Dahiat Kekeringan di NTT: Minum Air dari Batang Pisang-Harga Beras Mencekik

Terpopuler Sepekan

Dahiat Kekeringan di NTT: Minum Air dari Batang Pisang-Harga Beras Mencekik

Tim detikBali - detikBali
Minggu, 08 Okt 2023 15:19 WIB
Dampak kekeringan di lahan pertanian milik warga Kabupaten Kupang, NTT.
Kekeringan di NTT. (Foto: Yufengki Bria/detikBali)
Denpasar -

Bencana kekeringan makin menjadi-jadi di sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Akibat dahiat ini, warga di Sikka bahkan harus mengorek batang pisang untuk memperoleh air minum, belum lagi harga beras makin mencekik di saat paceklik.

Bencana kekeringan di NTT menjadi perhatian pembaca detikBali dalam sepekan terakhir. Meski kekeringan di beberapa daerah sudah cukup parah, pemerintah masih menetapkan status siaga darurat, sehingga penanganannya belum maksimal.

Simak penjelasan berikut ini:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Warga Sikka Minum Air dari Batang Pisang

Warga Dusun Klotong, Desa Bura Bekor, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, NTT, tak punya pilihan selain meminum air dari batang pisang.

Penjabat Kepala Desa Bura Bekor Nolastus menuturkan warga terpaksa mengambil air dari batang pisang karena tak sanggup membeli air bersih dari tangki. Harga tirta bersih mencapai Rp 500 ribu per tangki.

Nolastus menjelaskan salah satu warganya yang mengonsumsi air dari batang pisang adalah Yosep Rizal. "Dia (Rizal) potong 7-8 pohon pisang," ungkap Nolastus kepada detikBali, Kamis (5/10/2023).

Yosep, Nolastus melanjutkan, menebang batang pohon pisang yang sudah tua lalu mengambil airnya. "Itu sejak nenek moyang sudah ajarkan begitu dan turun temurun masyarakat membuatnya seperti itu (kalau kekurangan air)," imbuhnya.

Nolastus mengatakan dari menebang batang pisang itu bisa didapat 3-4 liter air. Dia (air dari batang pisang) rasanya agak sepat," kata Nolastus.

Adapun Desa Bura Bekor mengalami kemarau panjang sejak Juni 2023. Musim kering itu membuat warga makin sulit mendapat air bersih, apalagi sebagian besar warga di sana mengandalkan air tadah hujan.

2. Warga Labuan Bajo Minum Air Berkapur

Kekeringan juga melanda Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT. Sejumlah warga di sana kesulitan mendapatkan air bersih.

Bahkan, warga setempat terpaksa mengonsumsi air berkapur yang mereka beli. Salah satunya adalah Warga Padang SMIP, Desa Batu Cermin, Samuel Gono Ate.

"Selama ini, kami menggunakan air zat kapur," ungkap Samuel saat menerima bantuan tirta bersih dari Polres Manggarai Barat, Rabu (4/10/2023).

Menurut Samuel, bantuan tirta bersih itu bisa meringankan beban pengeluarannya. Sebab, ia tidak perlu lagi membeli air tangki.

Direktur Perumda Air Minum Bersih Wae Mbeliling Aurelius Endo mengatakan selama ini bekerja sama dengan Polres Manggarai Barat untuk menyalurkan air bersih kepada masyarakat di Labuan Bajo yang mengalami kesulitan air bersih. Perusahaan daerah tersebut akan menyalurkan bantuan tirta ke Padang SMIP dua kali sepekan.

3. Status Siaga Darurat Kekeringan 14 Daerah di NTT

Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT Ambrosius Kodo menyebut wilayah NTT masih berstatus siaga darurat kekeringan. Sehingga hal tersebut tak terlalu mengkhawatirkan.

Ambrosius memaparkan 14 Kabupaten di NTT berstatus siaga darurat kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Ambrosius menyebutkan terdapat 14 Kabupaten/Kota berstatus siaga darurat bencana kekeringan itu antara lain Kabupaten Kupang, Ende, Alor, Belu, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Sumba Barat, Flores Timur, Lembata, Timor Tengah Utara, Rote Ndao, Sabu Raijua, dan Kota Kupang. Penetapan itu didasari Surat Keputusan Gubernur NTT Nomor 172/KEP/HK/2023 pada 26 April 2023 tentang Penetapan Status Keadaan Siaga Darurat Penanganan Bencana Kekeringan dan Karhutla.

