Utang Demi Kerja ke Saudi, Korban TPPO Malah Luntang-lantung di Jakarta

Lombok Tengah

Utang Demi Kerja ke Saudi, Korban TPPO Malah Luntang-lantung di Jakarta

Ahmad Viqi - detikBali
Senin, 12 Jun 2023 20:40 WIB
Empat korban TPPO asal Lombok saat konferensi pers di Polda NTB, Senin (12/6/2023). Foto: Ahmad Viqi/detikBali.
Empat korban TPPO asal Lombok saat konferensi pers di Polda NTB, Senin (12/6/2023). Foto: Ahmad Viqi/detikBali.
Lombok Tengah -

Empat korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) asal Lombok Timur yang sempat gagal berangkat di Jakarta dengan tujuan menuju Jeddah Arab Saudi bercerita kisah pilunya. Salah satu korban Didi Afandi (22) mengaku sempat tinggal di Jakarta setelah ditawari berangkat ke Arab Saudi melewati Jakarta.

"Jadi waktu itu pihak LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) tempat mendaftar sebagai CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) itu menawarkan berangkat sebagai cleaning service di Arab Saudi. Tapi enam bulan di Jakarta tidak pernah ada kejelasan," kata Afandi, di Mataram, Senin (12/6/2023).

Saat di Jakarta sejak awal 2023, Afandi bersama tiga rekannya tidak kunjung diberangkatkan. Pihak LPK yang berkantor di Praya, Lombok Tengah, menawarkan gaji di Arab Saudi sampai 1.500 hingga 2.000 Riya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya ditawarkan sampai 2.000 Riyal. Jadi ada tekan kontrak dan memang saya yang daftar ke sana, karena pihak LPK mengaku kalau itu perusahaan resmi dari PJTKI," imbuhnya.

Saat mendaftarkan diri pada awal Januari 2023, selang tiga hari pihak LPK hanya memberikan pelatihan kerja selama tiga hari. Setelah itu, pihak LPK meminta uang sebesar Rp 5 juta untuk keberangkatan ke Jakarta.

ADVERTISEMENT

"Memang pelatihannya bahasa Inggris. Jadi di sana kami dikasih bahasa Inggris saja," katanya.

Selain Afandi, korban TPPO lainnya, Irwan Hadi Purnomo juga mengaku menyesal telah mendaftar ke LPK tersebut. "Jadi saya ke Jakarta tanggung sendiri. Saya yang paling lama di Jakarta sudah enam bulan lebih. Mungkin sudah habis Rp 20 juta selama di Jakarta," ungkap pria asal Lombok Timur ini.

Irwan menuturkan biaya tiket ke Jakarta memang dibelikan oleh pihak perusahaan. Biaya pembelian tiket itu rupanya diambil dari pembiayaan uang muka biaya daftar sebesar Rp 5 juta.

"Jadi dibelikan tiket sampai Jakarta. Sebenarnya kami katanya akan ditampung di tempat PT. Tapi ternyata itu bukan penampungan, tapi kos. Mereka (LPK) yang carikan kos, tapi kami yang bayar," beber Irwan.

Tiga bulan kemudian pihak LPK mendaftarkan keempat korban ke salah satu perusahaan. Setelah itu, mereka dipindahkan ke salah satu PT di Jakarta.

"Jadi selama ini keluarga di rumah ngutang agar saya bisa ke Arab Saudi. Karana berbulan-bulan tidak ada kabar untuk diberangkatkan, akhirnya saya memilih untuk pulang ke Lombok," pungkas Irwan.

Bahkan nahasnya lagi, biaya tiket untuk pulang ke Lombok juga harus pinjam dari keluarga. "Kami mau uang kami kembali, termasuk biaya selama di Jakarta. Itu saja," pintanya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Teddy Ristiawan menjelaskan kedua tersangka S dan HW rupanya melakukan praktik rekrutmen CPMI pada November 2022 sampai Maret 2023 di LPK Lombok Jaya Internasional di Kampung Mispalah Kelurahan Prapen, Praya Lombok Tengah.

Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata S telah melakukan perekrutan terhadap empat CPMI tujuan Arab Saudi sebagai cleaning service. Keempat korban itu dibebankan pembayaran masing-masing sebesar Rp 14 juta hingga 20 juta per orang.

"Setelah kami cek total kerugian yang dialami 13 korban Rp 84 juta. Mereka dijanjikan untuk pembuatan paspor, medical, tiket transportasi sampai ke negara tujuan, dan biaya administrasi lainnya," ujar Teddy.

S dan HW diancam Pasal 10 dan/atau pasal 11 juncto Pasal 2 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 junto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI.

Kedua pelaku juga diancam pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun. Serta pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan maksimal Rp 600 juta dan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.




(nor/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads