13/10/2023). Bahkan, api terus menyebar ke sejumlah titik hingga menimbulkan kepulan asap hingga hari keempat kebakaran.
Norlina Neolaka (36), seorang pemulung di tempat pembuangan sampah itu menyebut sejumlah petugas pemadam kebakaran sudah berusaha menjinakkan si jago merah. Namun, upaya itu tak kunjung membuahkan hasil.
"Memang mereka (petugas Damkar) datang untuk padamkan api, tapi tidak berhasil karena bagian tepi saja yang disiram," tutur Norlina saat ditemui detikBali di TPA Alak, Selasa (17/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah kepulan asap dan aroma sampah yang menyengat, Norlina dan suaminya Yunus Sebe (45) terus mengais sisa-sisa sampah plastik dan besi bekas di TPA Alak. Norlina sibuk mengais di tepi tumpukan sampah yang menggunung. Sedangkan Yunus bertugas mengemas sampah yang telah dikumpulkan dalam karung berukuran besar.
![]() |
"Kami biasa mulai bekerja pas pagi karena embusan angin tidak kencang. Tapi kalau sudah sore itu asap sudah mulai tebal. Jadi sesama pemulung kadang tidak bisa baku lihat," tuturnya.
Norlina mengaku akan terus memulung lantaran tidak memiliki sumber penghidupan lainnya. Adapun, sampah plastik yang telah terkumpul dijual seharga Rp 1.250 per kilogram. Sedangkan, besi bekas dijual seharga Rp 4.000 per kilogram.
"Kami tidak langsung jual, tapi ditampung dulu nanti kalau ada kebutuhan mendadak baru dijual," imbuh Norlina yang sudah dua tahun menjadi pemulung bersama suaminya.
Norlina berharap api yang menyebabkan kebakaran TPA Alak segera padam. Sebab, dia belum memiliki pekerjaan lain jika sampai kebakaran di TPA itu semakin meluas.
"Kami sangat khwatir karena sampah-sampah sebagian sudah terbakar dan tertimbun. Sehingga berdampak pada penghasilan kami," tandasnya.
(iws/hsa)