"Kita lihat apakah nanti ada Kabupaten yang menetapkan daya tanggap darurat atau tidak. Namun, ketika ada satu atau dua wilayah yang sudah menetapkan itu, maka Provinsi (NTT) akan menetapkan status tanggap darurat untuk semua wilayah," jelasnya.

Ambrosius mengatakan sudah ada sejumlah instansi yang mendistribusikan air bersih kepada warga di sejumlah daerah. Namun, itu merupakan wilayah-wilayah yang memang susah air.

4. 50.396 Hektare Hutan dan Lahan Terbakar

Ambrosius mengatakan karhutla di NTT sejak tiga tahun terakhir sangat tinggi luasannnya. Pada 2021 hingga 2022 tercatat ada 90 ribuan hektare hutan dan lahan terbakar. Sedangkan karhutla pada Januari-Agustus 2023 terjadi di 50.396,79 hektare.

Rinciannya, Ambrosius melanjutkan, Sumba Timur 15.818,99 hektare; Alor (8.965,64); Sumba Tengah (7.227,85); Ngada (2.792,56); Lembata (2.615,09); Flores Timur (2.163,45); Nagekeo (2.138,84); Kupang (1.934,87); Ende (1.871,61); Sikka (1.656,91); Manggarai Timur (1.348,93); Manggarai Barat (773,90); Sumba Barat Daya (682,91); Sumba Barat (260,56); Rote Ndao (58,94); Kota Kupang (48,84); Timor Tengah Utara (30,21); dan Sabu Raijua (6,69).

Ambrosius menjelaskan NTT sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat untuk membantu peralatan seperti watter bombing yang bisa digunakan saat terjadi kebakaran hutan.

5. Harga Beras Kian Mencekik

Harga beras di Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur, NTT, melambung tinggi dalam dua pekan terakhir. Beras yang biasanya dijual dengan harga Rp 12 ribu sampai Rp 13 ribu per kilogram (kg) kini menjadi Rp 14 ribu hingga Rp 16 ribu per kilogram.

"Harga beras naik dua minggu terakhir," kata Kepala Bidang Pasar dan Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Manggarai Barat Hendrikus Hamkamda di sela Operasi Pasar Murah bersama Perum Bulog Cabang Labuan Bajo di Marina Waterfront Labuan Bajo, Rabu (4/10/2023).

Menurut Hendrikus, harga melambung dipicu kekeringan. Salah satunya persawahan Lembor yang sedang melakukan perbaikan irigasi, sehingga lahan petani tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya.

"Biasanya kalau untuk persawahan di Lembor tiga kali musim tanam. Untuk tahun ini praktis dua kali saja," jelas Hendrik, sapaannya.

Lembor adalah salah satu lumbung beras di Manggarai Barat. Kondisi yang terjadi di persawahan Lembor juga terjadi di Terang, Kecamatan Boleng, dan Nggorang, Kecamatan Komodo.

"Beberapa titik daerah support beras ini seperti Terang, Nggorang, juga sedang mengalami kekeringan," kata Hendrik.

Ia juga menepis ada ulah mafia beras yang mempermainkan harga di Manggarai Barat. "Kondisi alam yang memicu semua harga beras melambung naik," tandas Hendrik.

Kondisi serupa terjadi di Manggarai Timur. "Sebelumnya harga beras Rp 12 ribu per kilogram atau Rp 600 ribu per karung 50 kilogram. Sekarang Rp 750 ribu per karung 50 kilogram," kata Kadisperindag Manggarai Timur Fransiskus Petrus Sinta.

Kenaikan harga beras ini disebabkan hasil panen menurun akibat kekeringan yang berlangsung lama di dua daerah tersebut. Sawah tak mendapat pasokan air.

"Harga beras naik karena kekeringan, sawah kesulitan air. Irigasi tidak ada air. Biasa tanam tiga kali setahun jadi sekali. Padi mati saat mau panen karena sawah tak ada air," kata Frans, Rabu.




(dpw/hsa)

Hide Ads