Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Kombes Ariasandy mengungkap kronologi aksi kawin tangkap di Sumba Barat Daya (SBD). Aksi kawin tangkap itu dilakukan oleh puluhan pemuda dengan cara menculik seorang perempuan berinisial DM dan membawanya kabur menggunakan mobil pikap.
"Korban yang diduga diculik itu sedang berada di rumah keluarga pelaku," tutur Arisandy saat ditemui detikBali di ruang kerjanya, Jumat (8/9/2023).
Ariasandy menuturkan kejadian itu berawal saat DM bersama pamannya sedang berhenti di depan salah satu warung di Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten SBD, NTT, pada Kamis (7/9/2023). Kala itu, paman wanita berusia 20 tahun itu sedang memarkir sepeda motornya untuk membeli rokok di warung tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itulah, para pelaku yang diperkirakan berjumlah 20 orang datang lalu menangkap dan menculik DM. Mereka kemudian menaikkan DM ke atas mobil pikap dan membawanya kabur.
Aksi penculikan itu sempat terekam kamera warga dan viral di media sosial. Berdasarkan video yang beredar, aksi itu dinarasikan sebagai tradisi kawin tangkap atau kawin paksa.
Arisandy mengungkapkan Polres Sumba Barat Daya telah menahan lima orang pelaku dalam kasus kawin paksa tersebut. "Mereka sudah ditahan dan ditangani oleh penyidik Unit PPA Polres Sumba Barat Daya," ujar Ariasandy.
Ariasandy menyebut kelima pelaku yang ditahan, antara lain JB (45), HT (25), VS (25), LN (50), dan NM (45). Menurutnya, penyidik juga telah memintai keterangan terhadap sejumlah saksi dalam kasus kawin tangkap itu.
"Jadi para pelaku itu berasal dari SBD. Dan yang berperan sebagai pelaku kawin tangkap itu adalah VS," ungkapnya.
Sebagai informasi, kawin tangkap di Sumba kerap menuai kontroversi. Sebab, nilai tradisi ini sudah mengarah ke penculikan perempuan, pelanggaran hak-hak perempuan, dan pelanggaran HAM. Dalam tradisi ini, seorang perempuan 'diculik' dan 'dipaksa' menikah dengan alasan yang 'dilegalkan' secara budaya.
Tradisi kawin tangkap biasanya dilakukan olah masyarakat pedalaman Sumba, yaitu di Kodi dan Wawewa. Dalam tradisi lama masyarakat Sumba, kawin tangkap biasanya dilakukan oleh keluarga mempelai pria yang terhalang belis atau mahar tinggi dari pihak perempuan.
Tradisi kawin tangkap ini kerap menuai kritik lantaran dinilai sebagai bentuk pelanggaran HAM yang merugikan dan membuat kaum perempuan di Sumba menderita. Saat ini, pemerintah berupaya mengakhiri praktik kawin tangkap tersebut dan melindungi hak-hak perempuan.
(iws/hsa)