Masa jabatan Gubernur-Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yakni Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalillah akan resmi berakhir pada 19 September 2023. Zul-Rohmi pun telah menggelar acara pamitan kepada masyarakat NTB pada Jumat (15/9/2023) di Halaman Kantor Gubernur NTB.
Sejumlah capaian ditorehkan duet Zul-Rohmi saat menakhodai NTB selama lima tahun. Kendati demikian, tak sedikit pula catatan minor juga turut muncul. Salah satu yang disorot adalah angka kemiskinan.
Selama lima tahun memimpin NTB, duet Zul-Rohmi hanya mampu menurunkan sekitar 0,78 persen angka kemiskinan (kurang dari satu persen). Angka itu membuat NTB masuk ke dalam kategori 10 provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
NTB berada di urutan ke delapan provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi dengan angka 13,85 persen dari jumlah penduduk.
Jika dicuplik dari data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di NTB pada periode Gubernur-Wakil Gubernur NTB sebelumnya yakni Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi-Mohamad Amin ada pada angka 14,63 persen di 2018. Itu menjadi tahun pertama saat Zul-Rohmi mulai menjabat.
Setahun kemudian atau pada 2019, angka kemiskinan di NTB pada September 2019 tercatat sebesar 705,68 ribu orang atau 13,88 persen.
Selanjutnya, secara berturut-turut selama dua tahun angka kemiskinan NTB sempat mengalami kenaikan. Pada 2020, angka kemiskinan di NTB tercatat di angka 13,97 persen dan pada 2021 angka kemiskinan kembali naik ke angka 14,14 persen. Sebelum akhirnya kembali turun pada 2022, angka kemiskinan di NTB tercatat 13,68 persen.
Teranyar, data yang dirilis BPS NTB pada pertengahan 2023 menunjukkan persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 13,85 persen. Angka itu meningkat 0,03 persen poin terhadap September 2022 dan meningkat sebesar 0,17 persen terhadap Maret 2022.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 751,23 ribu orang, bertambah 6,54 ribu orang terhadap September 2022, dan bertambah 19,29 ribu orang terhadap Maret 2022. Saat ini, angka kemiskinan di NTB tercatat di angka 13,68 persen.
Saat Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada Juni 2023, Rohmi mengeklaim data kemiskinan NTB belum sesuai dengan kondisi aktual masyarakat.
"Kalau melihat dari data yang belum valid dan tidak by name by address membuat data angka kemiskinan kita tidak sesuai dengan kondisi aktual", tegas Rohmi saat rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan.
Bahkan, Rohmi sangat yakin angka kemiskinan NTB sesungguhnya berada di bawah 10 persen. Hal itu, seperti dikatakannya jika verifikasi dan validasi data kemiskinan segera diperbaiki dan mengingatkan keras agar pola pikir yang masih mengandalkan dan mengharapkan bantuan sosial turut menyumbang angka kemiskinan.
"Ini yang membuat angka kemiskinan kita tidak turun turun bahkan naik. Padahal data yang benar menyumbang perbaikan angka kemiskinan sampai delapan persen", tegasnya.
Program Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah Belum Tepat Sasaran
Kepala BPS NTB Wahyudin menilai sejumlah program bantuan kemiskinan yang digelontorkan pemerintah pusat maupun daerah belum tepat sasaran, khususnya di pedesaan.
Hal itu mengakibatkan bantuan kemiskinan tersebut belum efektif menekan angka kemiskinan. Bantuan tersebut, di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT).
"Dari sisi data yang kami miliki, masih banyak orang-orang yang seharusnya dapat (bantuan), tapi tidak dapat. Begitupun sebaliknya," kata Wahyudin, Senin (17/7/2023).
Wahyudin menceritakan pada 2006 sempat mengikuti pembekalan dan ditugaskan meninjau efektivitas program PKH di daerah. Ia menemukan banyak Keluarga Penerima Manfaat (KPM) justru masuk dalam kategori mampu secara ekonomi.
"Orang-orang yang lumayan kaya masih dikasih. Sasaran PKH sekarang ini adalah orang-orang yang kaya, yang desil 8 dan 9 masih dapat," jelasnya.
Selain itu, menurut Wahyudin basis data yang terdapat di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) masih banyak yang belum valid.
"Sekarang ini kami punya data by name by address (BNBA) dari hasil Regososek yang sudah kami verifikasi, komunikasi dengan RT/RW, kepala desa, pakailah data itu untuk program penanggulangan kemiskinan ke depan. Itu kalau kita mau secara masif menurunkan angka kemiskinan," imbuhnya.
Data yang dihimpun pada 2022, tak kurang dari 65 persen penduduk di NTB bergantung pada bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Jumlah ini tergambar dari DTKS, yang sebanyak 3,7 juta jiwa dari sekitar 5,7 juta jiwa penduduk masuk sebagai usulan di data terbaru.
DTKS ini merupakan basis data yang menjadi rujukan pemerintah untuk menyalurkan bansos. Masyarakat yang masuk dalam DTKS merupakan penduduk kategori miskin atau berstatus kesejahteraan sosial rendah.
Target Penurunan Kemiskinan Satu Digit Tiap Tahun Tak Terealisasi
Di awal kepemimpinan, Zul-Rohmi menargetkan angka kemiskinan dapat turun satu digit setiap tahun. Konkretnya, pada 2023 Zul-Rohmi ingin persentase kemiskinan berada di bawah angka 10 persen.
Jika dalam satu tahun angka kemiskinan ditargetkan turun sebesar satu persen. Maka dalam lima tahun, angka kemiskinan diharapkan tersisa sebesar 9,75 persen. Angka ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB 2018-2023.
Anggaran Kemiskinan
Pada 2023, Pemprov NTB mengalokasikan anggaran sekitar Rp 1,2 triliun di APBD 2023 untuk mengentaskan kemiskinan yang tersebar di hampir seluruh perangkat daerah melalui beragam program dan kegiatan.
Secara umum, sumber anggaran penanggulangan kemiskinan berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa dan masyarakat.
Di pemerintah pusat, penurunan angka kemiskinan melalui program Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program Keluarga Harapan (PKH), dan lainnya. Sementara di Pemprov NTB bentuknya beragam, mulai dari pembagian bantuan sosial (bansos), hibah, hingga pemberdayaan masyarakat.
NTB 10 Provinsi dengan Angka Kemiskinan Tertinggi di Indonesia
Pada Maret 2023, BPS mencatat provinsi NTB masuk dalam kategori 10 provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia. Masih dalam rilis resmi BPS, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin NTB pada periode Maret 2023 dipicu oleh beberapa faktor.
Salah satunya yaitu harga BBM yang naik pada akhir triwulan III tahun 2022 berdampak pada naiknya harga kebutuhan pokok hingga saat ini. PDB NTB justru terkontraksi 1,54 persen.
Dari sisi produksi, kontraksi terdalam adalah lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar 24,45 persen. Dari sisi pengeluaran, investasi mampu menjadi penopang pertumbuhan dengan tumbuh 9,87 persen. Sebaliknya, ekspor mengalami kontraksi terdalam sebesar 46,16 persen.
Berikut daftar 10 wilayah dengan persentase kemiskinan terbesar:
1. Papua 26,56 persen
2. Papua Barat 21,33 persen
3. Nusa Tenggara Timur 20,05 persen
4. Maluku 15,97 persen
5. Gorontalo 15,42 persen
6. Aceh 14,64 persen
7. Bengkulu 14,62 persen
8. Nusa Tenggara Barat 13,68 persen
9. Sulawesi Tengah 12,33 persen
10. Sumatera Selatan 11,90 persen.
(nor/gsp)